Bisnis

Cara Menghitung Penggunaan PPN 12 Persen Pada Barang dan Jasa Juga Penggunaan QRIS

Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) menjelaskan  aturan soal kenaikan barang yang dikenakan pajak 12 persen

Penulis: Hartati | Editor: tarso romli
tribunnews.com
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Mayarakat DJP, Dwi Astuti dalam acara Konferensi Pers di Kantor Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Senin (23/12/2024). 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) menjelaskan  aturan soal kenaikan barang yang dikenakan pajak 12 persen mulai tahun depan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Mayarakat DJP, Dwi Astuti mengatakan, kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 % merupakan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Sesuai kesepakatan Pemerintah dengan DPR, kenaikan tarif dilakukan secara bertahap, dari 10 % menjadi 11 % mulai 1 April 2022 dan kemudian dari 11 % menjadi 12 % pada 1 Januari 2025.

"Kenaikan secara bertahap ini dimaksudkan agar tidak memberi dampak yang signifikan terhadap daya beli masyarakat, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi," kata Dwi, Senin (23/12/2024).

Dwi menambahkan tidak semua barang dikenakan pajak 12 persen karena tetap ada barang yang bebas PPN, barang dan jasa tersebut berupa kebutuhan pokok yaitu beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran.

Sementara itu sektor jasa yang tidak dikenakan  PPN yakni jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa angkutan umum di darat dan di air, jasa tenaga kerja serta jasa persewaan rumah susun umum dan rumah umum.

Sedangkan barang lainnya yang tidak dikenakan PPN yakni buku, kitab suci, vaksin polio, rumah sederhana,
rusunami, listrik, dan air minum dan berbagai insentif PPN lainnya.

Kenaikan tarif PPN dari 11 % menjadi 12?rlaku untuk seluruh barang dan jasa yang selama ini dikenai tarif 11 % , kecuali beberapa jenis barang yang merupakan kebutuhan masyarakat banyak, yaitu minyak goreng “Kita”, tepung terigu dan gula industri.

Untuk ketiga jenis barang tersebut, tambahan PPN sebesar 1 % akan ditanggung oleh pemerintah (DTP), sehingga penyesuaian tarif PPN ini tidak mempengaruhi harga ketiga barang tersebut.

"Kenaikan tarif PPN dari 11 % menjadi 12 % tidak berdampak signifikan terhadap harga barang dan jasa karena naiknya hanya 1 persen," tambah Dwi.


Penggunaan QRIS Kena PPN 12 Persen

Dwi Astuti menambahkan, transaksi menggunakan QRIS adalah bagian dari jasa sistem pembayaran.

"Jasa atas transaksi uang elektronik dan dompet digital selama ini telah dikenakan PPN sesuai ketentuan PMK 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

Namun, yang menjadi dasar pengenaan pajaknya bukan nilai pengisian uang (top up), saldo (balance), atau nilai transaksi jual beli melainkan atas jasa layanan penggunaan uang elektronik atau dompet digital tersebut.

Artinya, jasa layanan uang elektronik dan dompet digital bukan merupakan objek pajak baru.

Contohnya jika pengguna top up Rp 1 juta maka biaya top up misalnya Rp1.500, maka PPN dihitung sebagai berikut 11 % x Rp1.500 = Rp165.

Dengan kenaikan PPN 12 % , maka PPN dihitung menjadi sebagai berikut:
12 % x Rp1.500 = Rp180. Jadi, kenaikannya PPN sebesar 1 % hanya Rp15.

Atau contoh lainnya yakni pengguna.melakuakn top up dompet digital Rp500.000.

Biaya pengisian dompet digital atau e-wallet misalnya Rp1.500, maka PPN dihitung sebagai berikut:
11 % x Rp1.500 = Rp165.
Dengan kenaikan PPN 12 % , maka PPN dihitung menjadi sebagai berikut:
12 % x Rp1.500 = Rp180.

Jadi, kenaikannya PPN sebesar 1 % hanya Rp15.

Artinya, berapa pun nilai uang yang di-top up tidak akan mempengaruhi PPN terutang atas transaksi tersebut, karena PPN hanya dikenakan atas biaya jasa layanan untuk top up tersebut.

Sehingga, sepanjang biaya jasa layanan tidak berubah, maka dasar pengenaan PPN juga tidak berubah.

Sementara itu jika transaksi menggunakan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) tidak akan mengubah nilai yang harus dibayarkan konsumen.

Sebab QRIS merupakan bagian dari jasa sistem pembayaran atas penyerahan jasa sistem pembayaran oleh Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) kepada para merchant terutang PPN sesuai ketentuan PMK 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

Artinya, penyelenggaraan jasa sistem pembayaran bukan merupakan objek pajak baru.

Yang menjadi dasar pengenaan PPN adalah Merchant Discount Rate (MDR) yang dipungut oleh penyelenggara jasa dari pemilik merchant.

Contohnya konsumen membeli TV senilai Rp 5 juta dan dikenakan terutang PPN atas pembelian barang itu sebesar Rp550.000, sehingga total harga yang harus dibayarkan Rp5,5 juta atas pembelian TV tersebut.

Sehingga jumlah pembayaran yang dilakukan menggunakan QRIS maupun menggunakan cara pembayaran lainnya sama saja tidak berubah nilainya.

"Artinya, jasa sistem pembayaran melalui QRIS bukan merupakan objek pajak baru," jelas Dwi.

Baca berita lainnya di sripoku.com dengan mengklik Google News.

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved