Prevalensi stunting di daerah ini pada tahun 2022 tercatat sebesar 23,8 persen, lebih rendah dari rata-rata
nasional yang sebesar 27,7 persen.
Namun, terdapat disparitas geografis yang signifikan di antara kabupaten/kota. Contohnya, prevalensi stunting di Musi Rawas mencapai 25,4 persen, sedangkan di Lubuk Linggau hanya 11,6 persen.
Statistik tentang wasting juga menunjukkan gambaran serupa. Prevalensi gizi buruk akut di Sumsel
pada tahun 2022 adalah 7,7 persen, sedikit lebih rendah dari rata-rata nasional 7,8 persen.
Namun, disparitas yang signifikan terlihat antar kabupaten/kota, seperti Ogan Komering Ilir yang mencatat prevalensi wasting yang tinggi sebesar 10,8 persen.
Data ini menunjukkan perlunya intervensi khusus yang dirancang untuk mengatasi masalah stunting dan wasting dengan memperhatikan kondisi spesifik setiap daerah.
Pendorong Dinamika Kerawanan Pangan dan Gizi
Data terbaru menunjukkan bahwa Sumsel membuat kemajuan signifikan dalam mengatasi ketidakcukupan konsumsi pangan dan kerawanan pangan, serta dalam mengurangi prevalensi stunting dan wasting.
Namun, upaya berkelanjutan dan adaptasi kebijakan yang responsif tetap menjadi kunci untuk kesuksesan jangka panjang dalam bidang gizi dan ketahanan pangan.
Faktor utama yang mempengaruhi dinamika ini termasuk tingkat kemiskinan yang masih relatif tinggi, ketersediaan pangan yang tidak merata, dampak perubahan iklim pada sektor pertanian, pola asuh yang belum optimal, dan gangguan akibat pandemi COVID-19.
Situasi ini menuntut strategi adaptif, inovatif, dan berkelanjutan untuk menghadapi tantangan global dan perubahan iklim yang membawa kita ke era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, and Ambiguity).
Kunci utamanya adalah pembangunan pangan dan ketahanan gizi yang dapat menyesuaikan diri dengan kondisi yang terus berubah.
Strategi Pengentasan
Untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan kedua (SDG 2) - yang bertujuan mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan gizi yang lebih baik, serta mempromosikan pertanian yang berkelanjutan - Sumsel harus membangun kerjasama yang erat antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil.
Strategi ini harus berfokus pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama keluarga miskin, sebagai kunci utama.
Pemerintah memegang peranan penting dalam meningkatkan akses masyarakat terhadap pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan yang layak, serta memastikan ketersediaan sumber daya yang memadai untuk kebutuhan pangan.