Supratman berujar, Kementerian Hukum bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertugas melengkapi dokumen yang dibutuhkan Otoritas Singapura selaku pihak yang mewakili Indonesia dalam persidangan ekstradisi.
Sebelumnya, Direktur Jenderal (Dirjen) AHU pada Kementerian Hukum, Widodo mengatakan bahwa saksi-saksi Paulus Tangos yang akan dihadirkan dalam sidang lanjutan ekstradisi bisa ditolak oleh Pengadilan Singapura.
Widodo menyebut, saksi-saksi tersebut akan dinilai bersama dalam sidang lanjutan Paulus Tannos.
"Nah itu pun juga saksi-saksi nanti kita (Jaksa Singapura) lakukan penilaian bersama gitu. Penilaian bersama artinya, bisa saja saksi yang dia ajukan ditolak," kata Widodo saat ditemui di Kementerian Hukum, Jakarta pada 17 Juli 2025.
"Kalau diterima, baru didengarkan kesaksiannya, atau diminta keterangannya," ujarnya.
Widodo menuturkan, jika saksi-saksi yang dihadirkan Paulus Tannos ditolak, maka Jaksa Singapura sebagai pihak yang mewakili pemerintah Indonesia dapat mengajukan saksi dalam sidang lanjutan.
"Atau dia (Paulus Tannos) minta tambahan waktu lagi untuk mengajukan lagi. Nah ini makanya membutuhkan waktu, kalkulasinya memang tidak singkat," tuturnya.
Widodo mengatakan, proses ekstradisi Paulus Tannos akan memakan waktu sampai dua tahun.
Oleh karena itu, dia berharap Paulus Tannos kooperatif hingga menyerahkan diri untuk diekstradisi ke Indonesia.
"Kita berharap yang bersangkutan untuk kooperatif, dan ada keajaiban, keajaiban ini bisa saja yang bersangkutan mengatakan, 'Pak kami berkenan untuk Indonesia, sudah lah. Saya mengalah dan mengaku salah', ya bisa saja enggak sampai dua tahun," papar Widodo.
==============================
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "KPK Sebut Paulus Tannos Punya Paspor Republik Guinea-Bissau untuk Lepas Status WNI"