Mimbar Jumat

Mimbar Jumat: Konstruksi Ideal Tradisi Maulid Nabi Muhammad SAW

Dalam memperingati Maulid Nabi hendaknya meneladani perilaku dan perbuatan Nabi dalam semua aspek kehidupan dan sebagai sarana aktualisasi diri

Editor: Bejoroy
SRIPOKU.COM/Istimewa
Dr Hj Choirun Niswah MAg. (Dosen FITK UIN Raden Fatah Palembang) 

Oleh: DR. Hj Choirun Niswah, S.Ag., M.Ag
(Dosen FITK UIN Raden Fatah Palembang)

SRIPOKU.COM -- TRADISI Maulid Nabi adalah salah satu tradisi Islam yang telah membudaya di Indonesia untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad Saw. Masyarakat menyambut peringatan kelahiran Nabi dengan berbagai cara sesuai dengan karakter budaya masing-masing.

Tradisi Maulid Nabi biasanya dilakukan dengan membaca kitab-kitab Maulid, seperti al-Barzanjī, Syarf al-Anam, Simthu al-Durâr dan ad-Dhiya ul Lami. Bacaan Maulid juga dibacakan pada acara marhabanan, khitanan, dan pernikahan.

Tradisi Maulid Nabi sejatinya adalah berkumpul untuk mendengarkan sejarah hidup Nabi dengan membaca shalawat dan salam, mendengarkan puji-pujian kepada Nabi, berbagi makanan, memuliakan orang-orang miskin, dan menyenangkan hati para pecinta Nabi. Tulisan ini berusaha mengemukakan gagasan konstruksi ideal tradisi Maulid Nabi ditinjau dari beberapa aspek:

Pertama, tujuan, dalam tradisi Maulid diharapkan dapat mengarahkan masyarakat Islam kepada tujuan hakiki dari peringatan Maulid Nabi yang indikatornya adalah mencintai Nabi sebagai bagian dari syariat, pembukti keimanan, prasyarat keimanan seseorang.

Untuk bisa mencintai Nabi harus memperkenalkan Nabi kepada setiap generasi. Kenal adalah pintu untuk mencintai. Sehingga dengan mengenal Nabi, maka umat Islam bisa mencintainya. Sebagaimana Firman Allah surat Ali Imran 31 yang artinya Katakanlah (Nabi Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Siapa yang mencintai Allah, tetapi tidak mengikuti jalan dan petunjuk Nabi Saw., maka pengakuan cinta itu adalah palsu dan dusta(Tafsir Kementerian Agama). Begitu juga surat Al-Ahzab 6 dan Hadist Nabi Tidak sempurna iman seseorang sehingga ia mencintai aku melebihi dari anak, ayah kandungnya dan dari semua manusia. Adapun cara mencintai Nabi adalah menaati sikap, perilakunya dan perintahnya. Allah menjelaskan Nabi Saw adalah Uswatun Hasanah (Al-Ahzab 21).

Jangan lupa subscribe, like dan share channel Youtube Sripokutv di bawah ini:

Kedua, niat dalam Menghadiri Maulid Nabi sebagaimana dikatakan Habib Umar bin Hafiz yaitu niat membaca sirah Nabi, meneladani Nabi zahir dan batin serta serta memperbanyak shalawat kepada Nabi.

Ketiga, nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi Maulid Nabi yaitu nilai spiritual, umat Islam harus dapat menumbuhkan rasa cinta kepada Nabi dengan mengungkapkan kegembiraan terhadap kelahiran Nabi sebagai cerminan rasa cinta dan penghormatan kepada Nabi pembawa rahmat bagi semesta alam sebagaimana termaktub dalam surat Yunus 58 yang artinya Katakanlah (Nabi Muhammad), “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya itu, hendaklah mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan”.

Al-Jazari yang dinukil oleh Al-Suyuthi, jika Abu Lahab yang kafir, telah turun Al-Qur’an untuk mencelanya diberikan balasan (padahal ia di neraka) sebab kegembiraanya pada malam kelahiran Nabi, bagaimana dengan seorang muslim yang meng-Esakan Allah dari umat Nabi Muhammad Saw yang senantiasa bergembira dengan kelahiran Nabi dan bersedekah apa yang dia mampu demi kecintaanya kepada Nabi, sungguh balasan dari Allah Swt ia akan dimasukkan ke dalam surga karena karunia-Nya. Menurut Al-Rassa dalam Tadhkirat al-Muhibbin fi Asma’Sayyid al-Mursalin, Cinta kepada Nabi juga harus ditanamkan kepada anak-anak sejak dini baik melalui cara diskursif atau melalui kesenangan yang lebih konkret.

Kemudian nilai moral dengan memperingati Maulid Nabi, umat Islam dapat menyimak akhlak terpuji dan nasab mulia dalam kisah teladan Nabi. Nilai sosial, umat dapat memuliakan dan memberikan jamuan makanan kepada para tamu, terutama dari golongan fakir miskin yang menghadiri majelis Maulid sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah Swt.

Keempat, landasan teologi. Tradisi Maulid Nabi sebagai sebagai salah satu media untuk mencintai Nabi memiliki landasan teologis yang kuat dalam surat At-Taubah 24 dan al-Hadist yaitu kewajiban seorang muslim untuk mencintai Nabi lebih dari makhluk lain.

Jangan lupa subscribe, like dan share channel TikTok Sriwijayapost di bawah ini:

Logo TikTok Sripoku.com

Kelima, Nabi sebagai Uswatun Hasanah. Visi kerasulan Nabi Muhammad Saw. adalah untuk mewujudkan Islam sebagai rahmat bagi semesta alam sangat relevan dengan misi Nabi Saw membawa risalah untuk menjadi teladan baik bagi semua makhluk di alam semesta. Hal ini sudah ditransformasikan dalam spirit keteladanan dalam berbagai dimensi kehidupan Nabi. Untuk itu sangat penting menjadikan Nabi sebagai teladan dalam berbagai aktivitas keagamaan. Menurut Imam Al-Ghazali, kunci kebahagiaan umat Islam adalah mengikuti sunnah dan meniru Nabi Saw. dalam segala hal yang dilakukan beliau mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali.

Keenam, membaca shalawat kepada Nabi, shalawat sebagai ungkapan doa atau pujian kepada Nabi pada dasarnya berakar langsung pada surat Al-Ahzab 56. Allah Swt dan para malaikat bershalawat untuk nabi dan setiap orang yang beriman dianjurkan bershalawat terhadapnya. Shalawat Allah Swt atas Nabi adalah rahmat kasih sayang kepada Nabi sebagai tambahan dari rahmat-Nya. Shalawat malaikat ialah memohonkan ampun bagi Nabi, walaupun Nabi ma’sum, sedangkan shalawat orang-orang beriman ialah kasih sayang mereka kepada Nabi Saw dengan memohonkan kasih sayang dari Allah Swt untuk Nabi Saw.

Ketujuh, kitab Maulid, dalam tradisi Maulid idealnya dilakukan dengan membaca sirah Nabi, perjalanan hidup Nabi yang tertuang secara ringkas dalam kitab-kitab Maulid yang telah disusun oleh para ulama. Ibnu Habib dalam kitabnya Mawlid al Nabi menyatakan bahwa peringatan Maulid intinya adalah membaca sejarah hidup Nabi Muhammad Saw supaya bisa lebih mengenal Nabi secara lebih mendalam. Hampir semua kitab Maulid menceritakan tentang Nur Muhammad.

Menurut Maqatil seorang ahli tafsir Al-Qur`an menyebutkan Nabi Muhammad Saw secara simbolik sebagai Siraj al-Munir atau pelita yang cahayanya berkilauan. Sebutan “pelita” kemudian dihubungkan dengan simbol Cahaya (An-Nur) yang terdapat dalam surat An-Nur 35 dikatakan bahwa simbol tersebut sangat dikenakan kepada Nabi dan rísalah ketuhanan yang dibawa oleh Nabi. Melalui Nabi Muhammad Saw Cahaya Tuhan menerangi dunia dan melalui Nabi pula umat manusia mendapat petunjuk atau cahaya.

Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Youtube Sriwijaya Post di bawah ini:

Kedelapan, Mahal al-Qiyām, Al-Dimyathi menerangkan bahwa mahal al-qiyām sudah menjadi tradisi ketika mendengar bait kelahiran Nabi Muhammad Saw disebut dalam pembacaan Maulid, orang-orang akan berdiri sebagai penghormatan bagi Nabi Saw. Berdiri seperti itu didasarkan pada ihtisan sebagai bentuk penghormatan dari umat Islam kepada Nabi Saw. Sedangkan menurut Kabbani, sikap berdiri ini adalah ungkapan kebahagiaan, cinta, hormat, pengabdian dan syukur atas karunia terbesar yang dianugerahkan kepada semua mahkluk melalui Nabi Muhammad Saw.

Kesembilan, Seni Hadrah, Jika ditelusuri, tata cara dan penggunaan musik bagi umat Islam didasarkan pada prilaku dan tradisi yang sudah berkembang sejak zaman nabi. Contohnya ketika Nabi tiba di Madinah disambut dengan terbangan rebana. Masyarakat Islam Madinah meluapkan rasa suka cita mereka dengan riang sambil bersyair, Thala’al badru ‘alainā…

Sepuluh, materi tausiyah, sejatinya tausiyah yang disampaikan dalam acara Maulid Nabi adalah membahas mengenai sejarah hidup Nabi sehingga bisa dijadikan suri teladan kepada umat Islam.

Sebelas, sejatinya dalam tradisi Maulid Nabi, pembacaan kitab Maulid masuk dalam acara inti, bukan di luar acara resmi. Sehingga jamaah bisa menyimak pembacaan kitab Maulid sejak awal. Sedangkan waktu pelaksanaan tradisi Maulid Nabi menurut Abuya Maliki tidak terbatas, umat Islam bisa merayakan Maulid selamanya dan seterusnya. Sedangkan tempat pelaksanaan tradisi ini bisa dilaksanakan tidak harus di masjid atau mushalla secara bersama-sama, tetapi bisa juga dilaksanakan di rumah secara mandiri.

Dua Belas, adab, sejatinya dalam menghadiri tradisi ini harus memenuhi adab sebagaimana dilakukan ulama masa lalu, misalnya agar kitab Maulid dibaca dalam suasana khusyuk dan tawadhuk, serta dalam keadaan suci.

Tiga Belas, komunitas, sejatinya peringatan Maulid Nabi dihadiri dari seluruh lapisan usia, sedangkan dari segi pakaian, menurut Sufi Junaid al-Baghdadi, Maulid Nabi sebagai salah satu hari raya umat Islam, hendaknya memakai pakaian baru, mewah yang dimiliki dan umat Islam bisa memanfaatkan media digital dalam peringatan Maulid Nabi.

Dengan demikian, dalam memperingati Maulid Nabi, umat Islam hendaknya tidak cukup dirayakan hanya dengan kegiatan seremonial tanpa makna, tetapi meneladani perilaku dan perbuatan Nabi dalam semua aspek kehidupan dan sebagai sarana aktualisasi diri dan Maulid Nabi menjadi momentum untuk meneguhkan kembali rasa cinta kepada Nabi dengan mengikuti ajarannya. (*)

Jangan lupa Like fanspage Facebook Sriwijaya Post di bawah ini:

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved