Mahfud MD Cawapres Ganjar Pranowo

Total Kekayaan Mahfud MD Cawapres Ganjar Pranowo Hampir Rp 30 M, Semuanya Tercatat Hasil Sendiri

Berikut ini total harta kekayaan Mahfud MD Cawapres Ganjar Pranowo yang baru saja diumumkan Megawati Soekarno Putri pada Rabu (18/10/2023).

Kompas.com
Total harta kekayaan Mahfud MD Cawapres Ganjar Pranowo 

Sekalipun begitu, dari sejumlah organisasi intra kampus yang pernah ia ikuti, hanya Lembaga Pers Mahasiswa yang paling ia tekuni. Ia pernah menjadi pimpinan di majalah mahasiswa Fakultas Hukum UII, Keadilan.

Demikian pula majalah mahasiswa UII, Muhibbah. Karena begitu kritis terhadap pemerintah Orde Baru, majalah Muhibbah yang dipimpinnya dibreidel sampai dua kali.

Pertama, dibreidel oleh Pangkopkamtib Soedomo pada 1978. Terakhir, dibreidel oleh Menteri Penerangan Ali Moertopo pada 1983.

Lulus dari Fakultas Hukum pada 1983 Mahfud bekerja sebagai dosen di almamaternya dengan status sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Ketika itu ia melihat, hukum tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya karena selalu diintervensi oleh politik. Energi politik selalu lebih kuat daripada energi hukum.

Kekecewaannya pada hukum yang selalu dikalahkan oleh keputusan-keputusan politik menyebabkan Mahfud ingin belajar ilmu politik.

Kesempatan itu ia ambil ketika kuliah S2. Ia banyak berdiskusi dengan dosen-dosen ilmu politik ternama seperti Moeljarto Tjokrowinoto, Mochtar Mas’oed, Ichlasul Amal, Yahya Muhaimin, Amien Rais, dan lain-lain.

Keputusannya mengambil ilmu politik yang berbeda dengan konsentrasinya di bidang hukum tata negara bukan tanpa konsekuensi.

Sebab, studi lanjut di luar bidangnya seperti itu tidak akan dihitung dalam jenjang kepangkatannya sebagai dosen. Karena itu, selepas lulus S-2, ia melanjutkan pendidikan doktor (S-3) bidang Ilmu Hukum Tata Negara di Program Pasca Sarjana UGM hingga lulus pada 1993.

Disertasi doktornya tentang politik hukum cukup fenomenal.

Hasil penelitiannya menjadi bahan bacaan pokok program pascasarjana bidang ketatanegaraan di berbagai perguruan tinggi, karena pendekatannya mengkombinasikan dua bidang ilmu, yaitu ilmu hukum dan ilmu politik.

Dalam sejarah pendidikan doktor di UGM, Mahfud tercatat sebagai mahasiswa doktoral yang lulus cepat. Ia menyelesaikan pendidikannya hanya dalam waktu 2 tahun 8 bulan.

Padahal, ketika itu (1993) rata-rata pendidikan doktor diselesaikan selama 5 tahun.

Kata Mahfud, semua itu berkat ketekunan dan dukungan dari para promotornya, Prof. Moeljarto Tjokrowinoto, Prof. Maria SW Sumardjono, dan Prof. Affan Gaffar.

Ketiga promotor tersebut juga mengirim Mahfud ke Columbia University New York dan Northern Illinois University DeKalb, Amerika Serikat, untuk melakukan studi pustaka tentang politik dan hukum selama satu tahun.

Di New York, ia berkumpul dengan Artidjo Alkostar, senior dan mantan dosennya di Fakultas Hukum UII, yang kini menjadi hakim agung.

Sedangkan di Illinois, ia bertemu dengan Andi A. Mallarangeng, kini Menteri Pemuda dan Olah Raga Kabinet Indonesia Bersatu II.

Baca juga: Alasan Megawati Tunjuk Mahfud MD jadi Cawapres Ganjar Pranowo

Ketika itu, Andi menjadi Ketua Perhimpunan Muslim, sehingga Mahfud diberi satu kamar di sebuah rumah yang dijadikan masjid dan tempat berkumpulnya keluarga mahasiswa muslim di berbagai negara.

Mahfud tercatat sebagai dosen tetap Fakultas Hukum UII pertama yang meraih doktor pada 1993.

Dari jabatan asisten ahli, ia melompat menjadi lektor madya, mendahului dosen dan senior-seniornya di sana.

Bahkan, tidak sedikit dari dosen dan seniornya itu yang kemudian menjadi mahasiswa atau dibimbing ketika menempuh pendidikan pasca sarjana.

Dengan karya tulis yang tersebar berupa buku, jurnal, maupun makalah ilmiah, tak sulit bagi Mahfud untuk meraih gelar akademik tertinggi. Ia pun dikukuhkan sebagai guru besar, 12 tahun sejak ia mengabdi sebagai dosen UII.

Dengan usia 41 tahun, ia tergolong sebagai guru besar termuda pada masanya bersama Yusril Ihza Mahendra.

Wajar saja, jika dengan kapasitasnya itu ia dipercaya mengajar di 20 perguruan tinggi, termasuk penguji eksternal disertasi doktor untuk hukum tata negara di University of Malaya, Kuala Lumpur.

Menjadi hakim konstitusi, bagi Mahfud, merupakan panggilan hati sebagai ahli hukum tata negara.

Selain itu, ia tertarik dengan perkembangan MK.

Di luar itu, ia diajak oleh mantan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie, yang sama-sama Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara, untuk berjuang di MK.

Bagi Mahfud, kredibilitas MK sebagai lembaga tidak diragukan lagi.

Meski ada dua lembaga lain yang juga bagus dan bersih, yaitu Komisi Yudisial dan Komisi Pemberantasan Korupsi, MK masih steril dari sandungan kasus hukum.

Mahfud tidak memasang target sebagai hakim konstitusi.

Ia akan bekerja mengalir sesuai kewenangan yang diberikan.

Sebab, jabatan hakim konstitusi berbeda dengan birokrasi lain seperti menteri.

Sebagai menteri, ia harus kreatif dan mendinamiskan banyak program.

Sedangkan menjadi hakim konstitusi justru tidak boleh banyak program.

Alasannya, banyak program malah akan berpotensi melanggar kewenangannya.

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved