Berita Nasional

Ini Ulasan Mahfud MD Tegas Sebut Perbuatan Tom Lembong tak ada Niat jahat, 'Vonis Hakim Itu Salah'

Vonis yang dijatuhkan kepada Menteri Perdagangan periode 2015-2016 Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong dinilai salah

Editor: Welly Hadinata
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
MAHFUD MD - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD saat wawancara khusus dengan Tribunnews.com di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Selasa (19/11/2019). 

SRIPOKU.COM - Mantan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menilai, tidak ditemukan mens rea atau niat jahat dalam perbuatan yang dilakukan oleh Tom Lembong

Vonis yang dijatuhkan kepada Menteri Perdagangan periode 2015-2016 Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong dinilai salah. 

Sebab, Tom disebut hanya melaksanakan perintah dari atas, ketika kebijakan importasi gula itu dilaksanakan pada saat itu.

Selain itu, langkah hakim yang menghitung sendiri kerugian negara yang ditimbulkan akibat kebijakan importasi tersebut turut disorot.

Sebabnya, hakim terkesan tidak percaya dengan penghitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). 

"Setelah saya mengikuti isi persidangan dan mendengar vonisnya, maka menurut saya vonis itu salah," kata Mahfud kepada Kompas.com, Selasa (22/7/2025).

Ia menjelaskan bahwa sebelumnya pernah menyatakan proses hukum dalam penetapan Tom Lembong sebagai tersangka sudah sesuai dengan koridor hukum, jika dikaitkan dengan dugaan aliran dana korupsi.

"Waktu itu ada yang mengatakan bahwa Tom Lembong tak bisa dijadikan tersangka karena tak sepeser pun ada dana yang masuk kepadanya. Maka saya jawab di dalam hukum yang resmi, orang bisa dijerat hukum korupsi apabila memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau korporasi dengan cara melawan hukum dan merugikan keuangan negara," terangnya.

Sehingga dalam konteks tersebut, menurutnya, meskipun Tom Lembong tidak menerima aliran dana, tetapi perbuatannya memperkaya orang lain atau korporasi, maka ia bisa dijerat dengan pasal rasuah.

Dengan catatan, perbuatannya tergolong sebagai perbuatan melawan hukum dan ada kerugian keuangan negara di dalamnya.

Mahfud mengaku mengikuti terus proses persidangan eks petinggi Timnas Anies-Muhaimin tersebut.

Menurutnya, tidak ditemukan niat jahat atau mens rea yang dilakukan Tom Lembong, berdasarkan fakta-fakta persidangan yang muncul.

"Menurut saya, tidak ada unsur mens rea sehingga tidak bisa dipidanakan. Dalilnya geen straf zonder schuld, artinya 'tidak ada pemidanaan jika tidak ada kesalahan'. Unsur utama kesalahan itu adalah mens rea," jelasnya.

"Untuk menghukum seseorang, selain actus reus (fakta tindakan fisik) masih harus ada mens rea atau niat jahat. Dalam konteks vonis Tom Lembong ini, ternyata tidak ditemukan mens rea atau niat jahat,"

Kenapa tak ada niat jahat? 

Mahfud menilai, tindakan impor gula yang dilakukan Tom Lembong hanyalah melaksanakan perintah dari atas.

Dalam hal ini, atasan Tom Lembong adalah Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi). 

"Di kasus Tom Lembong tidak ditemukan mens rea, karena dia hanya melaksanakan tugas dari atas yang bersifat administratif," ujar Mahfud.

Pengacara Tom Lembong, Zaid Mushafi, pun turut mengamini bahwa putusan hakim mengabaikan fakta adanya perintah Presiden Jokowi dalam kebijakan importasi gula.

Menurutnya, persetujuan impor (PI) gula kristal mentah (GKM) yang diterbitkan Tom Lembong dilakukan dalam rangka pembentukan stok gula nasional dan pengendalian harga.

Tindakan ini dilakukan Tom Lembong karena Jokowi memintanya meredam gejolak harga bahan pokok, termasuk gula.

Begitu pun terkait penunjukkan koperasi milik TNI-Polri, yang disebut Zaid, juga tidak terlepas dari izin Jokowi.

Hal ini turut diamini oleh Ketua Induk Koperasi Kartika (Inkopkar) 2015-2016, Mayjen (Purn) Felix Hutabarat yang dihadirkan dalam sidang pada 20 Mei 2025 lalu.

Saat itu, Felix mengamini bahwa dirinya mendapatkan perintah dari Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) saat itu, Jenderal (Purn) Mulyono, yang sebelumnya mendapatkan perintah dari presiden untuk membantu mengendalikan harga gula di daerah.

Oleh karenanya, Mahfud menilai bahwa perbuatan Tom Lembong tidak terlepas dari adanya perintah dari "atas".

Sebab, Tom Lembong hanya menjalankan tugas administratifnya sebagai bawahan presiden. 

"Dalam konteks vonis Tom Lembong ini, ternyata tidak ditemukan mens rea atau niat jahat. Sebab kebijakan impor oleh Tom Lembong itu dilakukan atas perintah. Jadi yang dilakukan Tom Lembong itu berasal dari hulu yang mengalir kepadanya, untuk diteruskan lagi sampai ke hilir," paparnya.

Perhitungan hakim lemah 

Selain itu, Mahfud menyoroti perhitungan kerugian negara yang dilakukan sendiri oleh majelis hakim.

Ia heran lantaran hakim justru tidak percaya dengan hasil penghitungan BPKP, lembaga yang memang memiliki wewenang untuk melakukan penghitungan tersebut.

"Selain kelemahan dari sudut mens rea, vonis untuk Tom Lembong juga tidak menunjukkan rangkaian logis tentang actus reus yang bisa dibuktikan," ungkapnya.

"Kelemahan lain, perhitungan kerugian negara yang resmi dibuat oleh BPKP dinilai tidak benar sehingga majelis hakim membuat hitungan dengan matematikanya sendiri," lanjut Mahfud.

Mahfud juga menyoroti hakim yang bercanda mengenai kapitalistik. Dia menilai, hakim tersebut tidak bisa membedakan ide dan norma.

"Hakim juga bercanda lucu bahwa salah satu yang memberatkan Tom Lembong adalah membuat kebijakan yang kapitalistik. Tampaknya hakim tak paham bedanya ide dan norma," jelasnya.

Vonis 4,5 tahun Tom Lembong

Menteri Perdagangan periode 2015-2016 Tom Lembong telah dijatuhi vonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan dalam kasus korupsi impor gula.

Menurut majelis hakim, kebijakan Tom Lembong mengimpor gula kristal mentah telah merugikan negara sebesar Rp 194.718.181.818,19 atau Rp 194,7 miliar.

Kerugian itu timbul akibat kemahalan harga pembelian gula kristal putih (GKP) PT PPI kepada perusahaan gula swasta yang mengimpor gula kristal mentah (GKM) atas izin Tom Lembong.

Majelis menyebut, harga pokok penjualan (HPP) gula saat itu Rp 8.900 per kilogram. Namun, PT PPI membeli dari para produsen itu senilai Rp 9.000 per kilogram.

“Didasari atas perbuatan secara melawan hukum telah pula mengakibatkan kerugian keuangan negara in casu kerugian keuangan PT PPI Persero karena uang sejumlah Rp 194.718.181.818,19 seharusnya adalah bagian keuntungan yang seharusnya diterima oleh PT PPI Persero,” kata Hakim Anggota, Alfis Setiawan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (18/7/2025).

Hakim pun menilai, kebijakan Tom Lembong dalam mengimpor gula hanya mengedepankan ekonomi kapitalis, alih-alih ekonomi Pancasila.

"Terdakwa pada saat menjadi Menteri Perdagangan kebijakan menjaga ketersediaan gula nasional dan stabilitas harga gula nasional lebih mengedepankan ekonomi kapitalis, dibandingkan sistem demokrasi ekonomi dan sistem Pancasila berdasarkan kesejahteraan umum dan keadilan sosial," ungkap hakim saat membacakan hal-hal yang memberatkan tindakan Tom Lembong.

Selain itu, Tom Lembong juga dinilai tidak melaksanakan asas kepastian hukum dan meletakkan hukum dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar pengambilan setiap kebijakan dalam pengendalian harga gula, ketika menjabat sebagai Menteri Perdagangan.

Hakim juga menilai, Tom Lembong tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawab secara akuntabel, bermanfaat dan adil dalam pengendalian stabilitas harga gula yang murah dan terjangkau oleh masyarakat sebagai konsumen terakhir atau bahan kebutuhan pokok berupa gula kristal putih (GKP).

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved