Etika Kritik dan Kritik Beretika Paradoks

CARA berpikir masyarakat kita sering kali paradoks (kondisi yang bertentangan apa yang diharapkan atau diperkirakan). Contohnya, tatkala pada Pemilu legislatif 9 April lalu, DPT (Daftar Pemilih Tetap) kacau balau, banyak orang berkeyakinan, bangsa kita akan menghadapi kerusuhan politik. Bahkan ada yang menyatakan akan terjadi revolusi sosial. Ternyata, prakiraan itu sangat keliru. Bahkan pemilu berjalan dengan baik, damai dan tertip.
Ada juga pengamat-pengamat yang menyatakan sistem Pemilu 2004 lalu suatu uji-coba dalam situasi politik yang labil. Dengan labil, tidak mungkin ada keteraturan demokrasi. Alasannya, benar, logis dan objektif. Namun, kenyataannya, hasil Pemilu 2004 lalu  justru membuahkan sistem pemerintahan yang stabil. Jika Anda yakin, negeri ini “aman”, maka hasilnya (output), sering kali tidak aman. Tetapi, jika Anda yakin, negeri ini “tidak aman”, maka hasilnya (output) selalu aman dan tenteram.
Tak heran, jika Anda yakin benar, SBY akan dapat membawa perubahan di negeri ini, maka hasilnya (output) tidak akan ada perubahan di negeri ini. Tetapi, jika Anda yakin, SBY tidak dapat membawa perubahan, maka hasilnya (output), akan terjadi banyak perubahan di negeri ini.
Jadi, rakyat perlu berpikir rasional dan cerdas, jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan. Banyak kalangan intektual yang cara berpikirnya tidak nalar. Tampak pada kecenderungan yang tidak runtut, adanya ketidaksinambungan logika. Tapi ada pandangan yang logis dan objektif, tapi hasilnya kontradiksi dengan apa yang diharapkan atau diperkirakan (paradoks). 

Harrison P Siregar
Mahasiswa UI-FISIP jurusan Adm. Negara
From: “Harrison Siregar”

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved