Kapal Tenggelam di Selat Bali

'Setelah Miring Kapal Blackout' Kesaksian Riko Kru Tunu Pratama Selamat, Semalam Mengapung di Lautan

Kesaksian Riko pria 28 tahun asal Banyuwangi menjadi saksi hidup dari insiden mencekam tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali.

Editor: pairat
THINKSTOCK.COM via Kompas.com
KESAKSIAN ABK RIKO - Foto ilustrasi, kesaksian Riko pria 28 tahun asal Banyuwangi, yang menjadi saksi hidup dari insiden mencekam tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali. 

SRIPOKU.COM - Berikut kesaksian Riko, pria 28 tahun asal Banyuwangi yang menjadi saksi hidup dari insiden mencekam tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali.

Riko merupakan Anak Buah Kapal (ABK) yang telah bekerja selama lima tahun di kapal tersebut.

Ia menjadi satu dari 16 orang yang berhasil selamat dan mencapai pesisir Pantai Pebuahan, Desa Banyubiru, Kecamatan Negara, Jembrana, Bali.

Kisahnya dimulai saat ia sedang beristirahat di dalam kapal pada Rabu malam (2/7/2025), sekitar pukul 23.30 WIB. Saat itu, ia tengah tidur karena bersiap untuk giliran jaga pada pukul 01.00 WIB.

“Saya tidak begitu mengetahui (kejadiannya) karena saya istirahat tidur karena aplus jaga karena jam 01.00 WIB mau jaga,” tutur Riko seperti dikutip dari Tribun Bali

Namun, tidurnya terganggu oleh perasaan tidak biasa. Ia merasakan kapal mulai miring ke arah kanan, sesuatu yang tidak lazim terjadi dalam pelayaran malam itu.

TENGGELAM DI SELAT BALI - Suasana di Pelabuhan Gilimanuk Bali (kanan). Susana evakuasi korban yang meninggal dunia KMP Tunu Pratama Jaya Tenggelam di Selat Bali, SAR Gabungan Terus Cari 53 Penumpang dan 22 Kendaraan (kanan).
TENGGELAM DI SELAT BALI - Suasana di Pelabuhan Gilimanuk Bali (kanan). Susana evakuasi korban yang meninggal dunia KMP Tunu Pratama Jaya Tenggelam di Selat Bali, SAR Gabungan Terus Cari 53 Penumpang dan 22 Kendaraan (kanan). (Tribunbali.com)

Baca juga: DAFTAR Korban Kapal Tenggelam di Selat Bali, 4 Orang Meninggal, 23 Selamat dan 38 Masih Pencarian

“Saya langsung merasa ada yang aneh. Sekitar setengah 12 malam, udah kerasa kayak miring ke kanan,” ungkapnya.

Riko segera bangun dan mengambil handphone. Ia tahu bahwa dalam situasi darurat, mencari posisi tertinggi adalah langkah pertama untuk bertahan hidup.

“Saya langsung bangun ambil handphone langsung cari posisi tertinggi. Kapal ke kanan saya lari ke kiri karena jika posisi terendah ikut kapal tenggelam,” kenangnya.

Kondisi kapal semakin tidak stabil. Tak lama setelah itu, kapal mengalami blackout total. Semua sistem mati. Lampu padam. Kepanikan mulai menyelimuti seluruh awak dan penumpang.

“Setelah miring, kapal blackout. Gelap semua. Saya langsung berpikir harus keluar dari dalam kapal,” ujarnya.

Riko kemudian memutuskan untuk melompat ke laut. Ia tahu bahwa tetap berada di dalam kapal yang miring dan gelap hanya akan memperbesar risiko.

“Saya lompat ke laut. Saat itu saya tidak tahu siapa yang ikut. Saya hanya berpikir harus selamat dulu,” katanya.

Di tengah laut yang gelap dan bergelombang, Riko berusaha memanggil penumpang dan kru lain yang terlihat olehnya. Ia ingin memastikan tidak ada yang tertinggal.

“Saya panggil semua orang yang saya lihat. ABK, penumpang, siapa saja. Kami harus kumpul,” ucapnya.

Halaman
12
Sumber: Surya
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved