Mata Lokal UMKM

Kerajinan Rotan Palembang di Ambang Senja, Perajin Terancam Gulung Tikar, Kini Beralih Profesi

Penulis: Syahrul Hidayat
Editor: Yandi Triansyah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KURSI ROTAN --- Pengrajin rotan menyelesaikan pembuatan kursi rotan di Perajin Rotan Eka Jaya, Jalan Belabak, 3 Ilir, Ilir Timur II Palembang, Rabu (21/5/2025). Menurunnya daya beli warga dan minat warga ke rotan turun dan kurangnya pasokan bahan baku mengakibatkan perajin rotan sepi produksi.

SRIPOKU.COM, PALEMBANG – Jalan Belabak, Ratu Sianom, 3 Ilir, Palembang, yang dulu riuh dengan suara aktivitas para perajin rotan, kini sepi.

Tumpukan kursi rotan siap pakai yang dulunya menghiasi hampir sepanjang jalan, kini hanya tinggal hitungan jari.

Industri kerajinan rotan Palembang, yang pernah menjadi denyut nadi perekonomian lokal dan penjaga warisan budaya, kini berada di ambang kepunahan.

Akankah warisan berharga ini bertahan, atau hanya akan menjadi kisah masa lalu?

Sentra kerajinan rotan di kawasan 3 Ilir Palembang dulunya begitu ramai. Kursi, meja, lemari, hingga pernak-pernik dekorasi rumah dari rotan Palembang terkenal dengan kualitas dan keunikannya.

Namun, seiring berjalannya waktu, gempuran produk-produk pabrikan dan minimnya regenerasi membuat industri ini terancam punah.

Banyak perajin terpaksa banting setir, meninggalkan pekerjaan yang telah mereka geluti turun-temurun demi menyambung hidup.

"Dulu, pembeli datang silih berganti. Sekarang, untuk satu bulan saja bisa dihitung jari," keluh Ikhsan Abdul Gani (60), salah satu perajin rotan senior yang sudah bertahan sejak 1989.

Saat ditemui pada Rabu (21/5/2025), Ikhsan tak bisa menyembunyikan kekhawatirannya atas lesunya bisnis kerajinan rotan yang sudah puluhan tahun digelutinya.

Penjualan Merosot, Bahan Baku Langka

Sejak awal tahun 2025, penjualan rotan Eka Jaya milik Ikhsan merosot tajam hingga 65 persen. Jika biasanya ia bisa memproduksi banyak, kini hanya 2 hingga 3 set per bulan.

"Pemesanan lesu. Daya beli warga menurun," keluh Ikhsan. Padahal, produknya dahulu laku keras, bahkan diminati hingga perkebunan sawit di Prabumulih dan Sekayu.

Perubahan gaya hidup masyarakat modern yang lebih memilih perabotan modern dan minimalis menjadi salah satu penyebab lesunya pemasaran produk rotan.

Namun, selain anjloknya daya beli, masalah utama yang menghantam para perajin adalah sulitnya mendapatkan bahan baku rotan.

Ikhsan menjelaskan bahwa pasokan rotan dari Linggau, yang biasanya menjadi andalan, kini langsung diekspor ke Tiongkok dan India melalui Jawa dan Cirebon.

Halaman
12

Berita Terkini