Sidang Pembunuhan Sekeluarga

Luis Takut Lihat Asep

Meski sudah berulangkali diminta Majelis Hakim yang dipimpin oleh Ahmad Yunus SH MH di PN Palembang Senin (3/9),

Penulis: admin | Editor: Bedjo
PALEMBANG, SRIPO — Meski sudah berulangkali diminta Majelis Hakim yang dipimpin oleh Ahmad Yunus SH MH di PN Palembang Senin (3/9), Luis Alfredo (11) tetap keukeuh tidak ingin melihat wajah Asep, yang duduk di samping penasehat hukumnya, Romaita SH dari Posbakum PN Palembang. Bahkan, Adi Sangadi selaku Ketua KPID Palembang, yang setia menemani Luis memberikan kesaksian, mencoba membimbing Luis untuk melihat wajah Asep. Tetap saja, Luis bersikeras menolaknya.

Tidak hanya itu, Luis juga tidak pernah menyebut nama Asep saat memberikan kesaksian. Dia menyebut Asep dengan sapaan Oom, dan hanya menggunakan jari telunjuknya ke arah Asep untuk memastikan bahwa pembunuh keluarganya adalah Asep.

“Sebelum kejadian, memang saya melihat Oom ini (Asep) datang ke rumah menemui papa (Mukkong alias Atet). Dia membawa kalung babi yang dikatakannya bisa memperbanyak uang,” kata Luis.

Meski terkesan takut, Luis cukup lancar memberikan kesaksian. Tidak ada tanda-tanda ia bakal meneteskan air mata selama memberikan kesaksian. Bahkan, begitu usai memberikan kesaksian, Luis bisa bercanda dan tertawa lepas dengan pihak KPID Palembang.

Diceritakan Luis, sebelum peristiwa yang melayangkan nyawa ayah, ibu, dan dua kakak perempuannya, Luis yang sedang menonton televisi di lantai dua rumahnya mendengar suara motor yang parkir di depan rumahnya. Luis mengetahui, motor itu milik Edi. Tidak lama kemudian, ia mendengar suara ketukan pintu yang langsung disambut oleh Acen, ibu dari Luis.

“Saya melihat Oom ini (Asep) datang bersama Om Edi. Bersama ibu, keduanya langsung naik ke lantai tiga rumah kami. Sementara saya dan dua kakak perempuan saya memilih masuk kamar untuk tidur,” kata Luis.

Saat melihat kedatangan Asep, Luis sempat melihat Asep membawa kalung yang disebut Asep kalung babi. Luis sempat bertanya kepada ibunya apa guna dari kalung babi itu. Dari jawaban ibunya Luis tahu bahwa kalung babi itu digunakan Asep untuk memperbanyak uang.

“Ibu tampaknya sangat percaya dengan ucapan Oom ini (Asep). Ibu pun sudah memberikan uang kepada dia (Asep) senilai Rp 1 juta. Sementara Rp 4 juta sisanya saya tidak tahu sudah diberikan ibu atau belum,” kata Luis.

Saat Luis lagi tertidur, Luis sempat terbangun ketika peristiwa menyedihkan itu datang tepat di pukul 00.00. Namun, karena masih bawaan mengantuk, Luis pun memilih untuk tidur lagi. Ia tidak tahu ayah dan ibunya sudah meregang nyawa karena ditusuk oleh Asep beberapa kali di beberapa bagian tubuh mereka.

Tidak ingin ada yang mengetahui perbuatannya, Asep berniat menghabisi seluruh isi rumah. Mulanya, ia mendatangi kamar Luis dan mendapati Luis sedang tidur.

“Oom ini (Asep) membangunkan saya dengan ucapan ‘Kalau mau pintar, ayo ikut Oom. Luis mau pintar kan?”, ujar Luis, mencoba mengulang kembali kata-kata Asep.

Karena tertarik dengan ajakan Asep, Luis menurutinya. Asep pun membimbing Luis ke kamar mandi rumah Mukkong yang ada di lantai dua. Di sana, di tengah kegelapan yang teramat sangat, Asep memukul punggung Luis dengan linggis. Belum puas, Asep selanjutnya menusuk pinggang kanan Luis dengan pisau panjang milik Mukkong.

“Dia sempat menusuk saya. Lalu, ia mengikat leher saya dengan kabel listrik yang sudah diputus saat saya sudah terjatuh. Saya sempat merasa sesak selama lima menit sebelum saya pingsan,” ujar Luis.
Mendengar ucapan Luis, sebagian penonton sidang menghela nafas dalam-dalam. Sambil menatap wajah Asep, yang memilih memejamkan matanya sejenak sesaat usai Luis mengatakan hal tersebut, penonton sidang ada yang berbisik.

“Gila, kejam sekali. Dia ini kan masih anak kecil,” begitulah bisikkan yang terdengar dari mulut sebagian penonton.

Di saat Luis nyaris pingsan, Asep masih mencoba menghujamkan pisaunya ke arah tubuh Luis. Namun, Sherly selaku kakak perempuan Luis yang paling tua, datang. Ia langsung menutupi tubuh adik bungsunya sehingga mata pisau yang dipegang Asep menancap di tubuh putih Sherly. Saat itu, Luis pingsan dan tidak mengetahui apa lagi yang terjadi selanjutnya.

“Saat saya terbangun, saya sudah ditolong oleh warga di dekat rumah. Saya sudah tahu rumah saya terbakar, namun belum tahu kejelasan nasib dari keluarga saya,” kata Luis, dengan pandangan matanya yang polos yang terus tertuju pada bola mata Majelis Hakim.

Selain mengetahui peristiwa menyedihkan itu, Luis juga mengetahui banyak hal terkait hubungan dua orangtuanya dengan Asep. Luis, yang mengetahui ayahnya sangat menggemari mengoleksi benda-benda antik, merasa tertarik begitu Asep menawari dirinya kalung babi. Terlebih, selain antik, kalung babi itu bisa memperbanyak uang.

“Oom ini (Asep) menawari ayah kalung babi seharga Rp 200 miliar. Saya tidak tahu apakah ayah sudah memberinya uang atau belum,” kata Asep.

Selain Asep, Igun SH dan Karman SH selaku JPU juga memanggil Edi di permukaan sidang. Pria yang memperkenalkan Asep dengan Mukkong ini mengatakan kalau dirinya memang sempat dimintai tolong oleh Mukkong untuk memperkenalkan Mukkong dengan Asep. Mukkong tertarik untuk kenalan dengan Asep karena Mukkong menganggap Asep orang hebat.

“Mukkong bertemu Asep saat Asep memijat tubuh saya. Sejak saat itu, keduanya berbicara dan Mukkong tertarik untuk mengajak Asep ke rumahnya,” ujar Edi.

Mendengar Asep bisa menggandakan uang dari mulut Mukkong, Edi sempat tidak percaya. Tidak ingin Mukkong ditipu Asep, Edi mencoba mempertanyakan hal itu kepada Asep. Dan, Asep menyanggupi permintaan Mukkong.

“Dia bahkan menunjukkan kepada saya saat kulitnya tidak luka dibeset silet. Saya mulai yakin ia memang orang sakti. Sebab itu, saya mengajak dia bertemu Mukkong dan istrinya,” ujar Edi, yang memang temanan dengan Mukkong dan Asep.

Di rumah Mukkong, Edi yang diajak ke sana mengetahui Acen memberikan uang Rp 1 juta kepada Asep. Adapun total uang yang harus diberikan kepada Asep adalah senilai Rp 5 juta. Sayangnya, Edi tidak mengetahui apakah sisa uang sudah diberikan Acen atau belum.

JPU juga menghadirkan Andi, adik dari Acen, di muka sidang. Diakui Andi, ia memang sering minta diantarkan oleh Acen ke rumah Asep. Namun, ia tidak berani banyak tanya karena Acen pernah memarahinya akibat terlalu banyak tanya.

“Katanya, Asep bisa memperbanyak uang dalam waktu singkat. Hanya itu yang dikatakan Acen kepada saya. Karena ia marah, saya tidak berani nanya apa-apa lagi,” ujar Andi, yang mengantarkan pihak kepolisian ke rumah Asep saat penangkapan.

Saksi lainnya, Wi Cui selaku orangtua dari Acen, mengakui tidak kenal sama sekali dengan sosok Asep. Pasalnya, ia sangat jarang mengunjungi rumah Acen. Terlebih, ia tinggal di kawasan Kertapati, yang jaraknya cukup jauh dengan rumah Acen yang ada di kawasan 14 Ilir.

“Saya mengetahui peristiwa ini dari seorang pembeli saya. Begitu saya datangi ke rumah, peristiwa itu benar adanya,” kata Wi Cui, yang sempat ditangkap Ditreskrimsus Polda Sumsel karena kasus tahu berformalin.

Wi Cui langsung menyusul mayat anak, menantu, dan dua cucunya ke Kamar Mayat Palembang. Ia membenarkan bahwa Mukkong, Acen, dan Sherly tewas dengan luka tusuk berjumlah belasan. Sementara Ranti tewas karena terkena kobaran api.

“Kata pihak kepolisian, Ranti terbakar saat kejadian. Ia yang saat itu sedang tidur terlambat mengetahui peristiwa ini,” kata pria yang mengasuh Luis sejak tewasnya ayah, ibu, dan dua kakak perempuannya.

Sidang Asep selaku terdakwa pembunuh Mukkong dan istri beserta dua anaknya dengan agenda pemanggilan saksi masih berlanjut. Kedua JPU mengaku masih memiliki saksi yang bisa dimunculkan di muka sidang. Adapun agendanya sidang keterangan saksi berlanjut pada minggu depan. (cw6)

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved