Tantangan seperti radikalisme, hoaks, dan degradasi moral harus dihadapi dengan ilmu, hikmah, dan kolaborasi.
Pesantren, masjid, dan lembaga dakwah harus menjadi garda terdepan dalam melahirkan generasi yang "faqih fiddin, qawiyyul jasad" (menguasai agama dan kuat fisik) untuk mengisi kemerdekaan.
Generasi muda Muslim memiliki tanggung jawab besar dalam meneruskan estafet kemerdekaan.
Rasulullah SAW bersabda: "Manfaatkan lima perkara sebelum datang lima perkara: mudamu sebelum tuamu, sehatmu sebelum sakitmu..." (HR. Al-Hakim).
Di usia 80 tahun Indonesia, pemuda Muslim harus menjadi pelopor perubahan dengan menguasai ilmu dunia dan akhirat. Mereka harus memimpin inovasi di bidang teknologi, ekonomi syariah, dan pendidikan, sambil tetap menjaga identitas keislaman.
Sejarah membuktikan bahwa tokoh-tokoh muda seperti Bung Tomo dan Agus Salim berhasil menggabungkan semangat keislaman dengan nasionalisme.
Kini, di era digital, pemuda Muslim bisa meneladani hal serupa dengan menjadi content creator yang menyebarkan nilai-nilai Islam moderat dan cinta tanah air.
Kemerdekaan ekonomi adalah salah satu tantangan terbesar Indonesia di usia ke-80. Allah berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil..." (QS. An-Nisa': 29).
Sistem ekonomi berbasis Tauhid menekankan keadilan, larangan riba, dan kewajiban zakat. Di tengah kapitalisme global, umat Islam harus mengembangkan ekonomi kerakyatan melalui koperasi syariah, UMKM halal, dan investasi sosial.
Contoh nyata adalah pesantren-pesantren yang berhasil membangun kemandirian ekonomi melalui usaha pertanian, ternak, dan industri kreatif. Ini membuktikan bahwa prinsip Tauhid tidak hanya mengatur ibadah mahdhah, tetapi juga tata kelola ekonomi yang berkeadilan.
Kemerdekaan juga berarti bertanggung jawab atas kelestarian alam. Allah berfirman: "Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi setelah (diciptakan) dengan baik..." (QS. Al-A'raf: 56).
Indonesia yang diberi kekayaan hutan, laut, dan biodiversitas harus dijaga sebagai amanah ilahi. Umat Islam bisa memelopori gerakan eco-masjid, mengurangi sampah plastik, dan mengembangkan energi terbarukan.
Ini sejalan dengan konsep Khalifah fil Ardh (pemimpin di bumi) yang diperintahkan Allah. Dengan merawat alam, kita tidak hanya menjaga kemerdekaan untuk generasi sekarang, tetapi juga untuk anak cucu di masa depan.
80 tahun kemerdekaan adalah momentum untuk kembali kepada Tauhid sebagai kompas berbangsa. Sebagaimana doa Nabi Ibrahim dalam QS. Al-Baqarah: 126: "Ya Tuhan, jadikan negeri ini negeri yang aman dan berilah rezeki buah-buahan kepada penduduknya yang beriman.
" Indonesia akan menjadi Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur (negeri yang baik dan mendapat ampunan Allah) jika kita bersatu dalam ketaatan, bekerja keras dengan ikhlas, dan menjadikan syukur sebagai tradisi. Merdeka dengan Tauhid bukan hanya slogan, tapi aksi nyata untuk Indonesia Emas 2045. (*)