Makanan Bergizi Gratis
TOLAK Dilibatkan Cicipi Menu MBG demi Cegah Keracunan Massal, Guru Tegaskan Tugasnya Mengajar
Menurut P2G, pekerjaan utama guru adalah mengajar, bukan menambah beban baru dengan menjadi juru icip mencicipi makanan.
SRIPOKU.COM - Penolakan datang dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) terkait peran guru dilibatkan untuk mencicipi menu Makan Bergizi Gratis (MBG) di sekolah demi mencegah terjadinya keracunan massal.
Menurut P2G, pekerjaan utama guru adalah mengajar, bukan menambah beban baru dengan menjadi juru icip mencicipi makanan sebelum dibagikan ke murid.
Terlebih dalam wacananya guru juga ditugaskan untuk mengawasi murid menyantap hidangan hingga membereskan sisanya.
"Pekerjaan guru adalah mengajar, bukan mempertaruhkan kesehatan dan keselamatan kerja," tegas Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri di gedung Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI), Kuningan, Jakarta Selatan, dikutip TribunJabar, Jumat (3/10/2025).
Program MBG adalah program pemerintah Indonesia yang bertujuan untuk menyediakan makanan bergizi secara gratis kepada kelompok rentan, seperti siswa sekolah, ibu hamil, ibu menyusui, dan balita, guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mengurangi angka malnutrisi dan stunting.
Program ini merupakan inisiatif dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk membangun fondasi kesehatan dan kesejahteraan bangsa, serta turut menggerakkan ekonomi lokal dengan melibatkan UMKM dan produsen rakyat dalam rantai pasoknya. Akan tetapi, dalam praktiknya justru banyak yang keracunan.
Badan Gizi Nasional (BGN) sebelumnya telah menerbitkan aturan yang menyebutkan bahwa setiap sekolah penerima manfaat MBG diwajibkan menunjuk 1 hingga 3 orang guru sebagai Person in Charge (PIC).
Prioritas insentif sebesar Rp100 ribu per hari penugasan akan diberikan kepada guru bantu atau honorer, sebagai upaya meringankan beban kerja tambahan yang ditimbulkan. Namun, bagi P2G, penambahan insentif tersebut tidak mengubah esensi masalah, yaitu tugas non-pendidikan yang mengganggu kegiatan inti guru.
Iman menambahkan bahwa beban kerja guru sebelum adanya MBG pun sudah banyak. Penolakan P2G ini berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Dalam Pasal 35 UU tersebut, beban kerja guru mencakup kegiatan pokok seperti merencanakan, melaksanakan, dan menilai pembelajaran, serta membimbing peserta didik. Mengelola MBG bukan merupakan beban kerja guru yang diatur oleh Undang-Undang.
Di sisi lain, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti menanggapi isu beban kerja ini dengan menyebutkan bahwa insentif untuk guru yang menjadi penanggung jawab MBG akan diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres).
"Nanti lihat di Perpresnya, kan kami belum tahu karena belum keluar aturannya, kalau sudah ada, baru kami sampaikan," ujar Abdul Mu'ti di Kementerian Kesehatan, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (2/10/2025).
Artikel ini telah tayang di TribunLampung.co.id.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.