Kronologi Kasus Mbah Sani, Buruh Tani di Jawa Tengah yang Tanah 1000 Meternya Diambil Tetangga

Kuasa hukum Mbah Sani, Sukarman mengatakan bahwa tanah seluas 1.000 meter persegi itu telah dibeli oleh Mbah Sani pada 1998.

DOKUMEN KUASA HUKUM MBAH SANI
Mbah Sani, nenek renta berusia 64 tahun berjalan kaki sejauh 30 kilometer dari rumahnya di Desa Ngemplak Lor, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati, Jawa Tengah untuk meminta pertolongan ke DPRD Pati, Jumat (6/1/2023) sore. 

SRIPOKU.COM -- Jumat (6/1/2023) sore, Gedung DPRD Pati tiba-tiba didatangi oleh sesok perempuan lanjut usia bernama Mbah Sani.

Bukan tanpa alasan, Mbah Sani sengaja datang ke Gedung DPRD Pati demi meminta bantuan para wakil rakyat di sana.

Sebelum tiba di DPRD Pati, Mbah Sani rupanya sudah berjalan kaki sejauh 30 kilometer dari rumahnya yang berlokasi di Desa Ngemplak Lor, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.

Buruh tani yang tercatat sebagai warga miskin penerima bantuan pemerintah itu datang ke DPRD Pati setelah tanah 1.000 meter miliknya diklaim oleh tetangganya.

Mejelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pati mengabulkan gugatan tetangga Mbah Sani, yakni Sigati, Hariyanti, Haryanto, dan Haryatun, terkait kasus kepemilikan tanah 1.000 meter persegi.

===

Tanah Mbah Sani ada di sertifikat Kahar

Dalam putusan itu, disebutkan bahwa tanah 1.000 meter persegi milik Mbah Sani (64) merupakan bagian dari Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 320 atas nama Kahar.

Kahar merupakan nama orang tua dari penggugat.

Akibat putusan pengadilan itu, Mbah Sani terpaksa harus pindah dari rumah dan tanahnya yang sudah dihuni selama 30 tahun.

Mbah Sani mengaku kaget dan tidak rela jika harus merelakan tanah 1.000 meternya itu.

Sebab dia mengaku telah membeli tanah tersebut dengan uang hasil menjual tegalan peninggalan orangtuanya.

"Saya tidak mau kalau diusir. Saya sudah tinggal di sana 30 tahun lebih," kata MBah Sani, dilansir dari Kompas.com, Sabtu (7/1/2023).

"Ini tanah saya dan sudah saya beli. Saya hanya bisa menangis mau mengadu ke siapa," imbuh Mbah Sani.

Mbah Sani, nenek renta berusia 64 tahun berjalan kaki sejauh 30 kilometer dari rumahnya di Desa Ngemplak Lor, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati, Jawa Tengah untuk meminta pertolongan ke DPRD Pati, Jumat (6/1/2023) sore.
Mbah Sani, nenek renta berusia 64 tahun berjalan kaki sejauh 30 kilometer dari rumahnya di Desa Ngemplak Lor, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati, Jawa Tengah untuk meminta pertolongan ke DPRD Pati, Jumat (6/1/2023) sore. (DOKUMEN KUASA HUKUM MBAH SANI)

===

Kronologi kasus tanah Mbah Sani diklaim tetangganya

Kuasa hukum Mbah Sani, Sukarman mengatakan bahwa tanah seluas 1.000 meter persegi itu telah dibeli oleh Mbah Sani pada 1998.

Hal itu dibuktikan dengan adanya akta jual beli yang dimiliki Mbah Sani.

Mbah Sani membeli tanah tersebut lengkap dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 407 atas nama Suwardi dengan harga Rp 5 juta.

Namun, Mbah Sani mengalami kendala saat hendak melakukan prosedur penggantian nama kepemilikan dalam Sertifikat Hak Milik (SHM).

"Entah kenapa proses balik nama berhenti, padahal sudah bayar ke carik dan notaris saat itu," kata Sukarman.

Bahkan, carik dan notarisnya pun kini sudah meninggal.

Akan tetapi, salah satu saksi yang saat ini menjabat notaris mengakuinya jika Mbah Sani sebelumnya pernah melakukan prosedur penggantian nama.

"Ada tanda tangan resmi penjualnya juga," kata Sukarman.

Tak hanya mengantongi akta jual tanah yang sah, Mbah Sani juga sudah melakukan kewajiban membayar pajak tanah tiap tahunnya.

Namun, saat persidangan berlangsung, Sukarman mengatakan bahwa terdapat sertifikat tanah ganda.

Pemilik sertifikat serupa itu kemudian melakukan gugatan di pengadilan lantaran tanah 1.000 meter persegi Mbah Sani masuk menjadi bagian dari sertifikat pengunggah.

===

Tak mampu sewa pengacara di persidangan

Selama persidangan, Sukarman mengatakan, Mbah Sani tidak didampingi pengacara.

Termasuk juga tidak tahu harus mengajukan bukti-bukti tertulis.

"Tanpa pengacara saat itu, Mbah Sani tidak mengajukan alat bukti tertulis yang dimiliki seperti akta jual beli, pembayaran pajak tiap tahun, dan perjanjian bawah tangan," terang Sukarman.

Padahal menurut Sukarman, banyak alat bukti yang tidak dimasukkan, termasuk saksi.

Sukarman juga menyoroti mengapa pengadilan tidak merekomendasikan bantuan hukum lantaran Mbah Sani merupakan warga miskin.

Nenek berusia 64 tahun ini hanya seorang buruh tani yang tercatat sebagai warga miskin penerima bantuan pemerintah.

Sementara itu, Humas PN Pati Aris Dwi Hartoyo mengatakan alasan Mbah Sani tidak didampingi pengacara dan tidak direkomendasikan posko bantuan hukum karena kasus tersebut perdata sehingga hakim bersifat pasif.

"Soal mau didampingi advokat atau tidak, itu sepenuhnya diserahkan kepada pihak Mbah Sani," kata Aris.

Namun, Aris mengatakan, jika Mbah Sani tidak puas dengan putusan majelis hakim, dipersilakan untuk menempuh upaya hukum luar biasa, yaitu Peninjauan Kembali (PK).

Mbah Sani, nenek renta berusia 64 tahun berjalan kaki sejauh 30 kilometer dari rumahnya di Desa Ngemplak Lor, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati, Jawa Tengah untuk meminta pertolongan ke DPRD Pati, Jumat (6/1/2023) sore.
Mbah Sani, nenek renta berusia 64 tahun berjalan kaki sejauh 30 kilometer dari rumahnya di Desa Ngemplak Lor, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati, Jawa Tengah untuk meminta pertolongan ke DPRD Pati, Jumat (6/1/2023) sore. (DOKUMEN KUASA HUKUM MBAH SANI)

===

Diperingatkan untuk kosongkan tanah

Saat ini, pengadilan sudah bersiap melaksanakan pengosongan tanah seluas 1.000 meter persegi itu.

Di atas lahan itu, berdiri pula rumah kecil yang selama ini ditinggali oleh Mbah Sani.

Kuasa hukum Mbah Sani, Sukarman, mengatakan bahwa Pengadilan Negeri Pati sudah meminta Mbah Sani untuk mnegosongkan lahannya.

"Pengadilan negeri Pati sudah memperingatkan supaya Mbah Sani mengosongkan lahannya," kata Sukarman.

===

Mengadu ke DPRD Pati

Terkait putusan hakim yang merugikan dirinya itu, Mbah Sani memberanikan diri meminta pertolongan ke DPRD Pati pada Jumat (6/1/2023) sore.

Mbah Sani bahkan menguatkan diri untuk berjalan sejauh 30 kilometer dari rumahnya di Desa Ngemlak Lor, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati, Jawa Tengah menujuk ke Gedung DPRD Pati.

Bersama dengan kuasa hukumnya, Sukarman, Mbah Sani bertemu Wakil Ketua DPRD Pati Hardi, Wakil Ketua Komisi C DPRD Pati Irianto Budi Utomo, dan Wakil Ketua DPD Gerindra Jawa Tengah Ari Wachid.

Ari mengatakan bahwa kasus tanah 1.000 meter persegi Mbah Sani ini akan segera disampaikan ke DPR.

"Kami punya perwakilan di sana, Pak Habiburrokhman dan juga pimpinan komisi. Insya Allah beliau bijak," terang Ari.

Menurutnya, kasus yang dialami Mbah Sani ini tidak sepatutnya terjadi di Indonesia karena negara ini sudah mengalokasikan bantuan hukum gratis, terutama bagi warga yang tidak mampu.

Sementara itu Wakil Ketua II DPRD Pati Hardi berjanji akan mengawal kasus Mbah Sani hingga tuntas.

Dia berharap, bisa diwujudkan Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan PN Pati.

Pekan depan kuasa hukum Mbah Sani akan mengirim surat ke Bawas Mahkamah Agung untuk dilakukan eksaminasi.

Dengan begitu, harapannya, Mahkaman Agung dapat menelaah apakah putusan Pengadilan Negeri Pati yang mengalahkan Mbah Sani sesuai dengan koridor hukum atau tidak.

"Ini tidak memengaruhi peradilan, tapi kami ingin membuka kepada publik bahwa Mbah Sani ketika digugat tidak ada advokat yang mendampingi. Sehingga, kemudian tidak mengajukan saksi-saksi ataupun bukti tertulis," ujar Karman.

Dia juga menuturkan bahwa saat ini pihaknya tengan mengajukan proses Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kronologi Kasus Tanah 1.000 Meter Mbah Sani Bisa Diklaim Tetangganya"

===

Simak berita Sripoku.com lainnya di Google News

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved