SRIPOKU.COM, KAYUAGUNG - Tiga bulan sudah berlalu sejak Hadi Irawan (HI), komisioner Divisi Perancangan Data dan Informasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ogan Komering Ilir (OKI), dinonaktifkan dari jabatannya.
Hadi Irawan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana hibah panitia pengawasan pemilu (Panwaslu) Kabupaten OKI tahun 2017-2018 yang merugikan negara hingga Rp4.728.709.454.
Meskipun telah dinonaktifkan, KPU OKI belum mengambil langkah untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut.
"Statusnya saat ini belum berhenti, namun yang bersangkutan HI sudah dinonaktifkan sebagai komisioner KPU OKI," jelas Ketua KPU OKI, M. Irsan, saat ditemui di ruang kerjanya pada Kamis (12/6/2025) siang.
Ketika ditanya mengenai kekosongan yang telah berlangsung selama tiga bulan ini, Irsan menegaskan bahwa KPU OKI masih menunggu keputusan hukum tetap dari persidangan.
"Kami masih menunggu keputusan hukum tetap sidang pengadilan. Setelah itu barulah tindakan terkait pengisi kekosongan salah satu komisioner dilakukan KPU pusat," tegasnya.
Kasus dugaan korupsi dana hibah Panwaslu OKI ini merupakan pengembangan dari penyelidikan sebelumnya.
Kejaksaan Negeri (Kejari) OKI sebelumnya telah menetapkan dua komisioner lain sebagai tersangka, yakni Hadi Irawan (HI) dan Ikhsan Hamidi (IH), yang diduga turut menikmati uang hasil korupsi.
Kepala Kejari OKI, Hendri Hanafi, dalam kesempatan sebelumnya menyebutkan bahwa terdapat dugaan HI menerima uang sebesar Rp402,5 juta dan IH menerima Rp328,5 juta.
"Hari ini kita menetapkan dua orang tersangka lagi masing-masing HI dan IH dalam pengembangan kasus dugaan korupsi pengelolaan dana hibah panwaslu OKI tahun 2017 dan 2018," kata Hendri kepada awak media.
Dijelaskan Hendri, tersangka HI merupakan anggota Panwaslu 2017 dan 2018 yang saat ini masih aktif menjabat sebagai salah satu komisioner KPU OKI.
Sementara itu, IH adalah anggota Panwaslu 2017 dan 2018 serta Ketua Bawaslu OKI periode 2019 hingga 2024 silam.
"Dalam faktanya maka ditemukan keterlibatan kedua tersangka yang tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menguntungkan diri sendiri," ungkapnya.
Atas perbuatannya, kedua tersangka disangkakan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Serta Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.