Kebakaran LP Dan Reformulasi Sistem Pemindanaan

Sebanyak 41 orang narapidana tewas terpanggung dalam kebakaran yang terjadi Rabu (8/9/2021) dini hari.

Editor: Bejoroy
Istimewa
Mahendra Kusuma, SH, MH. (Dosen PNSD Kopertis Wilayah II Dpk FH Universitas Tamansiswa Palembang) 

Jangan lupa subscribe, like dan share channel TikTok Sriwijayapost di bawah ini:

Jangan lupa subscribe, like dan share channel TikTok Sriwijayapost di bawah ini:

Logo TikTok Sripoku.com

Seharusnya, sebuah LP memang dapat menjadi tempat untuk membina para penjahat agar kembali ke jalan yang benar.

Tetapi, ini tentu tidak mudah dilakukan.

Persoalan utamanya, karena masalah dana yang sangat minim, sehingga Ditjen Pe-masyarakatan, lembaga yang terlibat langsung mengelola LP, tidak dapat berbuat banyak.

Suatu hasil pengamatan yang sudah diketahui semua orang adalah, bahwa dalam ke-nyataannya, LP kita masih tak ada bedanya dengan penjara (jail atau prison).

Ada berbagai hal yang secara kasat mata saja bisa dipergunakan sebagai landasan untuk mendukung pernyataan itu.

Misalnya saja, situasi bangunan (fisik LP), sistem pengamanannya, serta pola kehidupan para penghuninya (Adrianus Meliala, 1992).

Atas pertimbangan kemanusiaan, pidana penjara semakin tidak disukai oleh karena jenis pidana ini mempunyai dampak negatif yang tidak kecil tidak saja terhadap narapidana, tetapi juga terhadap keluarga serta orang-orang yang kehidupannya tergantung dari narapidana tersebut.

Selain atas pertimbangan di atas, kecenderungan untuk selalu mencari alternatif pidana penjara juga bertolak dari kenyataan, bahwa biaya yang harus dikeluarkan un-tuk membiayai pelaksanaan pidana penjara sangat besar.

Misalnya biaya hidup narapidana seperti makan dan biaya kesehatan.

Jangan lupa Like fanspage Facebook Sriwijaya Post di bawah ini:

Biaya tersebut semakin besar mengingat banyak penjara yang over kapasitas.

Kurang logis orang-orang yang di luar penjara harus memberi makan (lewat pembayaran pajak yang kemudian diolah menjadi APBN dan APBD) bagi para pembunuh yang dipenjara yang berkemungkinan akan mengulangi kejahatannya.

Semakin lama mendiami penjara semakin tinggi biaya ekonomi yang harus dibayar oleh pajak yang dibayarkan rakyat (Paisol Burlian, 2015).

Sumber: Sriwijaya Post
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved