Gerindra-Demokrat 'Memanas' Saling Sindir soal Ketum Karbitan hingga Presidential Threshold

"Sudah pernah jadi anggota DPR, ketum sayap partai, sudah menjadi sayap partai Tidar dan Waketum partai besar.

Editor: Yandi Triansyah
handout
Gerindra dan Demokrat memanas saling sindir 

Ia mengatakan, hal itu tercermin dari suksesi kepemimpinan di Partai Demokrat yang telah menghasilkan lima orang ketua umum selama 20 tahun partai tersebut berdiri.

"Demokrasi berjalan dengan sangat baik di Partai Demokrat. Kami tidak mengenal sistem oligarki di partai kami.

Selama dua puluh tahun berdiri, kami sudah melaksanakan lima kongres, dan kami sudah punya lima ketua umum," kata Herzaky saat dihubungi, Senin (20/12/2021).

Herzaky mengatakan, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono dan ketua-ketua umum sebelumnya terpilih melalui proses yang demokratis dan konstitusional.
"Pertama, dipilih oleh para pemilik suara di Kongres. Kedua, berdasarkan aturan dan mekanisme yang ditetapkan di Kongres, yaitu AD/ART dan peraturan organisasi maupun ketentuan internal lainnya," ujar dia.

Ketiga, kata Herzaky, ada ruang demokrasi bagi seluruh kader Demokrat untuk ikut serta dalam kontestasi pemilihan ketua umum selama memenuhi syarat yang ditetapkan.

Ia melanjutkan, Demokrat merasa tidak perlu mengomentari urusan internal partai lain apalagi membanding-bandingkannya, karena setiap organisasi punya kultur dan caranya sendiri.
"Kalau ada partai lain yang sedang melakukan refleksi atau introspeksi internal, tak perlulah kami ikut mengomentarinya. Bukan karakter kami membanding-bandingkan partai kami dengan partai lain," ujar Herzaky.

Sebelum sindir-menyindir soal oligarki, Gerindra juga sempat mempertanyakan permintaan Demokrat agar Presiden Joko Widodo mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.

Permintaan itu disampaikan Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Hinca Pandjaitan yang menilai Jokowi semestinya berinisiatif menghapus presidential threshold.

Menurut Hinca, Hinca menilai, banyak kalangan kini memiliki aspirasi yang sama, yakni penetapan presidential threshold dari 20 menjadi 0 persen.

Ia berpandangan, presidential threshold 20 persen sudah tak lagi relevan karena pilpres dan pileg akan digelar serentak pada 2024 mendatang.

"Saya kira berdemokrasi dan pesta demokrasi di 2024 dengan pasangan yang lebih banyak menjadi kebutuhan, harapan, keinginan semua kita. Saya kira pemerintah yang sedang berkuasa harus mendengarkan itu," kata Hinca kepada wartawan di Kompleks DPR RI, Kamis (16/12/2021).

Pernyataan Hinca tersebut lalu direspons Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani yang menilai tidak ada kegentingan yang mengharuskan presiden membuat perppu.

"Jadi, prinsip dari Perppu itu adalah kalau dianggap ada kegentingan. Ini kan yang diminta oleh Mas Hinca. Pertanyaannya kan, apakah ada kegentingan sehingga harus dikeluarkan Perppu?" ujar Muzani di Hotel Grand Sahid Jaya, Jumat (17/12/2021).

"Karena syarat dikeluarkannya Perppu adalah ada kegentingan dan seterusnya," tegasnya.

Muzani menyatakan bahwa Gerindra saat ini memegang teguh Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017, yang dijadikan dasar presidential threshold 20 persen. Dengan beleid ini, partai atau gabungan partai harus menguasai sedikitnya 20 persen kursi di DPR RI untuk dapat mengusung calon presiden.
"Kalau nanti ada kesepakatan baru, Gerindra siap. Prinsip Gerindra terbuka untuk membicarakan ini, kalau 20 persen siap," ungkap Muzani.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved