Mimbar Jumat

Mimbar Jumat: Konstruksi Ideal Tradisi Maulid Nabi Muhammad SAW

Dalam memperingati Maulid Nabi hendaknya meneladani perilaku dan perbuatan Nabi dalam semua aspek kehidupan dan sebagai sarana aktualisasi diri

Editor: Bejoroy
SRIPOKU.COM/Istimewa
Dr Hj Choirun Niswah MAg. (Dosen FITK UIN Raden Fatah Palembang) 

Keenam, membaca shalawat kepada Nabi, shalawat sebagai ungkapan doa atau pujian kepada Nabi pada dasarnya berakar langsung pada surat Al-Ahzab 56. Allah Swt dan para malaikat bershalawat untuk nabi dan setiap orang yang beriman dianjurkan bershalawat terhadapnya. Shalawat Allah Swt atas Nabi adalah rahmat kasih sayang kepada Nabi sebagai tambahan dari rahmat-Nya. Shalawat malaikat ialah memohonkan ampun bagi Nabi, walaupun Nabi ma’sum, sedangkan shalawat orang-orang beriman ialah kasih sayang mereka kepada Nabi Saw dengan memohonkan kasih sayang dari Allah Swt untuk Nabi Saw.

Ketujuh, kitab Maulid, dalam tradisi Maulid idealnya dilakukan dengan membaca sirah Nabi, perjalanan hidup Nabi yang tertuang secara ringkas dalam kitab-kitab Maulid yang telah disusun oleh para ulama. Ibnu Habib dalam kitabnya Mawlid al Nabi menyatakan bahwa peringatan Maulid intinya adalah membaca sejarah hidup Nabi Muhammad Saw supaya bisa lebih mengenal Nabi secara lebih mendalam. Hampir semua kitab Maulid menceritakan tentang Nur Muhammad.

Menurut Maqatil seorang ahli tafsir Al-Qur`an menyebutkan Nabi Muhammad Saw secara simbolik sebagai Siraj al-Munir atau pelita yang cahayanya berkilauan. Sebutan “pelita” kemudian dihubungkan dengan simbol Cahaya (An-Nur) yang terdapat dalam surat An-Nur 35 dikatakan bahwa simbol tersebut sangat dikenakan kepada Nabi dan rísalah ketuhanan yang dibawa oleh Nabi. Melalui Nabi Muhammad Saw Cahaya Tuhan menerangi dunia dan melalui Nabi pula umat manusia mendapat petunjuk atau cahaya.

Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Youtube Sriwijaya Post di bawah ini:

Kedelapan, Mahal al-Qiyām, Al-Dimyathi menerangkan bahwa mahal al-qiyām sudah menjadi tradisi ketika mendengar bait kelahiran Nabi Muhammad Saw disebut dalam pembacaan Maulid, orang-orang akan berdiri sebagai penghormatan bagi Nabi Saw. Berdiri seperti itu didasarkan pada ihtisan sebagai bentuk penghormatan dari umat Islam kepada Nabi Saw. Sedangkan menurut Kabbani, sikap berdiri ini adalah ungkapan kebahagiaan, cinta, hormat, pengabdian dan syukur atas karunia terbesar yang dianugerahkan kepada semua mahkluk melalui Nabi Muhammad Saw.

Kesembilan, Seni Hadrah, Jika ditelusuri, tata cara dan penggunaan musik bagi umat Islam didasarkan pada prilaku dan tradisi yang sudah berkembang sejak zaman nabi. Contohnya ketika Nabi tiba di Madinah disambut dengan terbangan rebana. Masyarakat Islam Madinah meluapkan rasa suka cita mereka dengan riang sambil bersyair, Thala’al badru ‘alainā…

Sepuluh, materi tausiyah, sejatinya tausiyah yang disampaikan dalam acara Maulid Nabi adalah membahas mengenai sejarah hidup Nabi sehingga bisa dijadikan suri teladan kepada umat Islam.

Sebelas, sejatinya dalam tradisi Maulid Nabi, pembacaan kitab Maulid masuk dalam acara inti, bukan di luar acara resmi. Sehingga jamaah bisa menyimak pembacaan kitab Maulid sejak awal. Sedangkan waktu pelaksanaan tradisi Maulid Nabi menurut Abuya Maliki tidak terbatas, umat Islam bisa merayakan Maulid selamanya dan seterusnya. Sedangkan tempat pelaksanaan tradisi ini bisa dilaksanakan tidak harus di masjid atau mushalla secara bersama-sama, tetapi bisa juga dilaksanakan di rumah secara mandiri.

Dua Belas, adab, sejatinya dalam menghadiri tradisi ini harus memenuhi adab sebagaimana dilakukan ulama masa lalu, misalnya agar kitab Maulid dibaca dalam suasana khusyuk dan tawadhuk, serta dalam keadaan suci.

Tiga Belas, komunitas, sejatinya peringatan Maulid Nabi dihadiri dari seluruh lapisan usia, sedangkan dari segi pakaian, menurut Sufi Junaid al-Baghdadi, Maulid Nabi sebagai salah satu hari raya umat Islam, hendaknya memakai pakaian baru, mewah yang dimiliki dan umat Islam bisa memanfaatkan media digital dalam peringatan Maulid Nabi.

Dengan demikian, dalam memperingati Maulid Nabi, umat Islam hendaknya tidak cukup dirayakan hanya dengan kegiatan seremonial tanpa makna, tetapi meneladani perilaku dan perbuatan Nabi dalam semua aspek kehidupan dan sebagai sarana aktualisasi diri dan Maulid Nabi menjadi momentum untuk meneguhkan kembali rasa cinta kepada Nabi dengan mengikuti ajarannya. (*)

Jangan lupa Like fanspage Facebook Sriwijaya Post di bawah ini:

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved