Bikin Bangga ! Mahasiswi Indonesia Ciptakan Ide Brilian Demi Perangi Sampah Makanan

Bappenas memperkirakan, emisi dari sampah jenis ini mencapai 1.702,9 metrik ton ekuivalen karbon dioksida.

Universitas Prasetiya Mulya
Mahasiswi Universitas Prasetiya Mulya, Ni Putu Mas Swandewi (paling kiri) bersama tim dari berbagai negara, meraih Best Food Waste Solution dalam FWTF di Bali melalui aplikasi Ibu Foodies. 

Lewat komunitas ini, Swan berharap pemahaman soal manajemen sampah makanan bisa menyebar luas.

“Kami juga sudah merancang purwarupa situs Internet yang di dalamnya berisi aneka informasi, edukasi, serta yang terpenting, resep-resep makanan dari bahan-bahan pangan yang selama ini kerap terbuang, seperti misalnya kulit pisang.”

Sementara itu, mahasiswa Prasmul lainnya dari Program Studi Ekonomi Bisnis, Ethelind B. Santoso bersama tim menghadirkan konsep “No Action Too Small”.

Konsep ini hampir mirip dengan program edukasi yang diusung Swandewi.

Bedanya, Ethelind dan kawan-kawan menyasar para pelaku usaha kecil dan pedagang kaki lima penjual makanan sebagai target edukasi mengenai manajemen sampah makanan.

Edukasi yang disampaikan tim Ethelind dan kawan-kawan juga berupa informasi mengenai perlunya mengelola sampah makanan, resep-resep makanan dari bahan-bahan organik yang kerap terbuang, seperti perkedel tanpa sisa yang mengandung cincangan daun wortel, kulit kentang, dan irisan bonggol seledri.

Selain itu, bagian dari edukasi tersebut juga memperkenalkan cara menumbuhkan kembali beberapa jenis sayuran tertentu seperti daun bawang dari bonggolnya yang gundul.

“Selain rumah tangga, penjual makanan juga menjadi kontributor sampah sisa makanan terbesar di Indonesia.

Melalui program ini kami berharap dapat memberikan informasi dan mengajak mereka untuk mengubah perilaku dalam menangani sampah makanan.”

Namun, Ethelind bercerita, dalam praktiknya, edukasi tersebut kerap menemui hambatan saat disampaikan kepada target mereka.

“Karena isu sampah makanan masih dianggap asing terutama di kalangan para penjual makanan.”

Namun Ethelind cukup optimistis, konsep ini ke depannya dapat dikembangkan menjadi platform edukasi yang bisa menjangkau masyarakat lebih luas.

Di sisi lain, Ethelind juga mengembangkan konsep baru untuk mengurangi potensi sampah makanan.

“Konsep baru yang saya kembangkan sebetulnya sederhana, berupa program Bazar Hortikultura untuk menjual sayur-mayur atau buah-buahan, yang biasanya dibuang oleh toko dan pedagang di pasar karena dianggap sudah terlalu matang dan penampilannya tidak menarik,”

Ethelind bercerita, konsep ini rencananya akan ia kembangkan berkolaborasi dengan jaringan retail atau toko-toko yang menjajakan sayur dan buah segar.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved