Mimbar Jumat

Takut Allah Vs Takut Corona

Sedih selalu berhubungan dengan masa lalu, sedangkan takut berkaitan dengan masa depan. Keduanya merupakan respons psikologis yang sangat manusiawi...

Editor: Bejoroy
SRIPOKU.COM/Istimewa
John Supriyanto Penulis adalah dosen Ilmu Al Qur’an dan Tafsir UIN Raden Fatah dan Sekolah Tinggi Ilmu Al Qur’an Al-Lathifiyyah Palembang 

Akibatnya orang menjadi abai dan acuh terhadap standar prokes.

Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

“Jangan takut pada corona, takutlah pada Tuhan saja”. Kalimat seperti ini seringkali terdengar di masyakarat.

Mirisnya ucapan serupa itu justru terlontar dari dalam masjid, majelis ta’lim, pengajian dan lain sebagainya.

Tidak ada yang salah dengan rasa takut manusia kepada makhluk-makhluk Tuhan, termasuk ketakutan pada bahaya virus corona.

Para nabi dan rasul sebagai manusia terdekat dengan Tuhan sekalipun pernah mengalami masa-masa ketakutan itu.

Sebut saja misalnya Nabi Musa as. yang begitu takut pada ular-ular buatan tukang sihir Fir’aun.

Saking takutnya, tubuhnya gemetar dan hendak lari menyelamatkan diri, sampai kemudian Tuhan menyelamatkannya melalui tongkat mukjizat yang berubah menjadi ular besar.

Ketakutan yang sama juga terjadi pada Nabi Ibrahim as.

Ketika beliau kedatangan tamu yang dianggapnya ‘aneh’.

Sebab, tamu-tamu itu tidak menyentuh sedikitpun makanan dan minuman yang disuguhkan.

Belakangan baru diketahui bahwa ternyata mereka adalah para malaikat yang diutus Tuhan kepada Ibrahim as. untuk menyampaikan berita gembira tentang kehamilan istrinya.

“Fa aujasa minhum khifah” (maka tampak rasa takut Ibrahim pada mereka), demikian diungkapkan dalam Al Qur’an.

ilustrasi
Update 2 September 2021. (https://covid19.go.id/)

Pada penetapan hukum syari’at, faktor ketakutan juga diakomodir dalam sistem ibadah umat Islam.

Dalam literatur ibadah dikenal adanya sistem shalat yang dilakukan dalam suasana mencekam dan menakutkan, kondisi perang misalnya.

Sistem shalat seperti ini kemudian dikenal dengan sebutan “shalat khauf” atau shalat dalam liputan rasa takut.

Kala itu, Nabi SAW dan para shahabat khawatir kalau-kalau diserang musuh secara tiba-tiba saat mereka sedang melaksanakan shalat berjama’ah.

Oleh karena itu, Qs. an-Nisa’ : 102 diturunkan untuk memberikan solusi dengan mengajarkan mekanisme pelaksanaan shalat dalam kondisi ketakutan tersebut.

Fakta ini semakin menguatkan bahwa munculnya rasa takut adalah sesuatu yang sangat manusiawi dan wajar sehingga agama-pun memakluminya.

Tak perlu dibenturkan antara rasa takut pada Tuhan dengan rasa takut pada corona.

Takut pada Tuhan dan takut pada corona adalah dua substansi yang berbeda.

Takut pada corona tidak berarti mengabaikan rasa takut pada Tuhan.

Sebab, masing-masing memiliki pendekatan dan cara yang berbeda.

Mendekatlah pada Tuhan sedekat mungkin (taqarrub) sebagai implementasi dari rasa takut kepadaNya.

Tapi, hindari semaksimal mungkin segala sesuatu yang menakutkan itu bila dirasa akan mengancam dan membahayakan jiwa. Wallahu a’alm. (John Supriyanto / Penulis adalah dosen Ilmu Al Qur’an dan Tafsir UIN Raden Fatah dan Sekolah Tinggi Ilmu Al Qur’an Al-Lathifiyyah Palembang)

John Supriyanto

Penulis adalah dosen Ilmu Al Qur’an dan Tafsir UIN Raden Fatah dan Sekolah Tinggi Ilmu Al Qur’an Al-Lathifiyyah Palembang
John Supriyanto / Penulis adalah dosen Ilmu Al Qur’an dan Tafsir UIN Raden Fatah dan Sekolah Tinggi Ilmu Al Qur’an Al-Lathifiyyah Palembang (SRIPOKU.COM/Istimewa)
Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved