Mengenal Sosok Pahlawan Kapten A Rivai
Heroik Membombardir Kapal Belanda
KAPTEN A Rivai dikenal sebagai salah satu sosok pahlawan dalam pertempuran sengit lima hari lima malam
Penulis: admin | Editor: Bedjo
MENDENGAR nama Kapten A Rivai, pastinya tertuju pada sebuah nama salah satu jalan protokol tepat di samping RSRK Charitas. Jalan Kapten A Rivai dikenal sebagai kawasan perkantoran termasuk Kantor Gubernur Sumsel. Sayangnya, tidak banyak yang mengenal sosok siapa Kapten A Rivai yang namanya diabadikan sebagai nama jalan.
Untuk mengungkap siapa Kapten A Rivai, Sripo berupaya menyusuri pahlawan asal Sumatera Selatan ini. Tulisan ini sekaligus meluruskan tulisan tentang Kapten A Rivai yang disajikan harian ini beberapa waktu lalu.
KAPTEN A Rivai dikenal sebagai salah satu sosok pahlawan dalam pertempuran sengit lima hari lima malam yang menjadi sejarah perjuangan Palembang. Berikut penuturan Yudhy Syarofie, salah satu budayawan Sumsel yang juga dikenal sebagai penulis buku, ketika bercerita kepada Sripo, Kamis (23/8).
Dalam sejarah pertempuran lima hari lima malam yang terjadi pada 1-5 Januari 1947, Rivai yang ketika itu berpangkat Letnan Satu (Lettu), juga menjabat sebagai Komandan Resimen Markas Divisi II. Pada tanggal 2 Januari 1947, Rivai gugur dalam pertempuran yang berlokasi di Sungai Jeruju, kawasan 8 Ilir. Padahal ketika itu Rivai sedang dirawat dalam pengawasan Dr Ibnu Sutuwo pada suatu tempat, karena mengalami luka tembak di bahu akibat insiden pertempuran selama 13 jam di kawasan Benteng, pada 29 Maret 1946.
Pertempuran masih berlangsung, ketika itu Rivai mendengar kabar bahwa kawasan Sungai Jeruju (kawasan yang dipimpinnya) diambil ahli TRI (Tentara Republik Indonesia) dan Laskar Pejuang.
Kondisi inilah membuat Rivai bersemangat untuk kembali bertempur melawan Belanda. Tanpa diketahui perawat dan dokter yang merawat, Rivai yang berbekal senapan mesin kaliber 12,7 MM langsung turun ke medan pertempuran. Bersama pasukannya, Rivai bombardir menyerang kapal Belanda di tengah perairan Sungai Musi. Namun kapal Belanda membalas tembakan sehingga Rivai terkena tembakan Belanda.
“Pastinya A Rivai bukan mati tertembak di dekat RS Charitas yang ketika itu milik Belanda. Data sejarah pertempuran lima hari lima malam ini saya kumpulkan sejak tahun 1997 sampai sekarang dengan narasumber langsung dari pelaku-pelaku sejarah yang terlibat,” ujar Yudhy seraya menyebutkan salah satu nara sumbernya adalah Asnawi Mangkualam, mantan Gubernur Sumsel.
Wafatnya A Rivai pada tanggal 2 Januari 1947 di kawasan Sungai Jeruju, semua data ini sudah disepakati oleh pelaku-pelaku sejarah yang menjadi narasumber. Dikatakan Yudhy, mengenai asal daerah dari sosok Rivai, banyak sumber yang mengatakan berasal dari sebuah desa di Komering (OKU Timur). Mengenai detail secara pribadi sosok Rivai, sampai saat ini belum tergali. Penulis sebatas menggali data secara global atau kelompok.
Kapten A Rivai dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Jl Jendral Sudirman. Tertulis pada batu nisan A Rivai wafat pada 30 Maret 1946, itu salah dan perlu adanya perbaikkan. A Rivai berpangkat sebagai Kapten, merupakan penghargaan anumerta sebagai pahlawan yang gugur pertempuran lima hari lima malam.
Berdasarkan ilmu toponim dalam antropologi, Yudhy mengatakan, seharusnya Kapten A Rivai bukan dijadikan nama jalan yang sudah ada saat ini. Seharusnya nama jalan Kapten A Rivai membentang dari Boombaru sampai perbatasan Sayangan.
“Nama sebuah tempat ada tiga faktor, yakni berdasarkan kondisi tempat, legenda atau mitos sebuah tempat dan peristiwa atau kejadian bersejarah dari sebuah tempat. Hal ini berdasarkan toponim ilmu antropologi,” ujar Yudhy.
Ditambahkan Yudhy, sejarah pertempuran lima hari lima malam ini patut dipertanyakan. Apakah sejarah ini masuk dalam sejarah nasional atau tidak. Dikarenakan banyak pahlawan asal Palembang yang menjadi pahlawan perintis kemerdekaan. Salah satunya yakni AS Macik yang merupakan sosok pahlawan perintis kemerdekaan dalam melawan penjajah.
“Perlu diketahui, pahlawan asal Palembang yang menyandang sebagai pahlawan nasional cuma ada dua, pertama Sultan Mahmud BAdaruddin II dan AK Gani,” ujarnya.
Putera Pangeran
Sementara, berdasarkan buku ‘Suntingan Perjuangan Rakyat Semendawai OKU Mei 1986’, A Rivai merupakan salah satu sosok pejuang dalam pertempuran lima hari lima malam yang sangat bersejarah pada 1-5 Januari 1947. Sosok A Rivai merupakan sosok pejuang yang tangguh dan rela berkorban dalam membela dan mempertahankan tanah air dari tangan penjajah.
Ketika dihubungi Sripo, Drs Suhaimi Sai selaku pewawancara eks pejuang di Desa Campang Tiga dalam buku ‘Suntingan Perjuangan Rakyat Semendawai OKU Mei 1986’ mengatakan, sosok A Rivai merupakan putera Pangeran Harun, asal Desa Cempaka OKU Timur.
Berdasarkan hasil wawancara Suhaimi, pada 28 Desember 1946 pukul 21.30, penjajah Belanda melanggar garis damarkasi yang telah ditentukan.
Kemudian penjajah melepaskan tembakan secara membabi buta. A Rivai yang ketika itu berpangkat Lettu, meninggal pada 3 Januari 1947. Ketika itu Lettu A Rivai tertembak dekat RS Charitas dan dirawat di RS Benteng.
Walaupun luka di pahanya belum sembuh, Rivai masih tetap gagah ikut pertempuran dan gugur sebagai Kesuma Bangsa. Lettu Anwar Sastro adik kandung A Rivai, gugur bersama enam laskar di Desa Cempaka setelah Belanda berangkat dari Desa Gunung Batu. Lettu Anwar sastro gugur sebagai pahlawan.
“Sudah dipastikan bahwa Kapten A Rivai merupakan sosok pejuang dalam pertempuran lima hari lima malam. Jadi Jalan Kapten A Rivai bukan diambil dari nama Kapten Kapal Tambomas yang terjadi pada tahun 1981. Sebelum peritiwa kapal itu, Jalan Kapten A Rivai sudah ada. Dan pada waktu itu saya ada di Jakarta,” ujar Suhaimi yang pernah menjabat sebagai Asisten Pemkot Palembang dan mantan Camat Ilir Timur I. (Mg19)