Mimbar Jumat
Memaknai Kesalihan Kita dalam Berislam
Iman dan amal salih adalah dua topik perbincangan yang senantiasa aktual dan selalu menarik di ka-langan umat beragama.
Seperti dijelaskan dalam QS.al-Ma’un/107:1-6: Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna.
Sementara itu kesalihan sosial yang diungkapkan oleh al-Quran, seharusnya dilaksanakan atas dasar iman yang kokoh.
Karena itu salah satu bentuk kesalihan sosial adalah kedermawanan, sebuah bentuk kesalihan yang secara langsung menyentuh kehidupan sosial. Baca QS. Al-Munafiqun/63:10.
Perbaikan tatanan sosial ekonomi merupakan wujud kesalihan sosial yang mendapatkan perhatian besar Islam.
Fazlur Rahman menyatakan bahwa tujuan al-Quran menegakkan sebuah tata masyarakat yang etis dan egalitarian, terlihat dalam celaannya terhadap disekulibrium ekonomi dan ketidakadilan sosial di dalam masyarakat Mekah.
Al-Quran terus-menerus mengecam ketimpangan-ketimpangan ekonomi itu, karena inilah yang paling sulit untuk disembuhkandan yang merupakan inti dari segala ketimpangan sosial (Fazlur Rahman. 1983:55).
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan:
Pertama, makna paling mendasar dari kesalihan adalah kebaikan, antonim dari kerusakan.
Seluruh aktivitas mukmin yang mengandung kebaikan adalah suatu kesalihan.
Kedua, Kesalihan itu ada dua macam; kesalihan ritual dan kesalihan sosial.
Keduanya harus dikerjakan secara terpadu, dengan kata lain, selaiknya amal salih adalah buah dari keimanan atau kesalihan ritual.
Mengerjakan kesalihan ritual namun mengabaikan kesalihan sosial atau sebaliknya, kedua-duanya tidak dibenarkan dalam berislam. Wallahu ‘a’lam wahadana lil islam
