Wacana Pemakzulan Wapres Gibran

Rocky Gerung Soroti Intensitas Prabowo Temui Megawati, Isu Pemakzulan Wapres Gibran Menguat

Menurut Rocky, dorongan untuk memakzulkan Gibran bukan sekadar isu elite, tapi juga mencerminkan kegelisahan publik.

|
Editor: Odi Aria
Tribunnews.com
PRABOWO BERTEMU MEGAWATI - Presiden Prabowo Subianto bertemu Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, pada Senin (7/4/2025) malam, di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat. Pengamat politik Rocky Gerung menyoroti intensnya pertemuan Presiden RI Prabowo Subianto dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. 

Viral di media sosial kabar Presiden Prabowo memecat Wapres Gibran Rakabuming Raka.

Dalam video yang beredar, Prabowo disebutkan mengganti posisi Gibran dengan Puan Maharani.

Tentunya kabar ini langsung menjadi sorotan media ditengah kabar pemakzulan Gibran.

Video tersebut tampak dibagikan oleh akun Youtube dengan nama KajianOnline.

Pantauan Sripoku.com, dalam narasi video tertulis Presiden Prabowo resmi mengganti Wakil Presiden Gibran.

Tak cuma itu ada pula kalimat yang menyebutkan Presiden menggantikan Gibran dengan Puan Maharani.

Namun setelah ditelusuri lebih lanjut kabar tersebut adalah berita hoaks alias bohong.

Tidak ada keterangan resmi atau pemberitaan yang kredibel mengenai informasi tersebut.

Jokowi bereaksi isu pemakzulan Gibran

Mencuatnya surat pemakzulan Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden RI memantik sang ayah, Joko Widodo (Jokowi) turut buka suara.

Presiden ke-7 Republik Indonesia itu menyebut putra sulungnya dapat disingkirkan dari kursi nomor dua di Tanah Air ini jika melakukan pelanggaran hukum. 

"Bahwa pemakzulan itu harus Presiden atau Wakil Presiden, misalnya korupsi, atau melakukan perbuatan tercela, atau melakukan pelanggaran berat. Itu baru," kata Jokowi di Solo, Jawa Tengah, Jumat (6/6/2025). 

Hal ini disampaikan untuk menjawab sorotan publik dan media terkait surat yang dikirimkan Forum Purnawirawan Prajurit TNI kepada pimpinan DPR, MPR, dan DPD RI yang mendesak agar Gibran dimakzulkan. 

Menurutnya, desakan semacam itu merupakan bagian dari dinamika demokrasi yang lumrah terjadi dalam sistem politik terbuka. 

“Itu dinamika demokrasi kita. Biasa saja. Biasa. Dinamika demokrasi kan ya seperti itu,” ucap mantan Gubernur DKI Jakarta ini. 

Sumber: Tribunnews
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved