Guru Dipenjara Usai Pukul Murid
Curhat Pilu Guru di Muratara Dipenjara Usai Pukul Murid Pakai Rotan, Pengabdian Saya di Persimpangan
Sebelumnya, terdakwa guru Apinsa dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan hukuman pidana 10 bulan penjara karena terbukti bersalah.
SRIPOKU.COM, MURATARA - Proses persidangan guru Apinsa, terdakwa kasus memukul murid dengan rotan di Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) tiba pada agenda pembelaan.
Sebelumnya, terdakwa guru Apinsa dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan hukuman pidana 10 bulan penjara karena terbukti bersalah.
Guru honorer di SD Negeri Karang Anyar itu didampingi pengacaranya Abdul Aziz membacakan pembelaan tertulis atau pledoi di Pengadilan Negeri Lubuklinggau, Kamis (4/1/2024).
Berikut isi pembelaan atau pledoi yang dibacakan Apinsa di hadapan majelis hakim sebagaimana diterima awak media secara tertulis, Jumat (5/1/2024) pagi.
Nota pembelaan terdakwa Apinsa diberi judul "Pengabdian di Persimpangan".
“Saya mengucapkan terima kasih kepada yang Mulia Majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umum serta Penasihat Hukum yang dengan ketelitian telah memeriksa perkara ini.
Semata-mata untuk menggali dan menemukan kebenaran materil yang begitu penting untuk menentukan keputusan yang adil bagi semua pihak.
Tidak terkecuali bagi saya seorang guru honorer yang telah mengabdi selama 15 tahun.
Nota pembelaan saya pribadi ini saya beri judul ‘Pengabdian di Persimpangan’ sebagai refleksi kebatinan dan perasaan saya saat ini.
Tak terlintas sedikitpun oleh saya peristiwa tanggal 12 Juli 2023 menghantarkan saya pada peristiwa yang begitu pelik, menyita waktu yang begitu panjang dalam proses hukum yang mengakibatkan tekanan mental dan batin saya dan keluarga khususnya istri yang berkepanjangan serta melelahkan.
Tindakan saya yang spontan yang bermaksud menertibkan anak-anak, setelah saya tegur sebanyak dua kali terlebih dahulu, berujung bayang-bayang penjara meskipun vonis belum dijatuhkan.
Sejak proses di kepolisian saya dan keluarga, rekan-rekan guru dan komite serta pemerintahan desa telah berusaha dengan sungguh-sungguh meminta maaf. 
Dengan menempuh upaya penyelesaian secara kekeluargaan pada keluarga ananda KY tetapi tidak berhasil dikarenakan ketidakmampuan saya untuk memenuhi apa yang menjadi prasyarat dari Kakek nya KY.
Andai kata ada kemampuan tentu itu yang saya pilih karena saya sesungguhnya tidak kuat secara mental dalam proses hukum yang berkepanjangan ini.
Ketidakmampuan dengan nilai Rp 70 juta sebagai prasyarat perdamaian adalah beban yang mustahil saya penuhi apalagi dengan penghasilan hanya Rp 800 ribu setiap bulan dari gaji guru honorer.
Dalam kesempatan yang baik ini, saya ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada keluarga ananda RY, IQ dan NN yang telah memaklumi atas peristiwa 12 Juli 2023 tersebut dan memaafkan secara kekeluargaan atas tindakan menertibkan/mendisiplinkan anak-anak tersebut.
Ucapan terima kasih kepada guru-guru, komite, pemerintahan desa, kepala sekolah, Dinas Pendidikan Muratara dan PGRI Muratara yang telah membantu dalam proses penyelesaian persoalan ini secara kekeluargaan dan support moral agar saya tegar menghadapi proses hukum ini.
Tidak pernah terlintas sedikitpun di benak saya melakukan tindakan kekerasan terhadap anak sebagaimana dakwan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum terhadap saya. 
Ini bukanlah semata-mata pembelaan tetapi ini kondisi pikiran dan batin saya meskipun dimata hukum mungkin tidak berarti apa-apa, baik itu di Kepolisian Polres Muratara maupun di Jaksa Penuntut Umum.
Kini tinggal lagi satu-satunya harapan yang tersisa adalah pada Majelis Hakim sebagai benteng terakhir tembok keadilan, apakah yang saya lakukan satu-satunya jalan harus saya pertanggung jawabkan dengan mendekam di penjara.
Jalan pengabdian saya sebagai guru honorer sudah begitu panjang selama 15 tahun, begitu banyak liku dan pengorbanan yang saya lalui.
Terbentang luas harapan atas pengabdian yang saya dedikasikan pada dunia pendidikan tetapi seketika menjadi sia-sia atas peristiwa ini. 
Pengabdian saya sebagai pendidik berada di persimpangan, dari mulai proses kepolisian saya tetap menguatkan diri dan selalu kooperatif dalam menjalani proses hukum.
Tetapi ketika sampai pada pembacaan tuntutan oleh JPU pada 19 September 2023 bahwa saya dituntut 10 bulan penjara seketika mental saya down dan tidak tahu apa yang harus saya perbuat, begitu sesak rasa kehidupan ini.
Setelah berlangsungnya persidangan yang cukup panjang akan tiba fase ujung dari proses hukum ini dan saya terus berdoa agar pilar-pilar keadilan dapat terwujud. 
Apa yang saya sampaikan ini jauh dari argumentasi hukum, melainkan refleksi akan kondisi perasaan, batin dan pikiran saya sebagai seorang guru atas peristiwa yang terjadi.
Majelis hakim yang mulia, sebelum berangkat ke Lubuklinggau istri saya dan beberapa orang keluarga memaksakan diri untuk ke pengadilan ini. 
Saya cegah, cuma saya tidak ingin menyaksikan kesedihan yang muncul di tengah persidangan saya hanya ingin istri saya dan keluarga berdoa agar semua segera berlalu untuk episode yang penuh dengan cobaan ini.
Perkara ini akan menentukan nasib saya apakah yang saya lakukan sebagai seorang guru tersebut adalah sebuah kejahatan sehingga saya harus mendekam di penjara dan sirna lah pengabdian, dedikasi, harapan saya dalam dunia pendidikan.
Demikian lah yang dapat saya sampaikan semoga dapat menjadi pertimbangan, tersemat harapan pada yang mulia majelis hakim yang akan memutuskan persoalan ini, dengan harapan dan doa hadir keputusan yang seadil-adilnya."
Diketahui, sidang agenda pembelaan ini diketuai Hakim Afif Jhanuarsah Saleh, didampingi hakim anggota Amir Rizki Apriadi dan Tyas Listiani, dengan Panitera Pengganti (PP) Alkautsari Dewi Adha.
Sedangkan terdakwa mengikuti sidang secara tatap muka didampingi penasihat hukumnya Abdul Aziz.
Dituntut Pidana 10 Bulan Penjara
Guru honorer Apinsa dituntut pidana 10 bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Lubuklinggau pada 19 Desember 2023. 
Sidang diketuai Hakim Afif Jhanuarsah Saleh, didampingi hakim anggota Amir Rizki Apriadi, dan Tyas Listiani, dengan Panitera Pengganti (PP) Alkautsari Dewi Adha. 
Sedangkan terdakwa mengikuti sidang secara tatap muka didampingi kuasa hukumnya, Abdul Aziz.
Guru Apinsa terbukti memukul sejumlah murid menggunakan rotan di kelas 6 SD Negeri Karang Anyar, Kecamatan Rupit, Kabupaten Muratara.
Dalam tuntutannya, JPU Trian Febriansyah menyatakan bahwa terdakwa Apinsa terbukti secara sah dan bersalah melanggar Pasal 80 ayat 1 jo pasal 76c UU RI No 35 tahun 2014 tentang perubahan UU no 23 tahun 2022 tentang perlindungan anak.
Pertimbangan JPU, hal yang memberatkan bahwa perbuatan terdakwa menyebabkan korban inisial KY, NN, RY, dan IQ mengalami luka lecet di bagian punggung.
Hal memberatkan lainnya, terdakwa merupakan guru yang seharusnya memberikan contoh yang baik kepada anak didiknya.
Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa mengakui perbuatannya, terdakwa sudah mengabdi 8 tahun sebagai guru honorer dan sudah ada perdamaian antara terdakwa dengan NN, RY, dan IQ.
Tuntutan Dianggap Berlebihan
Kuasa hukum guru Apinsa, Abdul Aziz mengatakan pihaknya mengajukan pledoi atau pembelaan karena menganggap tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terlalu berlebihan. 
"Atas tuntutan dari JPU itu kami mengajukan pledoi, tuntutan JPU kami anggap terlalu berlebihan," kata Abdul Aziz dihubungi TribunSumsel.com dari Muara Rupit, Kamis (21/12/2023). 
Abdul Aziz menegaskan pihaknya sangat menghormati tuntutan JPU terhadap terdakwa, namun dirasanya tidak mencerminkan rasa keadilan kepada guru Apinsa.
Menurutnya, peristiwa ini bukanlah tindak pidana kejahatan berat, apalagi tiga anak lainnya yang juga dipukul pakai rotan sudah memaklumi Apinsa. 
Hanya ada satu korban yang keluarganya bersikeras ingin kasus ini sampai ke persidangan.
"Ini tidak mencerminkan rasa keadilan kepada guru Apinsa. Tidak hanya Apinsa namun seluruh guru-guru Kabupaten Muratara.
Kami perjuangkan ini bukan untuk Apinsa saja. Tetapi kepentingan dunia pendidikan,” katanya.
Abdul Aziz berharap hakim bisa mempertimbangkan secara komprehensif dari peristiwa ini.
“Kami yakin bahwa keadilan ini ada di tangan hakim,” tuturnya. 
Kronologi Kejadian
Kasus dugaan kekerasan terhadap anak ini terjadi pada Rabu 12 Juli 2023 sekira pukul 10.15 WIB.
Saat itu para korban sedang berada di dalam ruang kelas 6 SD Negeri Karang Anyar, Kecamatan Rupit, Kabupaten Muratara.
Mulanya, dalam kelas itu terdengar siswa sedang ribut seperti bernyanyi-nyanyi.
Lalu terdakwa guru Apinsa datang dari ruangan lain menuju ke kelas yang ribut tersebut.
Terdakwa mengambil sebuah rotan dengan panjang lebih kurang satu meter yang tergeletak di lantai di bawah papan tulis dalam kelas.
Terdakwa memegang rotan itu dengan menggunakan tangan kanannya, lalu mendekati siswa berinisial KY dan NN.
Kemudian terdakwa mengayunkan rotan tersebut ke punggung KY satu kali.
Setelah itu, terdakwa mendekati NN lalu memukulkan rotan yang terdakwa pegang ke punggung NN satu kali.
Terdakwa juga memukulkan rotan ke tangan RH dan IQ masing-masing satu kali.
Lalu terdakwa mengingatkan agar siswa-siswi dalam kelas itu tak ribut, dan setelah itu terdakwa keluar dari kelas tersebut.
Berdasarkan hasil visum terhadap siswa berinisial KY, korban mengalami luka lecet panjang di punggungnya diduga akibat sabetan rotan oleh guru Apinsa.


 
                 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
												      	 
												      	![[FULL] Ulah Israel Buat Gencatan Senjata Gaza Rapuh, Pakar Desak AS: Trump Harus Menekan Netanyahu](https://img.youtube.com/vi/BwX4ebwTZ84/mqdefault.jpg) 
				
			 
											 
											 
											 
											
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.