Mimbar Jumat: Quality Cum Character Atau Arah Pengembangan Pendidikan Islam
Fenomena pendidikan modern nampaknya mengacu pada paradigma pendidikan yang tidak lagi monolog dalam melihat konsep kefilsafatan pendidikan.
Ditulis Oleh: Abdurrahmansyah, Guru Besar UIN Raden Fatah Palembang
Fenomena pendidikan modern saat ini nampaknya mengacu pada paradigma atau cara pandang pendidikan yang tidak lagi monolog dalam melihat konsep kefilsafatan pendidikan.
Tawaran konsep pendidikan kekinian selalu mengacu pada multi pandangan filsafat pendidikan. Terdapat sintesis kreatif yang bersifat dialektis dari berbagai ide dan gagasan filsafat pendidikan yang dikembangkan menjadi satu cara pandang baru pendidikan yang bersifat konvergentive.
Gagasan mengenai pengembangan kurikulum selalu mengakomodasi berbagai gagasan inti filsafat pendidikan.
Konsep dari kebijakan kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang saat ini diterapkan mulai dari jenjang satuan pendidikan PAUD sampai perguruan tinggi merupakan integrasi dari berbagai gagasan filsafat seperti rasionalisme, pragmatisme, humanisme, intelektualisme, perennialisme, idealisme, dan seterusnya.
Fakta ini dapat diidentifikasi dari tujuan pendidikan yang sangat kompleks dan komprehensif mulai dari tujuan akademis, skill, dan tujuan moralitas.
Kompleksitas orientasi pendidikan untuk membentuk (behaviorime), mengembangkan (kognitivisme), dan membangun (konstruktivisme) seluruh potensi peserta didik sesungguhnya menggambarkan kualitas output dan outcome pendidikan sebagai sosok manusia super atau pribadi paripurna secara mental, intelektual, dan keterampilan.
Howard Gardner melalui riset panjang dan mendalam menghasilkan teori Multiple Intelligencies (kecerdasan ganda) yang membutuhkan strategi dan metode pendidikan yang unik dan relevan dengan kecenderungan bakat, minat, dan potensi dasar peserta didik.
Dengan demikian, konsep pendidikan berdiferensiasi yang diterapkan di sekolah sangat bersesuaian dengan fakta-fakta pendidikan saat ini.
Tulisan singkat ini berpretensi untuk menjelaskan signifikansi konsep pendidikan yang memungkinkan terbentuknya tradisi akademik dan moralitas peserta didik sekaligus.
Mengabaikan salah satu dari dimensi tersebut merupakan awal malapetaka dan kegagalan proses dan rendahnya produk pendidikan.
Quality Cum Character: Sebuah Cara Pandang Pendidikan
Peserta didik baik di tingkat sekolah maupun level perguruan tinggi wajib dikembangkan potensi nalar intelektual, nalar keterampilan, dan nalar afeksinya secara holistik dan padu.
Sekolah dan universitas harus mampu mendesain dan mengimplementasikan kurikulum pendidikan yang memungkinkan peserta didik mengembangkan ketiga potensi ranah pendidikan itu.
Oleh karena itu, menjadi sangat memprihatinkan jika sekolah dan kalangan perguruan tinggi hanya mementingkan pengembangan salah satu ranah dan meninggalkan ranah yang lain.
Fenomena pendidikan di Indonesia sejak lama sering disinyalir lebih cenderung mengedepankan satu ranah kognitif, dan terlihat abai pada aspek sikap dan attitude.
Sekolah dan perguruan tinggi selama ini terkesan cukup mengajarkan pengetahuan (cognitive) dengan apresiasi yang tinggi terhadap kompetensi akademik intelektual yang disimbolkan dengan score angka-angka.
Sebaliknya, sisi pengembangan nilai-nilai (values), sikap, sopan santun, rendah hati, peduli, jujur, dan mandiri sering terpinggirkan.
Kasus-kasus pelanggaran moral, pelecehan seksual, perilaku koruptif, penyalahgunaan dana BOS, jual beli nilai, jual beli kursi siswa, bullying, joki ujian, dan seterusnya masih sering muncul sebagai potret buram penyelenggaraan pendidikan di negeri ini.
Bahkan orientasi pada ijazah (sertificate oriented) menjadi cara pandang keliru yang dipahami oleh sebagian besar masyarakat. Penguasaan kompetensi ilmu pengetahuan dan sikap, dan skill cenderung tidak dianggap penting.
Ketimpangan pendidikan telah menimbulkan kriris kemanusiaan global, kerusakan egologis, demoralisasi, dan kesenjangan sosial.
Menurut Arnold Toynbee (1976) krisis kemanusiaan yang terjadi secara global ini lebih disebabkan karena tajamnya kesenjangan (gap) antara pengembangan aspek teknologi dan sains dengan rendahnya perhatian terhadap aspek pengembangan moral dan nilai-nilai kearifan.
