Jual Beli Suara di Sumsel

Caleg di Sumsel Bergerilya Jual Beli Suara 'Siluman' Demi Duduk di DPR/DPRD

Calon anggota legislatif (Caleg) di Sumatera Selatan (Sumsel) mengaku mendapat tawaran suara dari caleg

Penulis: Arief Basuki | Editor: Yandi Triansyah
SRIPOKU.COM/ANTONI AGUSTINO
Ilustrasi : Caleg di Sumsel bergerilya jual beli suara 'siluman' demi duduk ke dprd 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Calon anggota legislatif (Caleg) di Sumatera Selatan (Sumsel) mengaku mendapat tawaran suara dari caleg lain yang sudah pasti tidak terpilih untuk melakukan transaksi jual beli suara

Momen rekapitulasi di tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) saat ini dimanfaatkan sejumlah oknum calon anggota legislatif (Caleg), untuk menggelembungkan suara. 

Para caleg ini disebut masif bergerilya untuk bisa mendapatkan suara 'siluman' demi bisa terpilih. 

Jual beli suara ini tidak hanya terjadi dengan caleg lain, namun juga sesama caleg satu partai. 

Meski salinan rekap ditingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS) sudah dimiliki parpol dari saksinya yang bekerja dan belum disampaikan secara nyata ke publik, dianggap sebagai startegi  parpol yang terkadang masih mengotak-atik raihan suaranya, agar memenuhi batas minimal mendapatkan jatah kursi. 

Sebut saja caleg yang ada di Sumsel, jika dirinya mendapatkan tawaran dari sejumlah caleg partai lain yang dipastikan tidak mendapat kursi.

Sehingga caleg partai tersebut berharap ada biaya pengganti operasional yang telah ia keluarkan. 

"Iya, kita ditawarkan untuk dapat suara tertentu dengan nominal tertentu untuk penggantinya, " kata salah satu Caleg di Sumsel, Rabu (21/2/2023). 

Diterangkannya, modus jual beli suara partai dengan partai lain sebenarnya bukan hal asing, namun hal itu terkadang sulit terungkap selama ini. 

"Pastinya mereka yang telah berjuang dan tidak jadi sudah mengeluarkan uang banyak, sehingga butuh biaya pengganti, " tuturnya. 

Mengenai besaran suara itu dibeli, biasanya dalam satuan ribuan langsung dijual tanpa dihitung satuan harga per suara. 

"Partai yang hampir mendapatkan kursi atau partai yang akan kehilangan kursi, berusaha keras mendapatkan hal itu. Mengingat dalam berpolitik itu haram untuk kalah, " tandasnya. 

Hal senada diungkapkan salah satu caleg tingkat provinsi Sumsel, jika ada beberapa partai kecil yang ada dan dipastikan tidak mendapat kursi namun memiliki suara yang lumayan berusaha menawarkannya suara ke dia. 

Ia pun enggan mengungkapkan partai dan caleg mana yang sudah mendekatinya, sebab praktek tersebut bukannya mencerdaskan masyarakat, namun membodohi masyarakat dengan suara yang telah mereka berikan. 

"Seperti partai A dan Caleg ini, mereka biasanya melalui makelar atau dia, tapi kami tidak mau tahu, " jelasnya. 

Sebab menurutnya, jika transaksi itu dilakukan dirinya tidak mengetahui secara pasti bagaimana untuk memasukkannya ke suara dirinya, mengingat suara caleg dari partai berbeda dan semua partai ada salinan rekap setiap TPS. 

"Partai lain pasti ribut menggelembungkan suara, karena ini menyangkut soal kursi yang didapat partai, " tuturnya. 

Sementara salah satu ketua partai politik di Sumsel, tak menampik jika ada Caleg dari partai lain yang berusaha mendapatkan suara yang didapat Calegnya dalam pemilu 14 Februari lalu. 

"Sudah ada yang mendekati dan mau beli suara caleg kami, tapi saya tidak mau, karena hal ini akan menyangkut soal kepercayaan masyarakat kepada partai kita, meski caleg kita di Dapil tertentu tidak dapat kursi bukan artinya kita harus melacur, " paparnya. 

Disisi lain pria yang juga maju sebagai Caleg ini, jika ada benarnya ada permainan di situ letaknya pada perubahan data hasil rekap di setiap tingkatan, mengingat kalau di partai mapan dan besar pastinya memiliki infantri yang lengkap dalam mengawal perolehan suaranya.

"Memang secara logika partai besar dan mapan pasti lengkap data salinan rekap setiap TPS, tapi kenapa tidak mau dibuka data sebenarnya, sekarang ini mereka lagi bergerilya, " capnya. 

Ia pun mengaku sudah banyak caleg parpol dari luar partainya yang menghubunginya, untuk memindahkan suara parpol miliknya ke parpol tertentu. 

"Alasan mereka untuk nambah di sini, nambah di sana, dan kadang mereka menganggap kan dak jadi juga sehingga mereka nah minta suara itu. Tapi pastinya hal itu kita haramkan, jadi dak jadi bukan urusan mereka jangan ditakar dengan duit, termasuk dari orang dalam kita sendiri nyuruh untuk melepas itu dari pada mubazir, namun saya tidak mau, "ungkapnya. 

Ditambahkannya, dengan tidak diumumkannya sekarang data yang dimiliki setiap parpol itu, karena parpol  yang memiliki ambisi besar dan amunisi yang cukup sedang berunding untuk memindahkan suara dengan melibatkan semua yang berkepentingan. 

"Kerja sama ini harus dari tiga arah, partai pemilik suara yang nah dipindahkan karena berkaitan dengan gugatan di MK (Mahkamah Konstitusi) kedepan, kedua orang yang akan diuntungkan atau nah beli agar jadi. Termasuk ketiga, penyelenggara itu sendiri disetiap tingkatan baik dibalas jajaran penyelenggara pemilu maupun pengawasan pemilu harus dirangkul karena mereka satu paket, " tambahnya. 

Dirinya melihat sistem kerja mereka yang melakukan ini, sudah menyiapkan alasan atau sanggahan jika nanti bersengketa di MK, mengingat untuk menggugat di MK harus ada salinan C1 (rekap di TPS) dan sebagainya apakah akan ada dampaknya kedepan sudah disiapkan antisipasi. 

"Terpenting juga yang gugat itu harus partainya bukan Calegnya, karena yang jadi peserta pemilu partai. Nah ini bisa ribut, tapi pihak penyaji caleg bersangkutan maupun pengawas dan pemohon KPU sehingga nanti sudah diketahui hasil gugatannya, " tandasnya. 

Dilanjutkannya, jika caleg dari luar partai itu memberikan imbalan uang tertentu agar mau suara dipindahkan. 

"Ada yang nawarkan Rp 300 juta ada yang siapkan Rp 500 juta, untuk memindahkan suara ke mereka. Termasuk ada Caleg kota yang terus mengejar ke kita namun kita tolak secara tegas, meski dia hanya butuh sekitar 140an suara terus berunding ke sana ke sini, termasuk suara untuk DPRD RI ada yang mau menawarkan, belum lagi di daerah banyak yang mencoba, " ucapnya, seraya selama ini ada kelemahan dalam undang-undang pemilu, jika hal itu masuk ranah pidana pemilu tapi tidak mempengaruhi hasilnya. 

Pengamat politik dari Forum Demokrasi Sriwijaya (ForDes) Bagindo Togar menerangkan, jika jual beli suara itu praktek lama dan masih bisa dilakukan setiap parpol dan caleg. 

Apalagi menurutnya, data saat ini memang belum terkumpul semua, dan semua yang menguntungi bagi mereka itu yang dipublikasikannya.

sedangkan di sisi lain mereka akan melakukan curang agar menang, sehingga hal itu bisa dilakukan mengingat hal itu politik sehingga tetap saja.

"Kalau ada peluang menang dan ada yang memberi dengan buka ruang itu diusahakannya, namanya politik dan jual beli suara ini pastinya ada kesepakatan antara yang memperoleh manfaat dengan yang memberikan tawaran, " paparnya. 

Selain itu, untuk melakukan 'kemufakatan jahat' ini juga harus ditengahi oleh penyelenggara baik KPU maupun Bawaslu, jika tidak konsen penyelenggara disitu pasti tidak berjalan.

"Jadi harus melibatkan penyelenggara baik KPU dan Bawaslu hingga tingkat bawa PPK dan Panwas terlibat, dan polanya itu berjalan berulang- ulang dari dulu, maka mereka melakukan itu karena menganggap hal ini masih efektif karena ini menguntungkan bagi caleg dan parpol pastinya yang berpotensi  jadi. Selain itu, mereka yang memang tidak berpotensi jadi sehingga suaranya bisa digeser, dimana yang memberikan tidak mungkin jadi dan itu logikanya karena tidak jadi di take over ke orang lain, " tuturnya. 

Dilanjutkan Bagindo, pastinya apapun yang bisa dilakukan dan bisa efektif memberi dua belah pihak keuntungan ditambah penyelenggara pasti memiliki rumus, teknis dan triknya dari  mereka memegang kendali.

"Pastinya soal harga itu relatif sesuai kesepakatan ditempat semua pihak dan divisi teknis yang pahan dalam mengawal serta mendistribusikan hal itu. Termasuk kompensasi ke mereka (penyelenggara) ibarat tidak ada yang minum gratis, dan pola itu tidak bisa dielakan karena itu bisa memberikan garansi atau alternatif bagi para caleg memperoleh kemenangan dalam pileg, dan pastinya itu dilakukan  berjamaah tidak akan berjalan jika tidak bersama dan ada yang ribut," kata dia. 

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved