Mimbar Jumat
Membuang Sampah Hati
MANUSIA memiliki sekeping hati yang bersahut tanpa kata, yang bertaut tanpa suara, tapi wujudnya sangat terasa. Saat hati kotor tak karuan
Oleh: H Abdul Rahman SAg MPdI
JFU Penyusun Bahan Pembinaan Qori’ dan Hafizh Kanwil Kemenag Prov. Sumsel
SRIPOKU.COM -- MANUSIA memiliki sekeping hati yang bersahut tanpa kata, yang bertaut tanpa suara, tapi wujudnya sangat terasa. Saat hati kotor tak karuan, maka pada hati penuh sampah yang berserakan.
Sampah hati merupakan gambaran hati yang terjangkit penyakit rohani (penyakit hati), hati yang keropos karena rapuhnya iman, hingga tak mampu memahami dengan jernih nilai-nilai agama, jiwa yang kering kerontang dari pengabdian kepada Allah, gersang dari keta’atan kepada risalah yang dibawa oleh Rasul-Nya.
Hati Kotor karena terpapar berbagai tabi’at, sifat buruk (Al-Akhlaq Al-Mazmumah), tercemar oleh perilaku maksiat yang mendatangkan dosa.
“Dosa itu ialah apa yang menggelisahkan hatimu dan kamu tidak ingin diketahui (dosamu) oleh orang lain” (H.R.Muslim). Dosa yang menumpuk membuat hati menjadi rusak membengkak, hingga mengendap sampah hati.
Dan sampah hati harus dibuang, agar tidak merusak lingkungan jiwa dan kepribadian manusia.
Begitu pentingnya sekeping hati untuk dijaga agar tidak kotor karena menjadi tempat lahirnya perasaan dan pemikiran. Hati yang kotor akan merepleksikan perkataan dan perbuatan yang kotor pula.
Oleh karena itu, baik atau buruk amal perbuatan anggota badan merupakan cerminan dari baik atau buruknya hati.
Jangan lupa subscribe, like dan share channel Youtube Sripokutv di bawah ini:
Melalui Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Nu’man bin Basyir r.a Rasulullah menginformasikan: “Ala wa inna filjasadi mudghoh, idza shalahat shalahal jasadu kulluhu wa idza fasadat fasadal jasadu kulluhu ala wahiya al-qolbu” (ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini, dan jika dia buruk maka buruklah seluruh tubuh, ketahuilah bahwa dia adalah hati).
Di zaman sekarang ini begitu banyak orang yang dalam perjalanan kehidupan mereka membawa sampah di hatinya; sampah kemunafikan, sampah amarah, sampah kekesalan dan kebencian, dan lain sebagainya.
Ada orang-orang kesal melihat kesusksesan yang menerpa orang lain, hingga menampilkan senyuman yang berubah menjadi kerutan kebencian, padahal mereka tidak tahu bagaimana perih dan susahnya perjuangan yang dilalui orang tersebut dalam meraihnya.
Ada orang-orang yang benci melihat kebahagiaan dan anugerah yang dimiliki orang lain, padahal mereka tidak tahu pengorbanan apa yang diberikannya dalam merengkuhnya.
Penyakit SMOS ini (Senang Melihat Orang Susah, Susah Melihat Orang Senang) sangat mudah menjangkiti, merasuki hati hingga memendam sampah hati. Al-Qur’an memaparkan hal tersebut: “In tamsaskum hasanatun tasu’hum, wa in tushibkum sayyi’atun yafrohu biha” (Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya). (Q.S. Ali ‘Imran: 120).
Penyakit SMOS (Senang Melihat Orang Susah, Susah Melihat Orang Senang) ini menjangkiti seseorang yang tidak memiliki rasa yang tenang, dada yang lapang sehingga tidak mampu menerima orang lain dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

Senang Melihat Orang Susah.
Orang yang di hatinya terpendam sampah yang busuk menyengat karena senang melihat orang susah bersumber dari kurangnya rasa simpati, lunturnya rasa empati lalu hilangnya sikap peduli.
Al-Qur’an menyerukan agar manusia memiliki rasa kebersamaan, dan saling tolong-menolong, terutama di saat ini masyarakat banyak mengalami krisis ekonomi sebagai dampak dari Pandemi Covid-19.
Dalam Al-Qur’an dijelaskan agar kita memiliki jiwa solidaritas social dalam bentuk saling mengasihi dan memberikan pertolongan dalam hal kebaikan : “Wa ta’awanu ‘alal birri wa at-taqwa wa la ta’awanu ‘ala al-itsmi wa al-‘udwan” (Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran). (Q.S. Al-Ma’idah : 2).
Dikisahkan, suatu ketika, Syeikh Hasan Al-Bashri menyuruh beberapa muridnya untuk memenuhi kebutuhan seseorang.
Syekh tersebut berkata: “temuilah Tsabit Al-Bunani dan pergilah kalian bersamanya”, lalu mereka mendatangi Tsabit tersebut yang ternyata sedang i'tikaf di Masjid (berdiam diri di Masjid guna mendekatkan diri kepada Allah dengan berdzikir, beristighfar, membaca Al-Qur’an dan lainnya).
Lalu Tsabit meminta maaf tidak bisa pergi bersama mereka karena sedang menikmati i’tikaf. Merekapun kembali kepada Syekh Hasan Al-Bashri dan memberitahukan perihal Tsabit.
Jangan lupa Like fanspage Facebook Sriwijaya Post di bawah ini:

Syekh Hasan Al-Bashri berkata, “katakanlah kepadanya; “Hai Tsabit ! apakah engkau tidak tahu bahwa langkah kakimu dalam rangka menolong saudaramu sesama Muslim itu lebih baik bagimu daripada ibadah haji yang kedua kali?”.
Kemudian mereka kembali menemui Tsabit Al-Bunani dan menyampaikan apa yang dikatakan Hasan Al-Bashri. Maka Tsabitpun meninggalkan i'tikaf nya dan pergi bersama mereka untuk membantu orang yang membutuhkan.
Sungguh, seorang suami akan dituntut oleh Allah jika memiliki isteri yang ditelantarkan hak-haknya, seorang ayah (kepala keluarga) akan dituntut oleh Allah karena anaknya yang telah dikotori tubuhnya dengan nafkah yang haram, kitapun akan dituntut oleh Allah jika ayah-ibu, orang tua kita yang saat hidupnya belum sempat kita bahagiakan, orang-orang miskin/lemah yang membutuhkan yang selalu kita biarkan tanpa diperdulikan, saudara-saudara kita yang telah kita kecewakan, sahabat karib yang kita lupakan, Allah juga akan menuntut karena amanah dan kepercayaan yang tidak kita tunaikan.
Susah Melihat Orang Senang
Kesuksesan pihak lain merupakan ancaman bagi dirinya, sehingga hatinya susah melihat orang senang. Hal tersebut karena terjangkit sifat iri hati / hasud atau hasad / dengki hingga kasih itu berubah menjadi benci.
“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa”. (Q.S. Al-Ma’idah: 2).
Jangan lupa subscribe, like dan share channel TikTok Sriwijayapost di bawah ini:

Saat sifat buruk menjangkit, iri dengki yang terpapar, kesombongan yang ditebar, lalu menganggap diri sendiri lebih pintar, merasa lebih hebat dari sisi pangkat, lebih tinggi dari kedudukan dan derajat, sehingga tidak senang melihat orang berhasil, merasa susah melihat orang sukses berjaya. Sampah hati ini akan membuat seseorang tidak tenang dalam menjalani hidup karena terus merasa tersaingi oleh capaian keberhasilan dan kebahagiaan orang lain.
Dalam Kitab Qashashul Anbiya’, Al-Hafizh Ibnu Katsir menceritakan kisah tentang sifat iri dengki Iblis terhadap Nabi Adam a.s. sehingga Iblis divonis durhaka kepada Allah SWT dan dikeluarkan dari Surga. Ketika itu Allah memerintahkan Iblis untuk sujud kepada Nabi Adam a.s sebagai wujud penghormatan kepadanya dan bukti keta’atan kepada Allah.
Akan tetapi Iblis menolaknya karena kedengkian kepada Nabi Adam. Iblis merasa dirinya lebih mulia dan lebih baik dibandingkan Nabi Adam, karena Iblis diciptakan dari api sedangkan Nabi Adam diciptakan dari saripati tanah.
Akibatnya, Iblis menjadi makhluk terkutuk yang durhaka, dan Allah menjadi murka, serta akan disika di akhirat/Alam Baka’. Pelajaran berharga sebagai renungan bahwa sifat iri dengki mengakibatkan kebaikan menjadi sirna dan terhapus, amal shaleh menjadi sia-sia dan pupus. (Wallahu A’lam).***
