Mimbar Jumat

Memaknai Kesalihan Kita dalam Berislam

Iman dan amal salih adalah dua topik perbincangan yang senantiasa aktual dan selalu menarik di ka-langan umat beragama.

Editor: Bejoroy

Oleh: Otoman, S.S., M.Hum.
Dosen Sejarah Peradaban Islam Fakultas Adab & Humaniora UIN Raden Fatah Palembang.

SRIPOKU.COM -- Iman dan amal salih adalah dua sisi yang saling bersinergi.

Iman tanpa amal itu distorsi. Amal tanpa iman itu tak berarti.

Iman adalah fondasi, sedangkan amal adalah implementasi.

Iman dan amal salih adalah dua topik perbincangan yang senantiasa aktual dan selalu menarik di ka-langan umat beragama.

Sebab, keduanya langsung berkaitan dengan ajaran agama dan kehidupan manusia. Iman dan amal salih sangat banyak diintrodusir al-Quran maupun al-Hadis, bahkan keduanya banyak diungkapkan secara bersamaan.

Meskipun terdapat perbedaan antara keduanya, tetapi memiliki hubungan yang sangat signifikan.

Iman sebagai ajaran dasar agama lebih bersifat esoterik.

Sementara amal salih lebih bersifat eksetorik sebagai cerminan dan perwujudan keimanan itu sendiri.

Dilihat dari perspektif akidah, iman yang kokoh akan melahirkan amal salih, sementara suatu perbu-atan yang baik-bermanfaat dapat diberi label salih apabila dilaksanakan atas dasar iman.

Jangan lupa subscribe, like dan share channel Youtube Sripokutv di bawah ini:

Pembahasan seputar persoalan keimanan mendapat porsi demikian besar.

Hal tersebut dapat dimaklumi karena iman menjadi dasar bagi keberagamaan seseorang.

Akan tetapi, pembahasan sekitar esensi iman menjadi sangat intens dipersoalkan.

Bahkan, telah melahirkan perdebatan yang cukup melelahkan di kalangan mutakallimin (ahli ilmu kalam).

Perbincangan tentang iman di kalangan ahli tersebut lebih banyak dikaitkan dengan kekufuran.

Sementara itu, kaitan antara iman dan amal salih terkesan kurang mendapatkan porsi yang cukup memadai.

Padahal iman yang mantap mestinya melahirkan amal salih, yang justeru disanalah akan terlihat keluhuran dan kerahmatan Islam sebagai misi utama Nabi Muhammad SAW.

Persoalannya adalah apa yang dimaksud amal salih dan apa indikatornya.

Apakah seseorang dapat dikategorikan sebagai orang salih apabila yang bersangkutan rajin melaksanakan ibadah-ibadah ritual?

Namun pada saat yang sama justeru terlibat pula dalam aktivitas yang cenderung merusak tatanan kehidupan masyarakat.

Atau sebaliknya, apakah seseorang dapat dikatakan sebagai orang salih apabila yang bersangkutan tampil secara intens melakukan aktivitas yang bermanfaat bagi kemanusiaan, tetapi cenderung mengabaikan aturan ibadah mahdah (wajib) yang telah disyariatkan Allah dan Rasul-Nya.

Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

Istilah salih, kesalihan, amal salih, dan orang salih adalah istilah yang demikian populer di kalangan kita umat Islam.

Kata salih berasal dari bahasa Arab salaha atau saluha, yang secara literal berarti baik/bagus, sebagai antonim dari kata fasada yang berarti rusak/jelek (Ahmad bin Faris, 1994:574).

Karena itu, kata salaha dalam bentuk lazim (intransitif) memiliki dua arti, di satu sisi berarti baik dan bermanfaat, dan pada sisi lain dapat pula berarti keadaan rusaknya sesuatu telah berhenti (M.Quraish Shihab, 1997: 158).

Dalam bentuk muta’addi (transitif), aslaha- yuslihu berarti memperbaiki sesuatu yang telah rusak.

Sehingga mendamaikan individu dan kelompok yang bersengketa/berselisih faham, menjadikan se-suatu berguna/bermanfaat serta berfungsi sebagaimana mestinya tercakup pula dalam pengertian as-laha.

Kata kerja bentuk pertama (salaha) mengandung konotasi sifat, sehingga tidak memerlukan obyek penderita, maka kata kerja kedua (aslaha) lebih berkonotasi aktivitas, sehingga selalu memerlukan obyek penderita.

Kata kerja bentuk pertama berkait erat dengan kata kerja bentuk kedua.

Bentuk pertama yang tidak memerlukan obyek penderita itu memberikan pengertian terhimpunnya sejumlah nilai tertentu pada sesuatu, sehingga ia dapat berguna dan bermanfaat atau berfungsi dengan baik sesuai dengan tujuan kehadirannya.

Sementara itu, kata kerja bentuk kedua selalu memerlukan obyek penderita, memberikan pengertian bahwa apabila ada sesuatu nilai yang hilang atau terjadi disfungsi pada nilai tersebut.

Sehingga, tujuan kehadirannya tidak tercapai, maka pada saat itulah manusia dituntut untuk menghadirkan dan mengaplikasikan nilai dimaksud, dan apa yang dilakukan itu adalah islah/perbaikan (M.Quraish Shihab, 1997: 158-159).

Jangan lupa subscribe, like dan share channel TikTok Sriwijayapost di bawah ini:

Logo TikTok Sripoku.com

Dalam al-Quran, kata salaha dalam pelbagai derivasinya terulang sebanyak 180 kali.

Dalam bentuk kata kerja, ditemukan dua kali, masing-masing dalam QS. Ar-Ra’d/13:23 dan QS. Al-Mukmin/40:8 yang berbicara mengenai orang-orang yang hidup sejahtera, bebas dari kerusakan dan penyakit-penyakit rohani dan balasan yang akan diperoleh atas kebaikannya di dunia ini untuk kehidupan abadi di akhirat.

Dalam bahasa Indonesia, amal salih diartikan sebagai perbuatan yang sungguh-sungguh dalam menjalankan ibadah untuk menunaikan kewajiban agama seperti perbuatan baik terhadap sesama (Dep. P&K, 1995: 866).

Secara spesifik, amal salih ialah setiap hal yang mengajak dan membawa kepada ketaatan kepada Allah, baik perbuatan lahir maupun perbuatan batin, yang berakibat pada hal yang positif dan bermanfaat (Ensiklopedi Islam Indonesia, 2001: 132).

Perpaduan antara kata amal dan salih menunjukkan adanya motivasi dan tujuan atau kesadaran dari pelaku untuk melakukan perbuatan yang baik dan bermanfaat, sehingga implikasi yang ditimbulkan pun akan baik dan bermanfaat.

Nurcholish Madjid (1995:189) menyatakan, bahwa tujuan paling penting dari amalan-amalan keagamaan adalah untuk mendidik kita agar memiliki pengalaman ketuhanan dan menanamkan kesadaran ketuhanan yang sedalam-dalamnya.

Sebab dengan kesadaran ketuhanan itulah berpangkal, bersumber, dan memancar seluruh sikap hidup yang benar, dan dengan kesadaran ketuhanan itu pula manusia akan dibimbing ke arah kebaikan atau amal salih yang membawa kebahagiaan dunia dan akhirat.

Pada diri seorang muslim terdapat dua tugas pokok, yakni tugas sebagai hambah Allah dan tugas se-bagai makhluk sosial.

Jika kedua tugas itu dikerjakan secara sinergis, itulah yang disebut dengan kesalihan, dan jika dilakukan dalam tindakan nyata, itulah yang disebut dengan amal salih.

Jangan lupa Like fanspage Facebook Sriwijaya Post di bawah ini:

Perlu dipahami bahwakesalihan secara ritual dan individual berupa pelaksanaan ibadah-ibadah mahdah, sungguh belum memadai jika ibadah tersebut tidak atau belum mengantar pelakunya menjadi orang yang salih secara sosial.

Karena itu, sejumlah ayat al-Quran mengecam keras mereka yang melaksanakan ibadah ritual yang tidak berdampak pada kesalihan sosial.

Seperti dijelaskan dalam QS.al-Ma’un/107:1-6: Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna.

Sementara itu kesalihan sosial yang diungkapkan oleh al-Quran, seharusnya dilaksanakan atas dasar iman yang kokoh.

Karena itu salah satu bentuk kesalihan sosial adalah kedermawanan, sebuah bentuk kesalihan yang secara langsung menyentuh kehidupan sosial. Baca QS. Al-Munafiqun/63:10.

Perbaikan tatanan sosial ekonomi merupakan wujud kesalihan sosial yang mendapatkan perhatian besar Islam.

Fazlur Rahman menyatakan bahwa tujuan al-Quran menegakkan sebuah tata masyarakat yang etis dan egalitarian, terlihat dalam celaannya terhadap disekulibrium ekonomi dan ketidakadilan sosial di dalam masyarakat Mekah.

Al-Quran terus-menerus mengecam ketimpangan-ketimpangan ekonomi itu, karena inilah yang paling sulit untuk disembuhkandan yang merupakan inti dari segala ketimpangan sosial (Fazlur Rahman. 1983:55).

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan:
Pertama, makna paling mendasar dari kesalihan adalah kebaikan, antonim dari kerusakan.
Seluruh aktivitas mukmin yang mengandung kebaikan adalah suatu kesalihan.

Kedua, Kesalihan itu ada dua macam; kesalihan ritual dan kesalihan sosial.

Keduanya harus dikerjakan secara terpadu, dengan kata lain, selaiknya amal salih adalah buah dari keimanan atau kesalihan ritual.
Mengerjakan kesalihan ritual namun mengabaikan kesalihan sosial atau sebaliknya, kedua-duanya tidak dibenarkan dalam berislam. Wallahu ‘a’lam wahadana lil islam

ilustrasi
Update 30 September 2021. (https://covid19.go.id/)
Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved