Puncak Hujan Meteor Terbungsu di Awal Oktober, Tidak Berpotongan dengan Orbit Bumi

Hujan meteor umumnya memang terjadi setiap tahun ketika debu komet maupun asteroid berpotongan dengan orbit Bumi mengelilingi Matahari

Editor: Yandi Triansyah
American Meteor Society
Langit Indonesia akan dihiasi 2 hujan meteor Juli 2018 ini. 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Puncak hujan meteor Arid diprediksi terjadi pada awal Oktober 2021.

Dikutip dari lapan.go.id, hujan meteor terbaru akan terlihat dari bumi yang mana belum pernah terjadi di tahun-tahun sebelumnya.

Melalui rilis, ternyata hujan meteor ini mulai menyembur sejak sepekan silam.

Saat itu para astronom memprediksi puncak aktivitasnya akan terjadi beberapa hari kedepan.

Peneliti Pusat Riset Sains Antariksa (Pussainsa) Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa (LAPAN) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang menyebut hujan meteor ini terlihat redup melalui instrumen radar bagi beberapa wilayah paling selatan di belahan selatan Bumi yang masih bisa dihuni manusia seperti Argentina, Chile dan Selandia Baru.

“Hujan meteor umumnya memang terjadi setiap tahun ketika debu komet maupun asteroid berpotongan dengan orbit Bumi mengelilingi Matahari," ujar Andi.

Hanya saja untuk kasus hujan meteor terbungsu ini, justru debu komet 15P/Finlay, sebagai objek induk (parent body) hujan meteor tersebut, tidak pernah berpotongan dengan orbit Bumi.

Hal ini kata Andi dikarenakan ukuran debu komet yang kecil, ditambah pula dengan angin surya dari Matahari yang dapat mengubah posisi debu komet menjadi bergeser dari posisi semula.

Andi menjelaskan bahwa awalnya, hujan meteor ini dinamai “Finlay-id” berdasarkan nama objek induknya.

Penamaan ini tentu mengingatkan dengan hujan meteor Draconid yang semula dinamai Giancobinid, sesuai nama penemunya.

Konfirmasi pengamatan terbaru menunjukkan bahwa hujan meteor tersebut muncul dari konstelasi Ara, konstelasi di langit selatan yang terletak di antara konstelasi Centaurus, si manusia kuda dan Lupus, si serigala.

Konstelasi ini dinamakan Ara yang dalam Bahasa Latin berarti altar atau pedupaan dikarenakan figur bintang yang menyerupai altar.

Oleh karenanya, hujan meteor ini dinamakan Arid, sesuai lokasi kemunculan hujan meteor tersebut.

Nama ini sudah ditambahkan ke dalam Daftar Kerja Hujan Meteor IAU (Uni Astronomi Internasional) berdasarkan laporan pengamatan tertanggal 1 Oktober 2021 oleh Biro Pusat untuk Telegram Astronomi di Universitas Harvard.

Hujan meteor ini mula-mula terdeteksi melalui kamera pemantau meteor CAMS ( Camera for Allsky Meteor Surveillance) di Selandia Baru berturut-turut pada tanggal 28 dan 29 September.

Sumber: Sriwijaya Post
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved