Breaking News

RUU Penyiaran Larang Liputan Investigasi, Begini Respon Wartawan Senior dan AJI Palembang

Wacana revisi Undang-undangan (RUU) Nomor 32 Tahun 2022 tentang Penyiaran tengah menjadi soroti diantaranya Wartawan Senior dan AJI Palembang

Penulis: Arief Basuki | Editor: adi kurniawan
Handout
Wacana revisi Undang-undangan (RUU) Nomor 32 Tahun 2022 tentang Penyiaran tengah menjadi soroti diantaranya Wartawan Senior dan AJI Palembang 

Budi Arie pun menekankan, bahwa pembahasan revisi UU Penyiaran harus melibatkan berbagai elemen, termasuk pers.

Langkah itu dilakukan, kata Budi, sebagai upaya agar tidak terjadi kontroversi yang tajam.

“Oleh karena itu, pembahasan RUU ini perlu mengakomodasi masukan dari berbagai elemen, utamanya insan pers demi mencegah munculnya kontroversi yang tajam,” ujarnya.

Budi Arie pun menegaskan, bahwa, pemerintah akan berkomitmen penuh terhadap kebebasan pers, termasuk soal penayangan produk  jurnalisme investigasi.

Dia juga menyakini, bahwa produk jurnalistik yang dihadirkan insan pers adalah bukti demokrasi di Indonesia semakin maju.

“Pemerintah berkomitmen penuh mendukung dan menjamin kebebasan pers termasuk dalam peliputan-peliputan investigasi. Berbagai produk jurnalistik yang dihadirkan insan pers adalah bukti demokrasi Indonesia semakin maju dan matang,” pungkas Ketua Umum Projo ini.

Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyatakan pihaknya bersama seluruh konstituen menolak RUU Penyiaran yang tengah ramai diperbincangkan.

Dia mengkritik penyusunan RUU Penyiaran karena tak memasukkan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dalam konsideran.

“(Ini) mencerminkan bahwa tidak mengintegrasikan kepentingan lahirnya jurnalistik yang berkualitas sebagai salah satu produk penyiaran termasuk distorsi yang akan dilakukan melalui saluran platform,” kata Ninik Rahayu.

Dia pun memandang RUU Penyiaran menyebabkan pers tidak merdeka, independen, serta tak akan melahirkan karya jurnalistik yang berkualitas.

“Karena dalam konteks pemberitaan, Dewan Pers berpandangan perubahan ini jika diteruskan sebagian aturan-aturannya akan menyebabkan pers menjadi produk pers yang buruk, pers yang tidak profesional dan tidak independen,” terangnya.

Menurutnya, proses RUU Penyiaran menyalahi Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yakni penyusunan sebuah regulasi yang harus meaningful patricipation.

“Maknanya apa? Harus ada keterlibatan masyarakat, hak masyarakat untuk didengar pendapatnya, hak masyarakat untuk dipertimbangkan pendapatnya,” tuturnya,

Dia menyebut Dewan Pers dan konstituen juga tidak dilibatkan dalam proses penyusunan RUU Penyiaran.

Sementara secara substantif, dia menegaskan RUU Penyiaran sangat bertentangan dengan Pasal 4 dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Sumber: Sriwijaya Post
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved