Kontroversi di Balik Hari Pengakuan Kedaulatan Negara

Peristiwa sejarah seringkali menyisakan kontroversi dan misteri apalagi ketika menyangkut orang yang pernah menjadi Pemimpin negeri ini.

Editor: Bejoroy
SRIPOKU.COM/Istimewa
Unu Nurahman Guru Penggerak SMAN 1 Leuwimunding dan Dosen FIB Sumedang. 

Oleh Unu Nurahman
Guru Penggerak SMAN 1 Leuwimunding dan Dosen FIB Sumedang

TANGGAL 1 Maret yang berlatar Serangan Umum (SU) 1 Maret 1949 ditetapkan sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara oleh Presiden Joko Widodo melalui Keppres Nomor 2 Tahun 2022 yang ditandatangani pada tanggal 24 Februari 2022. Hal ini menjadi kontroversi dikarenakan pertimbangan ketiga dalam keppres tersebut.

Dalam pertimbangannya, Presiden menyatakan bahwa peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 yang digagas oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan diperintahkan oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman, serta disetujui dan digerakkan oleh Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta, dan didukung oleh Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, laskar-laskar perjuangan rakyat, dan segenap komponen bangsa Indonesia lainnya.

Ada yang menarik untuk dicermati dari konsideran di atas. Sebelum tahun 1970, peristiwa SU 1 Maret 1949 tidaklah begitu ditonjolkan, bahkan ada persepsi di kalangan pejuang saat itu bahwa SU 1 Maret tidak melebihi dari heroisme peristiwa bersejarah lainnya seperti pertempuran Medan Area, Palagan Ambarawa, Bandung Lautan Api, Puputan Margarana, pertempuran 5 hari 5 lam di Palembang, dan Long March Divisi Siliwangi. Dilihat dari esensi penegakan kedaulatan, peristiwa pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda tanggal 27 Desember 1949 tentunya lebih tepat.

SU 1 Maret menjadi sangat ditonjolkan dengan naiknya duet Jenderal Soeharto – Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Presiden dan Wakil Presiden pada tanggal 24 Maret 1973 sampai 23 Maret 1978. Pada tahun 1979, SU 1 Maret diangkat ke layar lebar dengan judul Janur Kuning yang mendeskripsikan peran sentral Letkol Soeharto yang menjabat sebagai Komandan Brigade X KRU/ Wehrkreise III. Soeharto dalam otobiografinya Soeharto: pikiran, ucapan dan tindakan saya (1988) menulis bahwa dirinyalah menggagas SU 1 Maret.

Jangan lupa subscribe, like dan share channel Youtube Sripokutv di bawah ini:

Tidak mengherankan, Keppres nomor 2 tahun 2022 itu mengundang kontroversi dari berbagai pihak. Sesuai dengan rantai komando di TNI saat itu, peran Soeharto sebagai penggagas layak dipertanyakan karena melangkahi atasannya Panglima Divisi / Gubernur Militer III (Kolonel Bambang Soegeng), Panglima Tentara dan Teritorium Jawa/Markas Besar Komando Djawa/MBKD (Kolonel A.H. Nasoetion), Wakil Kepala Staf Angkatan Perang (Kolonel TB Simatoepang) dan Panglima Besar TNI (Jenderal Soedirman).

Namun demikian, fakta Letkol Soeharto selaku pelaksana serangan tidak terbantahkan, bahkan rekam jejaknyapun tercantum dalam arsip Belanda The Nationaal Archief (NA) nomor 6739.

Tidak ditulisnya nama Soeharto lebih mengesankan perasaan dislike daripada pelurusan sejarahnya. Memang seperti dilansir dari hastamitra.org, Kolonel Abdoel Latief (wakil Letkol Untung dalam G30 S/PKI) pernah bersaksi di Sidang Mahmilti bahwa ketika pasukannya terlibat kontak senjata melawan Tentara Belanda dalam SU 1 Maret 1949, Latief yang pada saat itu anak buah Soeharto, menyatakan bahwa dia bertemu Soeharto jam 12.00 di markas gerilya sedang asyik makan soto babat.

Terkait kesaksian Latief, dosen sejarah UNY mengatakan bahwa hal ini sungguh lemah dan harus hati-hati dilihat sebagai fakta sejarah. Bagaimanapun, Latief adalah orang yang dipecat, dipenjara dan mengalami ketidakadilan di masa pemerintahan Soeharto.

Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

Logo instagram.com/sriwijayapost/

Di lain pihak, dimunculkanya peran Presiden Soekarno dan Wapres Mohammad Hatta selaku pihak yang menyetujui dan menggerakkan SU 1 Maret terlihat dipaksakan. Harus diingat setelah agresi militer Belanda II tanggal 19 Desember 1948, Presiden Soekarno dan Wapres Mohammad Hatta ditahan oleh Belanda dan dibuang ke Sumatra.

Sebelumnya Soekarno memberi mandat kepada Syafrudin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Secara resmi PDRI terbentuk pada 22 Desember 1948 sampai 13 Juli 1949. Anehnya PDRI tidak disinggung dalam keppres ini.

Peran Sultan Hamengkubuwono IX sebagai penggagas SU 1 Maret dikemukakan oleh Atmakusumah Astraatmaja - penyunting buku Takhta untuk Rakyat: Celah-Celah Kehidupan Sultan Hamengku Buwono IX (1982) dan Tim Lembaga Analisis Informasi (TLAI) yang menyusun buku Kontroversi serangan Umum 1 Maret 1949.

Hal ini dibantah oleh Batara Richard Hutagalung dalam buku Serangan Umum 1 Maret 1949: Perjuangan TNI, Diplomasi Dan Rakyat (2014) yang menyatakan penggagas atau inisiator SU 1 Maret adalah Letkol dr. Wiliater Hutagalung yang sejak September 1948 diangkat menjadi Perwira Teritorial yang bertugas membentuk jaringan di wilayah Divisi II dan III.

Peristiwa sejarah seringkali menyisakan kontroversi dan misteri apalagi ketika menyangkut orang yang pernah menjadi Pemimpin negeri ini. Oleh karena itu, marilah kita bijak dan jujur dalam memahami serta menyampaikannya sehingga sejarah tidak menjadi sesuatu yang sengaja diarahkan sesuai kepentingan penguasa. Keppres Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara ada baiknya dikaji ulang secara komprehensif.

Jangan lupa subscribe, like dan share channel TikTok Sriwijayapost di bawah ini:

Logo TikTok Sripoku.com
Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved