Uya, Eko, Nafa, dan Ahmad Sahroni Dinonaktifkan Parpol, Begini Mekanisme Pemecatan Anggota DPR RI

Ada lima anggota DPR RI yang dinonaktifkan parpol, tapi belum tentu dipecat. Lantas, seperti apa mekanisme pemecatan anggota DPR RI?

|
Editor: Refly Permana
Instagram @nafaurbach
DINONAKTIFKAN - Nafa Urbach saat menjalankan profesinya sebagai anggota DPR RI komisi IX. Penyanyi dan pemain sinteron ini sudah dinonaktifkan oleh parpol pengusung diduga karena ucapannya yang menuai kritik dari publik. 

SRIPOKU.COM - Ada lima anggota DPR RI yang dinonaktifkan parpol pengusung.

Akan tetapi, status mereka masih anggota DPR RI.

Apalagi, jika mengutip ucapan Said Abdullah selaku Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, tidak ada istilah anggota DPR RI nonaktif.

Lantas, seperti apa mekanisme pemecatan anggota DPR RI?

Dosen Hukum Tata Negara Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini menegaskan, istilah “nonaktif” yang digunakan partai politik tidak otomatis mengubah status hukum seorang legislator.

Baca juga: 7 Tuntutan Aksi Mahasiswa di Palembang, Cabut Tunjangan DPR hingga Copot Kapolri

Menurut Titi, Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib DPR juga menegaskan hal serupa, yakni nonaktif hanya berlaku bagi pimpinan atau anggota MKD. 

Dengan demikian, kata Titi, penonaktifan kader oleh partai politik yang sudah diumumkan baru sebatas keputusan internal. 

Belum sampai ke mekanisme hukum untuk mengubah status seorang anggota DPR RI.

Titi menuturkan, perubahan status anggota DPR hanya bisa terjadi melalui mekanisme PAW yang diatur dalam Pasal 239 UU MD3.

Ada tiga kondisi yang menyebabkan anggota DPR berhenti antarwaktu, yakni meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan. 

Pemberhentian itu pun ada syaratnya, misalnya tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan selama tiga bulan tanpa keterangan, melanggar sumpah jabatan, hingga dijatuhi pidana minimal lima tahun. 

Baca juga: Diputuskan BRUT, Sebab Perintah Prabowo Cabut Tunjangan Anggota DPR RI tak Bisa Langsung Dieksekusi

“(Syarat lain) diusulkan oleh partai politiknya, tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPR, melanggar larangan dalam UU MD3, diberhentikan sebagai anggota partai politik, atau menjadi anggota partai politik lain,” kata Titi. 

Mekanisme tersebut, lanjut Titi, dibuat agar tidak ada kursi baru di luar hasil pemilu. 

Selain PAW, UU MD3 juga mengatur pemberhentian sementara, yakni ketika seorang anggota DPR menjadi terdakwa perkara tindak pidana dengan ancaman minimal lima tahun penjara atau kasus khusus seperti korupsi dan terorisme. 

“Kalau putusan pengadilan menyatakan bersalah, barulah yang bersangkutan diberhentikan tetap. Jika tidak bersalah, maka statusnya dipulihkan. Selama pemberhentian sementara, anggota DPR tetap memperoleh sebagian hak keuangan,” ujar Titi.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved