Berita Muaraenim

Cerita Sopir Angdes di Muaraenim, Berburu BBM Subsidi di SPBU Hingga ke Perbatasan Lahat

Untuk mendapatkan BBM subsidi, seperti pertalite dan solar, warga harus antri berjam-jam. Tak jarang, saat tiba giliran, BBM sudah habis.

Penulis: Ardani Zuhri | Editor: Ahmad Farozi
ardani/sripoku.com
Sulitnya mendapatkan BBM subsidi dialami hampir diseluruh daerah di Sumsel. Tak terkecuali di Kabupaten Muaraenim. Tampak ratusan kendaraan roda dua dan empat antri disalah satu SPBU di Muara Enim, Rabu (24/8/2022). 

SRIPOKU.COM, MUARAENIM - Sulitnya mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) subsidi dialami hampir diseluruh daerah di Sumsel. Tak terkecuali di Kabupaten Muaraenim.

Untuk mendapatkan BBM subsidi, seperti pertalite dan solar, warga harus antri berjam-jam. Tak jarang, saat tiba giliran, BBM sudah habis.

"Saya sudah tiga jam antri. Karena di SPBU inilah harapan saya dapat. Sudah tiga SPBU saya datangi semuanya habis dan tidak berjualan karena BBM nya belum datang," ujar Lukman (45), sopir angkutan pedesaan (Angdes) di Muaraenim, Rabu (24/8/2022).

Dikatakan, dia sudah keliling kebeberapa SPBU mencari BBM jenis Pertalite untuk mengisi angdes miliknya. Dia mencari pertalite mulai dari perbatasan Kabupaten Lahat (Merapi-red), SPBU Tanjung Enim dan SPBU Muara Enim.

Di tiga SPBU itu kata Lukman, semuanya sudah habis dan ada juga yang BBM nya belum datang. Harapannya hanya tinggal di SPBU Muara Enim (Kepur), tempatnya antri saat ini. Jika tak dapat juga, maka dipastikan angdesnya tidak bisa beroperasi.

"Saya tidak tahu dapat tidak BBM disini. Jika tidak dapat karena habis terpaksa saya tidak naksi hari ini. Sebab biasanya kalau sudah mengantri berjam-jam pas giliran kita sering habis," ujarnya.

Menurutnya, dia terpaksa antri untuk membeli BBM Pertalite di SPBU, karena dengan harga pertalite saat ini masih sesuai dengan biaya operasional kendaraannya.

Namun jika naik atau membeli BBM jenis Pertamax, maka biaya operasional akan membengkak. Imbasnya dia dan sopir angdes lainnya akan rugi.

Daripada rugi katanya, maka lebih baik tidak naksi untuk mengurangi kerugian yang lebih besar lagi. Tapi dilemanya, jika tidak naksi, maka keluarganya mau makan apa. Jadi yang sengsara dan terkena imbasnya kata Lukman, adalah masyarakat kecil.

"Saya berharap tidak ada kenaikan BBM. Dan jika tetap naik jangan terlalu tinggi pikirkan kami rakyat kecil. Sebab jika BBM naik otomatis kami akan menaikkan ongkos taksi, dan imbasnya ke masyarakat secara keseluruhan," harapnya.

Senada dikatakan salah seorang PNS Muara Enim Jerry Gunawan (56) warga Muara Enim. Dia mengaku sudah 1,5 jam ikut antrian di SPBU Muara Enim untuk membeli Pertalite. Karena jika kemdaraan tidak diisi BBM, bisa menghambat kerja.

Namun akibat antrian tersebut, tentu telah sangat menganggu pekerjaannya karena sudah menghabiskan waktu pada saat jam kerja.

"BBM ada di SPBU tidak menentu, jadi ketika terdengar ada kita terpaksa ikut mengantri, jika tidak kita tidak dapat minyak," katanya.

Kedepan, Jerri berharap kepada pemerintah untuk benar-benar memberikan kuota sesuai dengan kebutuhan real suatu daerah dan melakukan pengawasan terhadap BBM mulai dari angkutannya hingga sampai di SPBU.

Itu perlu dilakukan, supaya tidak digunakan oleh pihak yang tidak berhak atau yang bisa merugikan orang lain. Dan jika ingin naik, pemerintah harus benar-benar mempertimbangkan dampaknya dan harus menjamin tidak ada lagi kelangkaan dan antrian membeli BBM di SPBU.

Halaman
12
Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved