Pilkada Palembang 2024

HAPAL dan RDPS Masih Berpeluang Maju Pilkada 2024 Pasca Putusan MK 60

Putusan MK 60 yang baru dibacakan oleh Mahkamah Konstitusi terkait ambang batas pencalonan di Pilkada 2024 telah memberikan dinamika politik baru.

|
Penulis: Abdul Hafiz | Editor: Abdul Hafiz
HANDOUT
Pasangan Heri Amalindo - Popo Ali (HAPAL) yang masih berpeluang maju Pilgub Sumsel 2024, dan pasangan Ratu Dewa - Prima Salam (RDPS) juga masih berpeluang maju Pilwako Palembang 2024 jika merujuk pasca putusan MK 60 seandainya terganjal dukungan minimal 20 persen kursi di DPRD. 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Putusan MK 60 yang baru dibacakan oleh Mahkamah Konstitusi terkait ambang batas pencalonan di Pilkada 2024 telah memberikan dinamika politik baru. Kandidat potensial yang sebelumnya terganjal ambang batas kursi 20 persen kini terbuka peluang melalui putusan MK tersebut.

Dengan putusan tersebut calon potensial bisa menempuh jalan alternatif melalui dukungan perolehan suara sah parpol atau gabungan partai politik baik parlemen maupun non parlemen.

Adapun poin intinya adalah untuk Pilkada Gubernur dan Wagub, DPT dibawah 2 juta penduduk maka syarat dukungan 10 persen suara sah parpol atau gabungan parpol, DPT 2-6 juta penduduk maka syarat dukungan 8,5 persen suara sah parpol atau gabungan parpol, DPT 6 -12 juta penduduk maka syarat dukungan 7,5 persen suara sah parpol atau gabungan parpol dan DPT diatas 12 juta penduduk maka syarat dukungan 6,5 persen suarah sah parpol atau gabungan.

Sedangkan untuk Pilkada kab/kota DPT dibawah 250 ribu penduduk maka syarat dukungan 10 persen suara sah, DPT 250-500 ribu penduduk maka syarat dukungan 8,5 persen suara sah, DPT 500-1 juta penduduk maka syarat dukungan 7,5 persen suara sah dan DPT di atas 1 juta penduduk maka syarat dukungan 6,5 persen suara sah parpol atau gabungan parpol.

"Putusan tersebut sekaligus memberikan peluang tambahan bakal calon yang akan bertarung di Pilkada Gubernur atau Pilkada Kabupaten Kota termasuk di Provinsi Sumatera Selatan," ungkap Peneliti Sumsel Public Trust Institute Fatkurohman.

Jika mengacu pada putusan itu maka peluang Heri Amalindo - Popo Ali (HAPAL) kembali terbuka walaupun hanya mengantongi PKB dan PAN.

"Begitu juga dengan pilkada Palembang dengan putusan MK tersebut Ratu Dewa - Prima Salam (RDPS) juga cukup untuk berlayar walaupun misalkan hanya didukung Gerindra (diperkirakan sekitar 9 persen suara sah). Saat ini tinggal menunggu sikap resmi PDIP dan Golkar seperti apa dipilkada Palembang," kata mantan Sekjen IKA FISIP Unsri.

Begitu juga dengan Pilkada Prabumulih, peluang PDIP dan Golkar mengusung calon terbuka peluang dan juga Musi Banyuasin.

"Secara nasional putusan MK juga membuat pilkada melawan kotak kosong kembali cair dengan putusan ini. Kali ini MK telah memberikan putusan yang mengejutkan sehingga pilkada semakin dinamis," ungkap Bung FK.

Kuasa Hukum Heri Amalindo, Firdaus Hasbullah SH MH menyampaikan mundurnya pasangan Heri Amalindo-Popo Ali (HAPAL) untuk maju di Pilkada Sumsel, Kamis (15/8/2024). 

Seyogiyanya tadinya diprediksi bakal ada tiga pasang bakal calon gubernur dan calon wakil gubernur Sumsel bakal maju di Pilkada Sumsel 2024 mendatang.

Namun menjelang pendaftaran paslon ke KPU, dari tiga paslongub Sumsel ini, pasangan HAPAL perahu layarnya yang masih belum cukup dari syarat minimal 20 persen dukungan parpol di DPRD Sumsel.

Duet bupati aktif Dr Ir H Heri Amalindo MM (bupati PALI) dan bupati OKU Selatan H Popo Ali Martopo B.Commerce saat itu baru mengantongi 14 kursi. 

Adapun dukungan pasangan HAPAL yakni dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 7 kursi, PAN dengan 6 kursi, dan Hanura (1 kursi) untuk maju Pilkada Sumsel 2024. Artinya masih butuh 1 kursi lagi. Namun belakang pihak Tim HAPAL menunjukkan Surat Tugas dari Ketua Pimnas PKN (Partai Kebangkitan Nasional) Anas Urbaningrum dan Sekjennya Sri Mulyo tertanggal 14 Agustus 2024 sebelum dikeluarkannya rekomendasi dukungan.

Paslon HAPAL saat itu menantikan dua partai yang belum menyerahkan dukungannya. Yakni PKN (1 kursi) yang sinyalnya bakal diraih MataHati, dan PDIP (9 kursi).

Kemudian ada pasangan mantan wakil gubernur Sumsel Ir H Mawardi Yahya dengan Dr Hj RA Anita Noeringhati SH MH (MataHati) telah cukup kursi untuk berlayar dengan dukungan Partai Golkar merupakan partai pemenang Pileg di Sumsel 2024 lalu dengan jumlah 12 kursi dan berkoalisi dengan Partai Gerindra pemenang keduanya dengan perolehan 11 kursi, dan partai PPP (2 kursi).

Total 25 kursi dukungan untuk pasangan MataHati ini. Jumlah ini tentunya lebih dari cukup syarat minimal 20 persen jumlah kursi DPRD Sumsel.

Sedangkan paslongub lainnya yang sudah lebih dulu memastikan maju yakni HDCU (Herman Deru - Cik Ujang) dengan dukungan Partai Nasdem (10 kursi), Partai Demokrat (8 kursi), PKS (7 kursi), dan Perindo (1 kursi). Total 26 kursi.   

Jelang pendaftaran bakal calon wali kota dan calon wakil wali kota Palembang ke KPU, 27-29 Agustus 2024, terhitung sudah 5 partai yang resmi mengeluarkan B1KWK. Selain NasDem, PAN dan PKB mengusung Fitrianti-Nandriani. Sudah terlebih dulu Demokrat dan PKS yang mengusung Yudha Pratomo Mahyuddin – Baharudin maju Pilwako Palembang.

Yudha Pratomo Mahyuddin merupakan Ketua DPC Partai Demokrat Palembang. Sedangkan Baharudin merupakan Ketua DPD PKS Palembang.

Sementara Golkar dan PDI Perjuangan belum menentukan pilihan. Gerindra telah mengeluarkan rekomendasi untuk pasangan Ratu Dewa – Prima Salam.

Peneliti Public Trust Institute (PUTIN) Fatkurohman
Peneliti Public Trust Institute (PUTIN) Fatkurohman (Handout)

Baca juga: Sosok 2 Pemain Anyar Sriwijaya FC Langsung Gabung TC di Jogja, Eks Pemain Persipati & Persekat Tegal

Namun dengan perolehan suara 8 kursi mengharuskan partai pimpinan Prabowo Subianto ini berkoalisi dengan partai lainnya. 

Seperti diketahui, MK melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 memutuskan  mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah yang dimohonkan Partai Buruh dan Gelora. 

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan yang digelar, Selasa (20/8/2024).

Dalam putusannya, MK memutuskan bahwa ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik/gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya, atau 20 persen kursi DPRD. 

Sebelumnya, MK memutuskan threshold pencalonan kepala daerah dari partai politik disamakan dengan threshold pencalonan kepala daerah jalur independen/perseorangan/nonpartai sebagaimana diatur pada Pasal 41 dan 42 UU Pilkada.

Sementara di Pasal 40 Ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:

"Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftatkan pasangan calon jika telah memenuhi syarat sebagai berikut:

Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:

a. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2. 000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen (sepuluh persen) di provinsi tersebut;

b. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik perserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5 persen (delapan setengah persen) di provinsi tersebut.

c. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemih tetap lebih dari 6.000.000(enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai poltk peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 persen (tujuh setengah persen) di provinsi tersebut

d. provinsi dengan jumah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedkt 6,5 persen (enam setengah persen) di provins itersebut;
 

Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon walikota dan calon wakil walikota:

a. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemlihn tetap sampai dengan 250.00 (dua ratus ima puluh ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai poltk peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen (sepuluh persen) di kabupaten/kota tersebut.

b. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus ima puluh ribu) sampai dengan 500.00 (ima ratus ribu) jiwa, partai politij atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikt 8,5 persen (delapan setengah persen) di kabupaten kota tersebut;

c. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemlihan tetap lebih dari 500.000 (ima ratus ribu) sampai dengan 1.000.00 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikt 7,5 persen (tujuh setengah persen) di kabupaten kota tersebut;

d. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1.0000 (satu juta) jiwa, parai politik atau gabungan partai poitik peseria pemiu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5 persen (enam selengah persen) di kabupaten/kota tersebut;".

Sebelumnya, Partai Buruh dan Partai Gelora menggugat aturan terkait batasan partai politik tanpa kursi di DPRD dalam pengusungan pasangan calon (paslon) di Pilkada.

Ketentuan tersebut diatur pada Pasal 40 Ayat (3) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 (UU Pilkada).

Pasal tersebut berbunyi, "Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah."

Ketua tim hukum Partai Buruh dan Partai Gelora, Said Salahuddin, mengaku pihaknya dirugikan secara konstitusional atas keberlakuan pasal a quo.

Lebih lanjut, ia menilai, persyaratan pendaftaran pasangan calon yang diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol lebih berat daripada persyaratan pendaftaran pasangan calon dari jalur perseorangan.

"Paslon yang diusulkan parpol, berbasis pada perolehan suara sah. Sedangkan, paslon perseorangan berbasis pada dukungan KTP pemilih," ungkapnya.

Dalam petitumnya, Partai Buruh dan Partai Gelora meminta MK, menyatakan Pasal 40 Ayat 3 UU Nomor 10 Tahun 2016 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, "dalam hal partai politik atau gabungan partai politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat 1, jika hasil bagi jumlah akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum Anggota Dewan Perwakailan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan menghasilkan angka pecahan, maka dihitung dengan pembulatan ke atas".

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved