Berita PALI

Dikepung Kelelawar, Siswa SMPN 4 Talang Ubi Terpaksa Belajar di Halaman Sekolah Beralas Terpal

Berbagai upaya dilakukan sekolah untuk mengusir kelelawar, mulai dari pembersihan, pengasapan hingga mendatangkan pemadam kebakaran.

Penulis: Apriansyah Iskandar | Editor: tarso romli
sripoku.com/apriansyah Iskandar
BELAJAR DI HALAMAN -- Sejumlah siswa SMP Negeri 4 Talang Ubi terpaksa mengikuti kegiatan belajar mengajar di halaman, hanya beralaskan terpal dan beratapkan langit. Kondisi ini terjadi karena ruang kelas mereka rusak dan terkontaminasi kotoran kelelawar. Sementara 3 ruangan kelas lainya sedang dalam tahap perbaikan, Rabu (6/8/2025). 

SRIPOKU.COM,PALI -- Inilah realita pahit yang terpaksa dijalani sebagian siswa-siswi di  SMP Negeri 4 Talang Ubi, yang berada di Desa Karta Dewa, Kecamatan Talang Ubi, Kabupaten PALI.

Di mana terdapat siswa dalam satu kelas (Rombel) belajar di halaman dan hanya beralas terpal dibawah pohon, tanpa bangku maupun meja belajar.

Di hadapan mereka, seorang guru mengajar dengan papan tulis kecil dan suara yang harus bersaing dengan angin dan deru kendaraan yang melintas dari kejauhan.

Bukan karena tidak ada gedung sekolah. Tapi karena sebagian ruang kelas mereka rusak parah, diserbu ribuan kelelawar yang bersarang di plafon bangunan. 

Kepala Sekolah SMP Negeri 4 Talang Ubi, Nurjanah, S.Pd., melalui Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, Riana Febrianty, S.Pd, menyampaikan bahwa satu kelas terpaksa harus belajar di halaman, beralas terpal, karena tak ada lagi ruang yang bisa digunakan secara aman dan nyaman.

“Ya, kami terpaksa belajar di bawah pohon karena tidak ada ruang kosong lagi. Mushola dan perpustakaan juga sudah digunakan,” ungkap Riana Febrianty, S.Pd., Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, Rabu (6/8/2025).

Dijelaskannya, SMPN 4 Talang Ubi sebenarnya memiliki total 14 ruang kelas, tapi hanya sembilan yang saat ini masih bisa digunakan. 

Lima ruang kelas lainnya tidak bisa digunakan, dikarenakan tiga ruangan dalam upaya tahap rehabilitasi atau perbaikan, di mana atapnya sedang dilakukan pembokaran.

Sementara dua ruang kelas, masih dalam kondisi rusak, karena plafon ambrol akibat kotoran kelelawar.

Oleh karena itu pihak sekolah harus memutar otak mencari tempat pengganti. Solusinya? Mushola, perpustakaan, Lab dan bahkan terpaksa di halaman sekolah, karena tidak ada ruangan lagi.

"Tiga ruangan kelas sedang proses rehab, semoga bisa selesai secepatnya. 2 ruangan tidak bisa digunakan. Jadi untuk sementara, siswa tetap harus belajar dengan sistem darurat di Mushola, perpustakaan, Lab, dan ada satu rombel terpaksa kami tempatkan di halaman, tepat di bawah pohon,beralaskan terpal, karena tidak ada ruangan lagi yang bisa digunakan,” katanya.

Meski dalam kondisi yang nyaris darurat, sekolah tidak bisa diliburkan. Pilihan untuk pembelajaran daring tidak memungkinkan, karena siswa banyak yang tidak punya HP dan berasal dari keluarga yang kurang mampu.

Begitu juga kalau dibuat dua shift waktu pembelajaran juga sulit, karena sebagian besar guru berasal dari luar Desa. 

"Jadi pilihannya saat ini adalah bertahan dan beradaptasi, walaupun dengan segala keterbatasan. Sambil menunggu tiga ruangan kelas selesai direnovasi. Kalau masalah kenyamanan, ya dipaksakan nyaman. Sekolah harus tetap jalan. Anak-anak harus tetap semangat, dan kami para guru juga tidak boleh menyerah, ”ungkapnya.

Ia mengungkapkan masalah pelik serangan ribuan kelelawar yang menjadikan plafon gedung sekolah sebagai sarang permanen telah berlangsung sejak lama.

Sumber: Sriwijaya Post
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved