Mimbar Jumat: Quality Cum Character Atau Arah Pengembangan Pendidikan Islam
Fenomena pendidikan modern nampaknya mengacu pada paradigma pendidikan yang tidak lagi monolog dalam melihat konsep kefilsafatan pendidikan.
Fenomena pendidikan di Indonesia sejak lama sering disinyalir lebih cenderung mengedepankan satu ranah kognitif, dan terlihat abai pada aspek sikap dan attitude.
Sekolah dan perguruan tinggi selama ini terkesan cukup mengajarkan pengetahuan (cognitive) dengan apresiasi yang tinggi terhadap kompetensi akademik intelektual yang disimbolkan dengan score angka-angka.
Sebaliknya, sisi pengembangan nilai-nilai (values), sikap, sopan santun, rendah hati, peduli, jujur, dan mandiri sering terpinggirkan.
Kasus-kasus pelanggaran moral, pelecehan seksual, perilaku koruptif, penyalahgunaan dana BOS, jual beli nilai, jual beli kursi siswa, bullying, joki ujian, dan seterusnya masih sering muncul sebagai potret buram penyelenggaraan pendidikan di negeri ini.
Bahkan orientasi pada ijazah (sertificate oriented) menjadi cara pandang keliru yang dipahami oleh sebagian besar masyarakat. Penguasaan kompetensi ilmu pengetahuan dan sikap, dan skill cenderung tidak dianggap penting.
Ketimpangan pendidikan telah menimbulkan kriris kemanusiaan global, kerusakan egologis, demoralisasi, dan kesenjangan sosial.
Menurut Arnold Toynbee (1976) krisis kemanusiaan yang terjadi secara global ini lebih disebabkan karena tajamnya kesenjangan (gap) antara pengembangan aspek teknologi dan sains dengan rendahnya perhatian terhadap aspek pengembangan moral dan nilai-nilai kearifan.
Arus globalisasi ilmu pengetahuan dengan produk-produknya yang timpang telah menghilangkan relasi antar manusia dalam iklim yang terbuka dialogis, toleran, dan saling menghargai.
Suasana kompetisi dalam pembelajaran (competitive learning) lebih dianggap utama dibandingkan suasana kerjasama dalam pembelajaran (cooperative learning).
Cara pandang ini yang disebut dengan Cartesian-Newtonian Paradigm yang secara salah telah menghegomi cara pendidikan termasuk di Indonesia.
Cara pandang Cartesian-Newtonian Paradigm sebagai paradigma logis dan ilmiah telah melahirkan perspektif terhadap realitas menjadi dikotomik-dualistik, atomistic, oposisi biner, reifikasi, saintifik, dan materialistik.
Paradigma seperti ini selalu mengedepankan nalar intelektual yang di satu sisi sangat dibutuhkan bagi perkembangan peradaban.
Beberapa kebijakan pendidikan dan implementasi konsep pendidikan nasional seperti konsep Prosedur Pengembangan Sistem Intsruksional (PPSI), kurikukum KBK, konsep pembelajaran CBSA (active learning), Belajar Tuntas (mastery learning), termasuk kurikulum MBKM merupakan derivasi cara pandang Cartesian-Newtonian Paradigm.
Dengan cara pandang itu, maka sekolah dan lembaga pendidikan lebih dilihat sebagai teaching process ketimbang learning process. Proses pengajaran yang terjadi hanya mengisi kognitif intelektual dan tidak mengisi kecuali sediki aspek pembentukan pribadi dan watak (character).
Arah pengembangan konsep pendidikan modern kini dan masa depan tidak bisa lagi bergantung pada paradigma dualistik dan saintifik materialistik, tetapi perlu memikirkan cara pandang holistik.
Prakiraan Cuaca di Sumsel, Waspada Sejumlah Wilayah Diprediksi Diguyur Hujan 3 Hari Secara Beruntun |
![]() |
---|
Sosok AKBP Saprodin Dirreskrimsus Polda DIY Ringkus Pembobol Sistem Judol yang Bikin Rugikan Bandar |
![]() |
---|
Daftar Nama 20 Anggota TNI Diduga Aniaya Prada Lucky Hingga Tewas, Kondisi Tubuh Korban Miris |
![]() |
---|
Daftar Pemain Spanyol Masuk Nominasi Ballon d'Or Ada Lamine Yamal |
![]() |
---|
Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 6 SD Halaman 60 Kurikulum Merdeka, Legenda Putri Komodo |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.