Tidak Dengar Suara Suling
Peristiwa mengerikan di PLTU Banjarsarim Lahat, Sabtu (24/3)
Penulis: admin | Editor: Bejoroy
Saat ditemui Sripo, Minggu (25/3), Okta masih tampak terpukul. Ia mengaku masih terus terbayang-bayang dengan peristiwa maut tersebut. Apalagi empat teman dekatnya tewas bersimbah darah, persis di hadapannya.
“Saya bersyukur tidak luka apapun. Hanya sedikit memar di pundak setelah terpental ke semak-semak di bawah rel. Saya betul-betul syok,”kata Okta di rumahnya, Dusun III Desa Desa Gedung Agung Kecamatan Merapi Timur.
Menurut Okta beberapa jam sebelum kejadian, ia bersama delapan temannya janji nonton balapan liar di Desa Gunung Kembang. Mereka adalah Edi Joko (24), Kumarudin (24), Denis (18), Dedi Trinanto (17), Lutfiansyah (16), Handli (23), Jonson (24), dan Andre (23). Dengan mengendarai lima unit sepeda motor, mereka kemudian berangkat bersama-sama di Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum).
Saat tiba di pintu masuk PLTU Banjar Sari yang berjarak 10 meter dari Jalinsum, arena balapan sudah disesaki ratusan orang. Mereka kesulitan menemui tempat yang cocok dan nyaman untuk menyaksikan lomba adu kecepatan sepeda motor tersebut. Mereka pun memutuskan nonton dari atas rel kereta api karena tempatnya cukup tinggi dan berada di dekat garis start.
Mereka duduk berjajar di atas rel kereta api secara berkelompok. Semua fokus menghadap ke arah lintasan menyaksikan jalannya pertandingan. Kelompok pertama dari arah Muaraenim yakni Denis, Edi Joko dan Kumarudin.
Kelompok kedua Lutfiansyah, Jhonson dan Dendli. Sementara kelompok terakhir yakni ia sendiri, Andre dan Dedi tidak duduk di rel namun duduk di bebatuan yang ada di dekat rel.
Saat sedang asyik nonton balapan tiba-tiba Okta jatuh dihantam tubuh temannya. Ia terpental ke semak-semak di bawah rel. Masih dalam keadaan sempoyongan akibat menahan sakit, Okta berusaha berdiri.
“Setelah itu, saya berusaha naik ke atas rel. Saya melihat kereta sudah melintas. Suasana kacau. Saya lihat Joko dan Komarudin bersimbah darah di pinggir rel. Tubuh mereka luka parah. Terutama bagian kepala hancur dan kaki remuk,” tutur anak sulung itu.
Okta pun baru sadar bahwa teman-temannya ditabrak kereta yang datang dari arah Muaraenim menuju Lahat. Ia pun bergegas mencari temannya yang lain untuk mengetahui keadaannya. Ternyata Dedi Trinando, Jenson dan Lutfiansyah juga sudah terkapar bersimbah darah. Mereka luka-luka di bagian kepala. Sementara Hadli patah kaki tergeletak di samping rel.
Sedangkan Andre dan Dedi yang duduk berdekatan dengannya tidak mengalami luka serius, karena mereka memang tidak duduk di rel sehingga tidak dihantam kereta.
Namun anehnya ia tidak melihat Denis, yang sebelum kejadian duduk di barisan paling awal dari arah Muaraenim. Okta mengasumsikan Denis yang pertama kali dihantam kereta. Belakangan diketahui Dennis terseret lebih dari seratus meter sehingga bagian tubuhnya terpotong bebeberapa bagian.
Okta pun berusaha menolong semua temannya yang masih selamat agar bisa segera dibawa ke rumah sakit. Namun ternyata tubuhnya sempoyongan akibat terpental. Okta pun berinisiatif segera pulang ke rumah bersama temannya yang lain, dan memberitahu kepada pihak keluarga.
Menurut Okta kejadian tersebut di luar perkiraan. Karena saat menonton balapan, Jumat (23/3) sehari sebelumnya, mereka juga duduk di tempat yang sama. Saat itu juga ada KA Serelo yang melintas namun mereka segera menyingkir dari rel setelah mendengar suara sirene. Tapi pada saat kejadian Sabtu (24/3), ia sama sekali tidak mendengar suara apapun pertanda kereta akan melintas.
“Kami sama sekali tidak mendengar suara kereta. Tiba-tiba tubuh saya ditabrak teman, dan terpental ke semak-semak,” imbuh Okta, ketika ditemui Sripo di rumahnya yang terletak di Janggal
Sementara Herman (36) yang berada di sekitar arena balapan saat kejadian, menyayangkan pernyataan pihak PT KAI. Menurutnya statemen PT KAI yang menyebutkan masinis sudah membunyikan suara suling dari jarak 1 Km adalah janggal.
“Dari jarak tersebut masinis belum bisa melihat keramaian di pintu perlintasan KA di PLTU Banjar Sari karena sekitar 200 meter ke arah muaraenim terdapat tikungan tajam,”katanya.
Setelah tabrakan terjadi ia berusaha memperingatkan masinis, yang tampak masih berada di dalam lokomotif. Namun usahanya sia-sia karena sepertinya tidak didengar. Warga Gunung Kembang ini lalu memberi tahu penumpang KA Serelo yang duduk di pintu masuk gerbong sehingga mereka segera menunduk ke bawah untuk melihat korban yang tewas dihantam kereta.
“Saya melihat tubuh korban yang terseret kereta cukup jauh nyangkut di bagian depan lokomotif,” imbuh Herman yang ditemui di area PLTU Banjar Sari.
Kapolres Lahat AKBP Benny Subandi melalui Kasat Reskrim AKP Syahril ketika dikonfirmasi mengaku, pihaknya masih terus menyelidiki peristiwa kecelakaan maut tersebut. Rencananya pihaknya akan melakukan pemeriksaan terhadap masinis KA Serelo.
“Masinis akan kita panggil untuk dimintai keterangan, namun statusnya masih sebagai siaksi,” ujar AKP Syahril.
Korban selamat lain, Dedi Trinando (17), warga Lubuklinggau. Kondisinya sudah membaik meskipun kepalanya robek dan harus mendapat delapan jahitan.
Tetap Beroperasi
Meski baru mengalami kecelakaan yang cukup serius, pihak PT Kereta Api Indonesia (KAI) memastikan tidak akan ada pembatalan keberangkatan tujuan Lubuk Linggau dan sekitarnya. Ini disampaikan langsung oleh Manjer Humas PT KAI Divisi Regional 3, Jaya Jarkasa.
“Kereta api kan milik negara. Lagi pula, rel dimana peristiwa berlangsung kan bisa dilewati. Jadi, jadwal keberangkatan tidak ada yang ditunda,” tegas Jaya, Minggu (25/3).
Hanya saja, demi mencegah peristiwa tersebut terulang kembali, pihak PT KAI rencananya akan berkoordinasi langsung dengan pihak PLTU Banjarsari Lahat. Jaya berharap, pihak PLTU Banjarsari Lahat meletakkan minimal satu petugas di areal tersebut.
“Area lokasi kecelakaan kan terlarang karena belum disterilkan dari penduduk setempat. Area tersebut dipakai karena adanya pekerjaan dari PLTU Banjarsari Lahat yang sudah berlangsung sekitar satu tahun. Karena letaknya jauh dari stasiun, kami tidak mungkin menempatkan petugas jaga di sana. Untuk itu, kami nantinya akan berkoordinasi secara langsung dengan pihak PLTU Banjarsari Lahat dalam waktu dekat,” kata Jaya.
Jaya menambahkan, area yang dilewati rel kereta api sepenuhnya dimiliki oleh negara. Sebab itu, jarak 12 meter yang dihitung dari rel kereta api tidak boleh ditempati, baik itu rumah atau pun manusia.
Terkait tindakan masinis, Jaya yakin masinis yang saat itu sedang bertugas sudah melakukan tugasnya dengan benar. Mulai dari tiupan suling, pengereman, hingga laju kereta. Namun, karena suatu hal, para korban tetap tidak menyadari datangnya kereta api.
“Saat itu, masinis yang bertugas kalau tidak salah bernama Mualimin. Saya belum mendengar konfirmasi dari dia secara langsung karena bertepatan dengan hari libur. Namun, saya yakin, ini bukan kelalaian dari dirinya,” ujar Jaya.
Terhadap para korban, Jaya belum berani untuk memberikan santunan. Ia masih menunggu kebijakan dari pimpinan PT KAI. Yang jelas, niat meberikan santunan sempat terlintas di pikiranya.
(mg10/ari/cw6)