Mimbar Jumat

Opini: Sikap Gigih Sebelum Unjuk Gigi

Kegigihan adalah suatu semangat dan sikap yang pantang menyerah untuk mencapai sesuatu yang diinginkan.

Editor: Bejoroy
SRIPOKU.COM/Istimewa
H. ABDUL RAHMAN, S.Ag, M.Pd.I (Penyusun Bahan Pembinaan Qori’ dan Hafizh Kanwil Kemenag Prov. Sumsel) 

Oleh: H Abdul Rahman SAg MPdI
Penyusun Bahan Pembinaan Qori’ dan Hafizh Kanwil Kemenag Provinsi Sumsel.

SRIPOKU.COM -- GIGIH merupakan sikap ulet dalam usaha, tekun dalam perbuatan, tetap teguh dalam pendirian atau pikiran. Sikap gigih diperlukan bagi orang yang memiliki target dalam mewujudkan sesuatu baik cita-cita maupun harapan dan keinginan, karena kegigihan adalah suatu semangat dan sikap yang pantang menyerah untuk mencapai sesuatu yang diinginkan.

Gigih dapat berarti terus mencoba melakukan sesuatu berulang kali tanpa rasa bosan dan sikap menyerah, setiap upaya yang dilakukan dengan penuh kegigihan akan semakin mendekati kepada keberhasilan dan kesuksesan.

Seseorang yang memiliki sikap gigih, maka fisik dan mentalnya senantiasa siap menghadapi berbagai masalah dan kesulitan yang menghadangnya demi menggapai kesuksesan di masa mendatang. Ia tidak akan melarikan diri dari masalah tanpa menyelesaikan, hingga mendapat solusi untuk menuntaskan.

Seseorang yang pada dirinya telah tertanam sikap gigih, akan memiliki tekad dan kesadaran, bahwa terhadap permasalahan yang terbentang tidak akan menghindar, hingga masalah tersebut hilang dan memudar, karena ada ikhtiar dalam mengimani dan menyikapi qodho dan qodar.

Dari ungkapan; “banting tulang peras keringat”, kita belajar dari kegigihan orang tua yang bekerja keras demi memenuhi kebutuhan hidup keluarga dan membiayai pendidikan anaknya, sehingga sang anak kelak menjadi orang yang mampu membahagiakan dan membanggakan kedua orang tuanya.

Jangan lupa subscribe, like dan share channel Youtube Sripokutv di bawah ini:

Dari ungkapan; “merdeka atau mati”, kita belajar dari kegigihan para pahlawan bangsa yang berjuang dan berkorban dengan cucuran keringat, dan tetesan air mata, bahkan bersimbah genangan darah dan nyawa sampai gugur sebagai syuhada’ sehingga bangsa ini menjadi merdeka dari jajahan bangsa asing.

Bahkan dari ungkapan spektakuler Rasulullah SAW yang menggetarkan; “Wallahu ya ’Ammii, Law wadho’u asy-syamsa fi yamini, wa al-qomaro fi syimali ’ala an atruka hadza al-amro maa taroktuhu hatta yuzhhirohullohu aw ahlika fiihi” (Demi Allah wahai Pamanku, seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku, agar aku meninggalkan dakwah ini, maka aku tidak akan pernah meninggalkan ini hingga Allah memenangkannya atau aku yang binasa karenanya), kita belajar dari kegigihan Rasulullah SAW dalam berdakwah mensyi’arkan dan menyebarkan agama Islam, walau bermacam halang rintang yang datang menghadang.

Allah akan menunjukkan jalan bagi perilaku yang penuh kegigihan, karena kesungguhan mencari keridhoan, akan mengundang petunjuk yang Allah tuntunkan atau hidayah yang Allah bimbingkan, mendatangkan rahmat yang Allah limpahkan, sebagaimana dalam Al-Qur’an dilukiskan yang menjadi pengajaran yang harus direnungkan; “Walladziina Jaahaduu fiinaa lanahdiannahum subulanaa wa inna Alloha lama’a al-muhsiniin” (dan orang-orang yang bersungguh-sungguh berjuang (untuk mencari keridhoan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami, dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik) (Q.S. Al-’Ankabut : 69).

Unjuk Gigi, Seperti Apa?
Ungkapan unjuk gigi itu bukan berarti memperlihatkan tulang keras berwarna putih yang berakar di dalam gusi mulut manusia. Tapi idiom unjuk gigi menunjukkan kekuatan, kemampuan kepandaian dalam hal sesuatu dan lainnya. Dalam konteks ini unjuk gigi bermakna beraksi setelah persiapan (actuating setelah planning), tampil ke panggung setelah latihan, siap mengikuti ujian setelah disiplin belajar, itu sebabnya diperlukan sikap gigih sebelum unjuk gigi. Berkaitan dengan unjuk gigi tersebut, dalam Al-Qur’an telah diisyaratkan pentingnya persiapan sebelum peperangan : “Wa a’iddu lahum mastatho’tum min quwwatin wa min ribath al-khoili turhibuuna bihi ’aduwwallohi wa’aduwwakum wa aakhoriina min dunihim la ta’lamuunahum Allohu ya’lamuhum” (Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya). (Q.S. Al-Anfal : 60)

Jangan lupa Like fanspage Facebook Sriwijaya Post di bawah ini:

Kegigihan memotivasi seseorang untuk senantiasa berbuat dan melakukan sesuatu hingga menjadi ahli dan profesioanl, karena azam (niat yang bulat) untuk berbuat menghasilkan ikhtiar yang optimal, yang dalam istilah agama disebut tawakkal.
Rasulullah menganalogikan seekor burung dalam hal sikap tawakkal (melaksanakan usaha, dan menyerahkan hasilnya kepada Allah) ; “Law annakum tatawakkaluuna ’ala Alloh haqqo tawakkulihi larozaqokum kamaa yarzuqu ath-thoiro taghdu khimason wa taruhu bithonan” (seandainya kalian sungguh-sungguh bertawakkal kepada Allah, sungguh Allah akan memberi kalian rezeki, sebagaimana Allah memberi rezeki kepada seekor burung yang pergi dalam keadaan lapar dan kembali dalam keadaan kenyang) (H.R. Ahmad dari Umar bin Khaththab).

Kegigihan pada sikap tawakkal versi seekor burung dalam konteks hadits ini memberikan pemahaman bahwa bahwa tawakkal itu tidak identik dengan sikap pasif, akan tetapi didahului dengan sikap aktif, segala potensi yang dimiliki dikerahkan untuk meraih apa yang diinginkan, setelah itu berulah berserah diri kepada Allah, tawakkal hadir setelah badan dan pikiran digunakan, dengan mengaplikasikan hal tersebut, maka hasil tidak akan mengkhianati usaha, target tidak akan mengkhianati rencana, ikhtiar yang maksimal akan menghasilkan yang optimal. Tawakkal itu bukan hanya menyerah tapi berusaha, tidak hanya pasrah tapi ikhtiar. Dalam hadits populer disebutkan: “I’qilhaa wa tawakkal” (ikatlah terlebih dahulu (untamu) kemudian setelah itu bertawakkal lah) (H.R.At-Tirmidzi).

Mental para juara dan orang-orang yang berprestasi baik melalui seni, lomba keagamaan maupun olahraga, seperti para pembaca dan penghafal Al-Qur’an (Qori’ dan Hafizh) yang berprestasi ataupun para atlit yang juara dalam bidang olahraga, dan para pemenang sains, bidang pendidikan dan ilmu terapan, serta profesi lainnya, semua tidak lepas dari kegigihan dalam menempa diri, setiap hari berlatih, setiap saat bermunajat, bagai ungkapan; berakit ke hulu, berenang ke tepian, bersakit dahulu, bersenang kemudian, setelah berjibaku tanpa kenal lelah, belajar dan berlatih dengan sungguh sungguh tanpa menyerah, tanpa menggerutu dan pantang putus asa, akhirnya berhasil menggotong juara, memboyong piala, meraup uang puluhan bahkan ratusan juta rupiah, menisbahkan nama baik, membuat bangga dan terpana, istimewa dan mempesona. Karena itulah seharusnya sikap gigih sebelum unjuk gigi.***

Update COVID-19 7 Desember 2022.
Update COVID-19 7 Desember 2022. (https://covid19.go.id/)
Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved