Berita Religi
Ternyata Inilah Hukum Tahlilan 3, 7, 40, 100 Hari Orang Meninggal, Begini Penjelasan Buya Yahya
Pada sebagian masyarakat Indonesia ada yang menggelar tahlilan selama 3, 7, 40 hingga 100 hari orang yang meninggal, apa hukumnya? Ini ulasannya.
Penulis: Tria Agustina | Editor: Sudarwan
"Ini perbedaan ulama dalam hal ini, kebanyakan mengatakan nyampe, dinukil dari Imam Syafi'i tidak nyampe, tapi dijelaskan oleh muridnya tidak nyampe kalo tidak dialamatkan," tambahnya.
Buya Yahya pun menerangkan kesimpulannya akan menjadi sepakat bahwasanya menghadiahkan pahala bukan sesuatu yang batil.
Hanya permasalahan sampai atau tidak sampai.
Bukan bid'ah atau tidak bid'ah.
"Jadi tahlilan itu yang menghadiahkan pahala, perbedaan ulama bukan bid'ah atau tidak bid'ah, tetapi nyampe atau tidak nyampe," tutur Buya Yahya.
"Tapi di lapangan menjadi bid'ah dan tidak bid'ah.
Ini adalah permasalahan yang bahaya sekali, bukan bid'ah dikatakan bid'ah," imbuhnya.
Maka Buya Yahya pun menerangkan cara menggelar tahlilan dengan bebas.
"Adapun caranya bebas, orang bisa membuat cara masing-masing, selama ini membaca Al-Ikhlas, An-Nas, Al-Fatihah, Al-Baqarah, Ayat Kursi dihadiahkan untuk orang yang meninggal dunia sah, kalau anda ingin satu Quran khatam boleh," jelas Buya Yahya.
"Intinya amal baik, lalu kita hadiahkan kepada orang yang meninggal dunia, harinya pun bebas, tidak ada harinya menyerupai agama lain, hari kita juga," sambungnya.
Kemudian bagaimana jika ada kesamaan dengan agama lain terkait harinya?
"Tidak semua kesamaan itu meniru kok, dalam hitungan hari-hari kita ada maknanya kok, kalau masalah hari tidak serta merta kita meniru orang hindu, bisa saja itu masalah adat dan kebiasaan," tutur Buya yahya.
Buya Yahya pun menegaskan jika masalah hari itu adalah semua milik kita.
Adapun tuduhan bahwa orang tahlilan itu meniru orang Hindu, itu semua tidak dibenarkan.
Buya Yahya menuturkan jika orang di hadramaut tidak ada Hindu, namun tahlilan 3 hari.
