Mimbar Jumat: Hati yang Selalu Selesai
Mimbar Jumat Keberadaan manusia terdiri dari dua unsur besar yakni anasir tubuh kasar atau jasad dan anasir tubuh halus atau ruh.
Hati yang Selalu Selesai
Oleh: Abdurrahmansyah
Guru Besar Pascasarjana UIN Raden Fatah Palembang
SRIPOKU.COM -- Keberadaan manusia terdiri dari dua unsur besar yakni anasir tubuh kasar atau jasad dan anasir tubuh halus atau ruh.
Kedua unsur tersebut saling menopang dan melengkapi satu sama lain. Jasad tidak bisa bergerak tanpa ruh, dan ruh tidak bisa menunjukkan gejala ruhaniahnya tanpa artikulasi jasadiah.
Jasad adalah unsur fisik yang nampak terlihat oleh panca indra (manifest), sedangkan ruh sangat tersembunyi (hidden) dan tidak bisa dilihat oleh mata.
Untuk memelihara tubuh manusia banyak metode dan strategi agar badan selalu sehat, bugar, dan menarik secara fisik.
Pusat-pusat kebugaran dan kecantikan fisik banyak ditemukan di salon, gym center, klinik kecantikan yang dengan mudah ditemukan mana-mana.
Namun untuk memelihara kebagusan hati, kemolekan jiwa, kebersihan qalbu, dan pendidikan ruh sungguh sangat sulit dan karena itu jarang dilakukan oleh banyak orang.

Para penempuh jalan kesucian hati (tazkiyah al-qalb) biasanya lebih memprioritaskan aktivitas zikir dan tafakur sebagai media untuk melatih kepekaan dan sensitivitas hati sebagai respon terhadap kondisi di sekitarnya.
Setiap stimulus yang datang selalu dipahami sebagai af’al (perbuatan) Tuhan yang harus direspon secara positip. Mereka sangat menjauhi sikap berburuk sangka terhadap kejadian apapun meskipun terlihat buruk.
Cara pandang dalam melihat semua kejadian sebagai perbuatan Tuhan adalah sikap ketundukan yang murni terhadap eksistensi Tuhan.
Bahwa nafsu yang menguasai diri manusia selalu menuntun untuk bersikap negatif terhadap takdir Tuhan, tetapi hati yang bersih selalu melihat keindahan (jamal) dan kekuatan (jalal) Tuhan dalam setiap peristiwa.
Hati sebagai Sentral Kesadaran Manusia
Dalam kajian tasawuf, unsur ruh merupakan aspek yang sangat penting dan menjadi tema inti (core) sebagai pembahasan primer.
Terdapat beberapa istilah untuk menunjukkan eksistensi ruhaniah, yakni: ruh, nafas, hati, jiwa, dan sir (rahasia). Syekh Abdul Qadir al-Jilani, seorang ulama besar yang banyak menulis dan mengajarkan tradisi tazkiyah al-nafs (pembersihan jiwa) melalui thariqah.
Dalam kitab Sirr al-Asrar al-Jilani menyebutkan bahwa manusia secara umum memiliki empat lapis ruh yakni ruh Jasmani, ruh Ruhani, ruh Sulthani, dan ruh Qudsi.
Tiap-tiap tingkatan ruh memiliki kedudukan dan fungsi masing-masing dan harus dilatih melalui aktivitas zikir kepada Allah SWT.
Kegiatan zikir yang terus menerus sangat berpotensi untuk melatih hati (qalb) dan jiwa agar menjadi tenang (mutmainnah) (QS, al-Ra’ad: 28).
Dalam tradisi thariqah seorang mursyid atau guru ruhani selalu mengajarkan latihan zikir dengan menyebut dengan lisan atau mengingat dalam hati terhadap Allah dalam jumlah yang banyak.
Hal ini dimaksudnya untuk meminimalisir konsentrasi dan ingatan manusia terhadap selain Allah. Latihan zikir biasanya dibarengi dengan pemahaman yang mendalam mengenai posisi manusia sebagai hamba dan Allah sebagai Khaliq atau pencipta seluruh eksistensi alam raya.
Pemahaman ini harus tuntas sehingga manusia benar-benar mengenal posisi dirinya. Proses mengenal diri (‘arafa nafsahu) secara otomatis adalah proses mengenal Tuhan (‘arafa rabbahu).
Proses mengenal diri harus sampai pada tingkat ketuntasan pengenalan yang sesungguhnya sehingga utuh melihat kedirian yang terdiri atas Ruh dan Jasad. Salah satu ciri seseorang yang telah mampu mengenal dirinya adalah dapat mengenal diri sejati.
Diri sejati adalah Ruh yang menggerakkan jasad. Jika Ruh adalah eksistensi keabadian, maka jasad adalah bentuk keterbatasan manusia. Karena itu, menyadari diri sejati merupakan kunci untuk sampai pada tingkat ma’rifat al-ruh. Ibadah fisik, zhahir, badaniah, eksoteric dan gerak tubuh tidak dianggap bermakna jika tidak disadarinya aktivitas ruh, bathin, dan esoteric ini.
Aktivitas ruh sesungguhnya telah terjadi sejak zaman azali dan mampu melakukan penyaksian (syahadah) kepada Tuhan (QS, al-A’raaf: 172). Namun kesadaran itu terhalang ketika ruh telah tersembunyi dibalik tubuh kasar yang dilingkupi oleh unsur-unsur nafsu duniawiah yang mengajak pada penolakan terhadap kesadaran ke-Tuhanan murni (illallah), dan justru mengajak pada pengabdian kepada banyal illah yang lain.
Pemaknaan terhadap kalimat La ilaha illa allah bagi pengamal ajaran tasawuf adalah ketegasan kesadaran manusia untuk menolak apapun selain Allah SWT baik sebagai eksistensi (wujud), tujuan hidup (maqsud), dan sebagai yang berhak disembah (ma’bud).
Karena itu, latihan pemurnian tauhid ini perlu disertai dengan proses menghilangkan penyakit batin berupa tamak, iri, riya’, ‘ujub, dengki, hasud, takabur, sum’ah, dan seterusnya. Selanjutnya, seorang pengamal ajaran tasawuf harus memelihara sifat, qana’ah, zuhud, tawadhu’, dan ridha.
Seseorang yang masih menyimpan banyak penyakit hati dapat dipastikan tidak akan sampai pada tingkat pengenalan diri yang utuh, bahkan tertolak semua amal ibadanya meskipun secara zhahir terlihat ta’at melakukan ritual ibadah secara fikih (QS, al-Ma’un: 4-7).
Hati yang lalai (ghaflah) tidak mampu mengenal Tuhan, sebaliknya hati yang senantiasa berzikir akan selalu terhubung kepada Allah SWT.
Terkait dengan keutamaan zikir, sangat penting menyimak sebuah hadits Nabi Muhammad SAW, bahwa: “Maukah kuceritakan kepadamu tentang amalmu yang terbaik dan paling bersih dalam pandangan Allah SWT, serta orang yang tertinggi derajatnya di antara kamu, yang lebih baik dari menyedekahkan emas dan perak serta memerangi musuh-musuhmu dan memotong leher mereka, dan mereka juga memotong lehermu (jihad)?” Para sahabat bertanya, “Apakah itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Zikir dan Ridha kepada Allah SWT.” (H.R. al-Baihaqi).
Orang yang selalu berzikir baik dalam keadaan berdiri, duduk, dan berbaring akan lebih cepat memiliki hati yang Ridha kepada Allah. Namun hati yang lalai akan selalu negatif dalam melihat ketentuan Tuhan.
Kelalaian yang paling buruk dalam hidup seseorang adalah lengahnya hati dari mengingat Allah dalam setiap tarikan napas.
Tradisi thariqah mengajarkan untuk senantiasa tidak berpaling dari Allah SWT. Meskipun seorang hamba sedang melakukan aktivitas sehari-hari yang terlihat tidak ada hubungan dengan urusan agama, namun sesungguhnya dapat dimaknai dengan cara menghubungkan tali wasilah dengan Allah melalui zikir.
Aktivitas atau pekerjaan yang sedang dilakukan justru menjadi wasilah untuk terhubung dengan Allah SWT. Inilah makna dari ayat dalam QS. al-Baqarah: 113, “Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui”. Ayat ini menegaskan betapa pandangan hamba yang berzikir akan menemukan tuhan atau kesadaran ketuhanan di manapun berada, meskipun dalam aktivitas keseharian.
Aktivitas zikir tidak menjadikan seseorang meninggalkan urusan dunia, karena dalam setiap urusan dunia akan pasti terpandang “wajah” Allah SWT dalam arti yang sangat otentik dan private.
Indikator keterhubungan seseorang hamba kepada Tuhan dalam aktivitasnya dapat teridentifikasi dari ucapan lisannya yang selalu menyebut nama-nama Tuhan.
Karena itu, dapat dimaklumi jika seseorang yang menjumpai kondisi apapun dalam kehidupannya sehari-hari baik keadaan yang disukai ataupun yang tidak disenangi, maka semuanya tetap disambungkan kepada Allah SWT.
Apabila menjumpai kondisi buruk, maka seorang hamba wajib bersabar. Jika menjumpai kondisi baik, maka seorang hamba wajib bersyukur.
Bagi seorang hamba yang berzikir, kondisi baik dan buruk dalam pandangan lahir manusia akan tetap dipandang sebagai penampakan sifat Jalal (keagungan) dan sifat Jamal (keindahan) Allah SWT. Susah dan senang bagi seorang hamba adalah sama adanya.
Hati yang selalu merasakan kehadiran Tuhan dalam setiap kondisi itulah hati yang bersih dari prasangka buruk kepada Allah SWT sebagai penguasa takdir.
Sungguh beruntunglah seseorang yang memiliki hati yang selesai yaitu hati yang bebas dari ikatan duniawi karena semua selalu ditalikan dan terhubung dengan Tuhan Sang Maha Pencipta. Wallahu a’lam bi al-shawwab.
Kunci Jawaban Biologi Kelas 11 SMA Halaman 83 Kurikulum Merdeka Semester 1, Latihan Aktivitas 3.13 |
![]() |
---|
Kunci Jawaban Matematika Kelas 9 SMP Halaman 13-15 Semester 1 Kurikulum Merdeka, Soal Eksplorasi 1.3 |
![]() |
---|
Kunci Jawaban Pelatihan Dauroh Aimmah Modul 3.13 Teknik Penulisan Naskah Khutbah Bagian 2 |
![]() |
---|
Kisi Kunci Jawaban Pelatihan Dauroh Aimmah, Modul 3.9 Fikih Tematik: Shalat Bagian 2 Pintar Kemenag |
![]() |
---|
Kunci Jawaban Matematika Kelas 9 SMP Halaman 12-13 Semester 1 Kurikulum Merdeka, Eksplorasi 1.2 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.