Arus globalisasi ilmu pengetahuan dengan produk-produknya yang timpang telah menghilangkan relasi antar manusia dalam iklim yang terbuka dialogis, toleran, dan saling menghargai.
Suasana kompetisi dalam pembelajaran (competitive learning) lebih dianggap utama dibandingkan suasana kerjasama dalam pembelajaran (cooperative learning).
Cara pandang ini yang disebut dengan Cartesian-Newtonian Paradigm yang secara salah telah menghegomi cara pendidikan termasuk di Indonesia.
Cara pandang Cartesian-Newtonian Paradigm sebagai paradigma logis dan ilmiah telah melahirkan perspektif terhadap realitas menjadi dikotomik-dualistik, atomistic, oposisi biner, reifikasi, saintifik, dan materialistik.
Paradigma seperti ini selalu mengedepankan nalar intelektual yang di satu sisi sangat dibutuhkan bagi perkembangan peradaban.
Beberapa kebijakan pendidikan dan implementasi konsep pendidikan nasional seperti konsep Prosedur Pengembangan Sistem Intsruksional (PPSI), kurikukum KBK, konsep pembelajaran CBSA (active learning), Belajar Tuntas (mastery learning), termasuk kurikulum MBKM merupakan derivasi cara pandang Cartesian-Newtonian Paradigm.
Dengan cara pandang itu, maka sekolah dan lembaga pendidikan lebih dilihat sebagai teaching process ketimbang learning process. Proses pengajaran yang terjadi hanya mengisi kognitif intelektual dan tidak mengisi kecuali sediki aspek pembentukan pribadi dan watak (character).
Arah pengembangan konsep pendidikan modern kini dan masa depan tidak bisa lagi bergantung pada paradigma dualistik dan saintifik materialistik, tetapi perlu memikirkan cara pandang holistik.
Holistic paradigm adalah cara pandang menyeluruh dalam mempersepsi realitas.
Pendidikan holistik menurut Jeremy Henzell-Thomas (1997) merupakan suatu upaya membangun secara utuh dan seimbang pada setiap murid dalam seluruh aspek pembelajaran, yang mencakup spiritual, moral, imajinatif, intelektual, budaya, estetika, emosi dan fisik yang mengarahkan seluruh aspek-aspek tersebut ke arah pencapaian sebuah kesadaran tentang hubungannya dengan Tuhan yang merupakan tujuan akhir dari semua kehidupan di dunia.
Paradigma pendidikan holistik ini dalam istilah lain telah dikemukakan oleh Amin Abdullah (2020) dengan konsep Paradigma Tauhidik, kemudian dipertegas oleh Azyumardi Azra (2022) dengan menawarkan konsep pendidikan Islam berparadigma tauhid.
Konsep tentang Tauhid Paradigm (paradigma tauhidik) tidak hanya diartikan sebagai mengesakan Tuhan, tetapi mengintegrasikan seluruh aspek cara berpikir, cara bertindak, dan cara berkehidupan sosial.
Dalam konteks pendidikan, menjadi sangat penting kalangan lembaga pendidikan untuk membangun keselarasan, kesatuan, atau unifikasi antara aspek-aspek lahir dan batin, aspek eksoteris dan aspek isoteris, aspek spiritual, dan aspek mental.
Penyatuan berbagai dimensi ini dalam satu kesatuan yang terpadu sangat diperlukan untuk membongkar supremasi keunggulan pendidikan semu yang selama ini diyakini.
Konsep mengenai cara memandang pendidikan secara holistic, tauhidik, dan terpadu ini oleh penulis ditegaskan dengan sebuah kata konsep penting yakni Academic Quality cum Character.
Konsep ini secara tegas menyadari betapa penguasaan aspek intelektual, saintifik dan akademik perlu dilengkapi dengan aspek moralitas dan karakter dalam frame membangun keunggulan supremasi pendidikan modern.
Konsep ini sangat relevan untuk dikembangkan pada lembaga pendidikan Islam, termasuk pada perguruan tinggi Islam. Wallahu a’lam bi al-shawwab.
Prakiraan Cuaca di Sumsel, Waspada Sejumlah Wilayah Diprediksi Diguyur Hujan 3 Hari Secara Beruntun |
![]() |
---|
Sosok AKBP Saprodin Dirreskrimsus Polda DIY Ringkus Pembobol Sistem Judol yang Bikin Rugikan Bandar |
![]() |
---|
Daftar Nama 20 Anggota TNI Diduga Aniaya Prada Lucky Hingga Tewas, Kondisi Tubuh Korban Miris |
![]() |
---|
Daftar Pemain Spanyol Masuk Nominasi Ballon d'Or Ada Lamine Yamal |
![]() |
---|
Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 6 SD Halaman 60 Kurikulum Merdeka, Legenda Putri Komodo |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.