Warga Yogya Tuntut Referendum

zoom-inlihat foto Warga Yogya Tuntut Referendum

"Jangan terlalu jauh untuk referendum. Malah tidak ada dasar konstitusionalnya kalau referendum"


MAHFUD MD
Ketua MK
ANTARA

Sripo/Dok

YOGYAKARTA, SRIPO — Polemik silang pendapat antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Sri Sultan Hamengku Buwono X yang menyoal keistimewaan Yogyakarta diharapkan jangan sampai titik referendum. Sebab, hal tersebut dianggap inkonstitusional.

 “Jangan terlalu jauh untuk referendum. Malah tidak ada dasar konstitusionalnya kalau referendum,” ujar Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD saat ditemui di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (30/11).

 Dalam dua hari terakhir ini, di sejumlah sudut kota Yogyakarta memang tertempel stiker dan spanduk menuntut referendum. Namun, yang dimaksud bukan untuk berpisah dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Referendum yang dimaksud untuk menghimpun pendapat warga Yogyakarta, apakah Gubernur DIY secara otomatis dijabat Sultan HBX atau dipilih langsung.

 Menurut Mahfud, baik pendapat SBY maupun Sultan dinilainya sama-sama sudah konstitusional. Pasal 18 ayat (4) menyatakan gubernur, bupati dan wali kota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.

 Sedangkan dalam pasal 18 B Undang-Undang Dasar 1945 memberikan keistimewaan untuk Yogyakarta. Di pasal tersebut dinyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. “Saya hanya ingin mengatakan dua-duanya mempunyai pandangan konstitusional yang harus dihormati,” jelasnya.

Selain itu, lanjut Mahfud, ada 5 di Indonesia ini, yang sekarang sudah disetujui didalam prolegnas yang disebut daerah khusus dan istimewa.

 Aceh khusus, karena kekhususannya disana berlakunya syariat dalam batas tertentu. Jakarta kekhususannya karena dalam hal dia Ibukota. Lalu Bali, karena daerah pariwisata.

Daerah istimewa Yogyakarta karena warisan sejarah. Bukan karena kawasan tertentu. Misalnya suatu saat Batam, Kepulauan Riau bisa jadi daerah khusus di kawasan industri itu bisa. Karena itulah, Mahfud menjelaskan silakan kedua belah pihak memperdebatkan hal tersebut di hadapan parlemen secara terbuka.

 Faktor Perseteruan Sementara itu ada yang berpedapat perseteruan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Sri Sultan Hamengkubuwono X sudah dimulai sejak pemilihan presiden tahun 2009 lalu. Perseteruan semakin meruncing ketika presiden SBY menggulirkan RUU Keistimewaan DIY.

 Dari beberapa informasi, seperti diungkapkan anggota Komisi II DPR Arif Wibowo, perseteruan SBY dengan Sultan bermula permintaan SBY untuk menjalin kerjasama dengan Sultan yang gagal menjadi capres asal Golkar. Namun, Sultan menolak permintaan SBY. “Atas penolakan ini, kemudian SBY geram,” ungkap Arif, Selasa (30/11).

 Semestinya, sebut dia, itu normal saja dalam situasi politik, dan tidak dibawa-bawa dalam urusan yang lebih strategis dan luas. SBY mendapat momentum. Presiden memerintah Mendagri Gamawan Fauzi menggodok RUU Keistimewaan DIY. Dalam rapat kabinet di kantor presiden, Jumat (26/11), SBY melontarkan pernyataan perihal sistem demokrasi yang akan berlangsung di DIY, kendati menyandang keistimewaan. “Tidak mungkin ada sistem monarki yang bertabrakan baik dengan konstitusi maupun nilai demokrasi,” kata presiden.

 Sedangkan anggota Komisi II Ganjar Pranowo menyarankan Presiden SBY segera mengklarifikasi pernyataannya dan mengundang Sultan Hamengkubuwono X untuk menjernihkan masalah yang terjadi. Menurut dia, istilah monarki tak bisa dianggap sepele begitu saja. Rakyat Yogya, ujarnya, kini sudah bereaksi ‘keras’ soal ini. “Sekarang sudah ada, muncul reaksi dari rakyat yogya. Di mana-mana, muncul spanduk dan stiker bertuliskan “referendum”. Sudah ada sejak kemarin,” ujar Ganjar.

 Hari Ini Finalisasi RUU  Meski di luar bermunculan pendapat miring, draf RUU Keistimewaan Yogyakarta dipastikan difinalisasi dalam sidang kabinet, Rabu (1/12) ini. Setelah draf itu final, pemerintah akan membawanya ke Komisi II untuk dibahas lebih lanjut.

 “Saya berusaha, mudah-mudahan. Besok, sidang kabinet. Setelah sidang kabinet langsung dibawa ke DPR,” ujar Mendagri Gamawan Fauzi di Gedung DPR.

 Menurut dia, pemerintah akan sangat hati-hati dalam finalisasi draf RUU Keistimewaan Yogyakarta ini. Selain tetap mengacu amanah UUD 45, pemerintah akan mempertimbangkan dinamika politik yang terjadi dan akan terjadi.

 Yang jelas, sebut Gamawan, draf RUU Keistimewaan Yogyakarta tidak akan menyingkirkan sejarah kesultanan Yogyakarta. “Ada konstitusi, ada pengalaman sejarah Yogya. Ini yang sedang diformulasikan,” katanya.

 Sejauh ini, ada 6 keistimewaan yang telah disepakati pemerintah dan Komisi II DPR. Namun, ada satu keistimewaan yang belum menemui titik temu, yakni tata cara pemilihan pemimpin Yogyakarta. Selama ini, jabatan gubernur dan wakil DIY dipegang ke pihak keraton secara turun-temurun. Namun, dengan draf RUU Keistimewaan ini hal itu bisa berubah.

(tribunnews/ade)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved