Sosok Pierre Tendean, Jadi Korban G30S PKI yang Dikira AH Nasution, Kisah Cintanya Berakhir Pilu
Kala itu, Pierre Tendean yang masih berusia 26 tahun menjadi pengawal pribadi Jenderal AH Nasution.
Penulis: Nadyia Tahzani | Editor: Welly Hadinata
SRIPOKU.COM - Peristiwa G30S PKI menjadi kenangan yang tak terlupakan bagi masyarakat Indonesia.
Gerakan 30 September 1965 atau yang dikenal dengan peristiwa sejarah G30S PKI terjadi pada 56 tahun yang lalu.
Meski begitu, sejarah terkait G30S PKI masih ramai dibahas hingga sekarang.
Terlebih pada aktor-aktor yang terlibat dalam peristiwa tersebut.
Salah satunya yakni Pierre Tendean, erwira militer yang gugur dalam peristiwa Gerakan 30 September (G30S)/PKI tahun 1965 adalah Lettu Pierre Andreas Tendean.
Kala itu, Pierre Tendean yang masih berusia 26 tahun menjadi pengawal pribadi Jenderal AH Nasution.
Tugas ini diembannya sejak 15 April 1965 setelah menggantikan Kapten Manullang yang gugur saat menjaga perdamaian di Kongo.
Usianya yang masih sangat muda menjadikannya sebagai pengawal termuda Jenderal AH Nasution.
Ia pun cukup dekat dengan kedua anak Jenderal Nasution, yakni Ade Irma Suryani dan Hendrianti Sahara Nasution.
Itu dibuktikan dengan adanya foto mereka yang dipajang di Museum AH Nasution.
Baca juga: Dimana Soekarno Saat Kejadian G30S/PKI, Tenyata Bersama dengan Sosok Ini Jemput Ratna Sari Dewi
Profil
Pierre Tendean merupakan anak ketiga dari pasangan seorang dokter berdarah Minahasa L Tendenan dan wanita Indonesia berdarah Perancis Maria Elizabeth Cornet.
Ia lahir di Jakarta 21 Februari 1939.
Pierre mengenyam pendidikan sekolah dasar di Magelang, lalu melanjutkan SMP dan SMA di tempat ayahnya bertugas, Semarang.
Tahun 1958, ia memulai pendidikan menjadi taruna di Akademi Militer Teknik Angkatan Darat (ATEKAD) di Bandung.
Ia mulai berkarier di bidang militer dengan menjadi Komandan Pleton Batalyon Zeni Tempur 2 Kodam II/Bukit Barisan di Medan.
Satu tahun kemudian, ia melanjutkan pendidikan ke Sekolah Intelijen Negara di Bogor.
Setelah tamat sekolah intelijen, ia ditugaskan untuk menjadi mata-mata di Malaysia, sehubungan dengan konfrontasi Indonesia-Malaysia atau Dwikora.
Tugasnya adalah memimpin sekelompok relawan di beberapa daerah untuk menyusup ke Malaysia.
Semenjak itu, ada tiga jenderal yang menginginkan Pierre Tendean untuk menjadi ajudannya.
Mereka adalah Jenderal AH Nasution, Jenderal Hartawan, dan Jenderal Kadarsan.
Ia akhirnya menjadi ajudan Jenderal AH Nasution.
Namun, 30 September 1965 itu ia tetap berada di Jakarta karena menjalankan tugas sebagai ajudan Jenderal AH Nasution.
Malam itu pun terjadi peristiwa penyerangan pasukan Tjakrabirawa yang menyerang kediaman Sang Jenderal.
Mendengar suara gaduh, Pierre Tendean yang tengah beristirahat di ruang tamu pun bangun dan mendatangi sumber suara.
Begitu sampai, ia langsung disambut senapan.
Pasukan Tjakrabirawa yang mengira Pierre Tendean sebagai Jenderal AH Nasution pun langsung menculik dan membawanya ke Lubang Buaya.
Dikisahkan, Pierre Tendean memang mengaku sebagai Jenderal AH Nasution.
Di Lubang Buaya, ia lalu dibunuh bersama enam perwira tinggi TNI lainnya dan dimasukkan ke dalam lubang berdiameter 75 sentimeter (cm).
Pierre Tendean pun gugur pada usianya yang ke-26 tahun.
Padahal pada Bulan November 1965 ia akan menikahi calon istrinya bernama Rukmini Chaimin.
Pierre Tendean ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi Indonesia pada 5 Oktober 1965.
Pangkatnya pun naik menjadi kapten sebagai bentuk penghormatan kepada Pierre Tendean.
Kisah Cinta Berakhir Pilu
Sosok gadis berambut hitam ikal dan bermata besar itu tak bisa hilang dari benak Letnan Dua Czi Pierre Tendean. Namanya Rukmini, putri sulung keluarga Chaimin di Medan.
Pierre dikenalkan kawan-kawannya pada gadis ini. Ada getaran di hati mereka berdua. Pertemuan pertama kemudian disusul pertemuan lanjutan.
Saat itu Pierre menjadi Komandan Peleton Zeni di Kodam II Sumatera Utara. Baru saja mau menjalin hubungan serius, Pierre dapat tugas baru mengikuti pendidikan intelijen di Bogor. Sebagai tentara profesional, dia harus meninggalkan Medan dan gadis pujaannya.
Dari sejak menempuh pendidikan di Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD), Pierre Tendean sebenarnya sudah jadi idola para wanita. Sampai-sampai digelari Robert Wagner dari Panorama. Demikian ditulis Dinas Sejarah TNI.
Tak terhitung gadis yang mau menjalin asmara dengannya. Namun Pierre agaknya bukan tipe playboy yang modal ganteng lalu senang gonta-ganti pacar. Keluarga tak pernah dengar Pierre berhubungan dengan wanita.
"Dia tak mau menggunakan kelebihan fisiknya," kata Rooswidiati, adik bungsu Pierre Tendean dalam buku Kunang-Kunang Kebenaran di Langit Malam.
Nah, baru Rukmini yang benar-benar mencuri hati Letnan Tendean. Apa yang membuat Pierre Tendean jatuh hati dengan gadis ini?
"Letnan Pierre sangat tertarik oleh kehalusan dan kelemahlembutan gadis yang baru dikenalnya itu. Dari hari ke hari pergaulan mereka bertambah akrab."
Penugasan Pierre Tendean ke medan tugas di perbatasan Malaysia yang penuh bahaya tak menyurutkan kisah cinta mereka. Hubungan LDR alias jarak jauh ini berjalan terus.
Saat menjabat sebagai ajudan Jenderal Nasution, Pierre Tendean memantapkan niatnya untuk melamar Rukmini. Dia menulis surat ke keluarganya, minta doa restu untuk menikah.
Saat mendampingi Nasution bertugas ke Medan tanggal 31 Juli 1965, Letnan Tendean menemui calon mertuanya. Dia melamar Rukmini secara resmi. Hari pernikahan disepakati bulan November tahun yang sama.
Itulah terakhir kalinya Pierre dan Rukmini bertemu.
Ada yang menyebut saat lepas piket tanggal 30 September sore, Pierre sempat melihat-lihat paviliun yang dikontrakkan di sekitar Menteng, Jakarta Pusat.
Rencananya paviliun itulah yang akan ditempatinya ketika sudah menikah. Letaknya dicari yang tak terlalu jauh dari kediaman Jenderal AH Nasution. Maklum, tugasnya sebagai ajudan harus selalu melekat dengan atasan.
Namun cinta tak sampai berujung pernikahan. Pierre tewas di tangan komplotan Letkol Untung. Padahal dua bulan lagi dia akan jadi pengantin.
Kisah Robert Wagner dari Panorama ini berakhir dengan duka.
Baca juga: Brigjen Ahmad Sukendro Jenderal yang Lolos dari Pembantaian G30S PKI, Sosok Penting di Tubuh Militer
