Mata Lokal UMKM

Kisah Sukses Ishak, Pengrajin Batik Jumputan Palembang yang Bertahan di Tengah Pasang Surut Ekonomi

Melirik kerajinan kain batik jumputan Palembang milik Ishak di Jalan PSI Lautan Lorong Budiman RT 21 RW 05

Penulis: Mat Bodok | Editor: Yandi Triansyah
SRIPOKU.COM /Mat Bodok
BATIK JUMPUTAN - Pengrajin Kain Batik Jumputan Palembang, Ishak (kiri) dan Eka Marlina di belakang menunjukan Jumputan Prada siap jual, di Jalan PSI Lautan Lorong Budiman RT 21 RW 05 Kelurahan 35 Ilir Kecamatan Ilir Barat (IB) II Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), Sabtu (15/2/2025). 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Melirik kerajinan kain batik jumputan Palembang milik Ishak di Jalan PSI Lautan Lorong Budiman RT 21 RW 05, Kelurahan 35 Ilir, Kecamatan Ilir Barat (IB) II, Kota Palembang, Sumatera Selatan.

Membuka usaha kerajinan kain batik jumputan ternyata tidaklah mudah. Usaha ini mengalami pasang surut seperti roda kendaraan, kadang di atas, kadang di bawah.

Ishak bisa bertahan sampai sekarang karena kesabaran, ketekunan, dan keseriusannya dalam mengelola usaha tanpa modal yang besar. Banyak pemilik usaha kain gulung tikar pada masa reformasi tahun 1998-1999.

"Pemilik usaha saat reformasi banyak gulung tikar karena mereka hanya mengandalkan modal saja, bukan keterampilan. Sebab itu, pemilik butik dan toko kain banyak yang bangkrut," kata Ishak didampingi istrinya, Eka Marlina, Sabtu (15/2/2025).

Perjalanan Usaha Ishak

Ishak, yang berusia 54 tahun, memiliki latar belakang pendidikan Seni Rupa tahun 1989. 

Setelah menyelesaikan pendidikan pada tahun 1993, ia menilai prospek seni rupa di Palembang kurang maju.

Ia kemudian beralih ke desain kain jumputan khas Palembang.

Untuk menambah ilmu, Ishak bekerja sebagai karyawan toko dan desainer di Serangam Setia, dan mencoba di Toko Butik Tria Busana. 

Ia selalu berpindah untuk memahami ilmu desain di setiap butik yang berbeda, pola pemasaran, maupun desainnya.

Pada saat itu, Kota Palembang dan Indonesia dilanda krisis, sehingga banyak balai batik dan toko kain yang bangkrut.

"Pada reformasi saat itu, Kota Palembang kacau dan diiringi dengan kondisi krismon, tahun 1999, saya memberanikan diri membuka kerajinan kain batik jumputan Palembang, bermodal keahlian seni rupa dan desain," ungkapnya.

Pemilik butik dan toko kain yang pernah bekerja sama dengannya mengajak kerja sama dalam pembuatan kerajinan kain. 

Mereka menyediakan bahan kain, dan Ishak sebagai pengrajin melakukan proses pembuatan sesuai pesanan dan model yang disukai masyarakat.

"Berhubung kita sebagai pengrajin dan pemilik butik kebetulan punya modal, jadi pihak lain mengajak kerja sama, mereka menyiapkan bahan dan saya menyiapkan tenaga," ungkapnya.

Menurut Ishak, untuk menjadikan usaha besar, tidak cukup hanya dengan modal. Harus didukung dengan keahlian dan keseriusan. Harus pandai melihat perkembangan dan sesuatu yang lagi disukai orang.

"Diawali dengan modal bahan saja, sehari-hari penghasilannya diputar-putar terus sampai sekarang. Alhamdulillah, usaha lancar tidak pernah ada masalah di bank maupun tempat lainnya," ungkapnya.

Sejak berdirinya kerajinan kain batik jumputan Palembang pada tahun 1999, usahanya terus berkembang dan mengisi kain batik jumputan Palembang di setiap toko dan butik di Palembang.

Ekonomi saat itu sedikit bagus hingga tahun 2001 terjadi penurunan. Pada tahun 2003, usaha ada kenaikan lagi, karena banyak pesanan dari pemerintah.

"Saya sempat terpilih sebagai pengrajin yang diminta oleh pemerintah melalui Dinas Perindustrian Kota Palembang, dan belajar hingga bertahun-tahun mengikuti magang dan pelatihan di Jogja, studi tur di Bali, dan sudah keliling belajar ilmu desain," katanya.

Setelah belajar, ia pulang ke Palembang dan mengembangkan ilmu yang saat itu fokus pada jumputan Palembang.

"Setelah belajar ilmu itu, saya kembangkan ke Palembang. Dan saya coba kerja sama dengan Busana Tria, setelah bekerja sama berjalan bagus. Pada akhirnya, saya memisahkan diri untuk mencoba dan berani membuat sendiri sampai sekarang ini," tuturnya.

Strategi Bertahan

Untuk bisa bertahan, Ishak mengatakan harus giat dan mengikuti aturan.

"Kita harus mengikuti perkembangan, yang mana yang lagi digemari orang, kita harus berani mengikutinya," tegasnya.

Jika jumputan saja tidak diminati, maka ditambah dengan jumputan pakai colet. Jika itu juga tidak laku, maka diganti dengan jumputan perada.

"Maka itu, kita harus selalu memotivasi terus sesuai dengan keinginan masyarakat. Dan kini yang lagi diminati banyak orang jumputan batik dan jumputan prada. Dan perkembangan itu terus diminati oleh masyarakat sampai sekarang," katanya.

Pemasaran masih di sekitar Kota Palembang, dan justru di toko butik dan pasar yang lebih banyak memasarkan ke mana-mana.

"Kita pengrajin orang pertama yang mengisi ke butik-butik dan di pasaran," ungkapnya.

"Alhamdulillah, sampai sekarang kita tetap eksis bertahan sampai sekarang walaupun waktu itu sempat kita dilanda Covid, kita tetap bertahan. Karena kita sebagai pengrajin, dan pemasok bahan ke pemilik butik dan usaha lainnya. Sebab itu, kita bertahan di-support bahan oleh pemilik butik," katanya.

Produksi dalam satu bulan bisa mencapai 100 potong. Tenaga kerja mingguan ada 10 orang yang mengerjakan finishing di rumah.

Banyak ibu dan remaja di wilayah Kelurahan 35 Ilir ikut bekerja membuat proses pembuatan kain batik jumputan Palembang.

Penghasilan per minggu standar menghasilkan Rp5 juta sampai Rp15 juta, sudah termasuk gaji karyawan, bahan, dan keuntungan.

"Mengenai penjualannya tidak terlalu tinggi. Yang jelas terjangkau untuk masyarakat Palembang, karena kita orang pertama dalam penjualan ke pasaran dan mengisi ke butik," katanya.

"Kalau sudah di butik dan di toko, sudah berbeda harganya, bahkan harganya bisa di atas satu juta juga bahkan lebih, tergantung butik yang memasarkannya," tutupnya.

 

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved