Johan Anuar Divonis 8 Tahun, Pengamat Hukum Sebut Hukuman Tanpa Remisi Sudah Sangat Sesuai
Johan Anuar, Wakil Bupati non aktif Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) divonis 8 tahun. Bahkan hak politik bagi Johan Anuar dicabutan selama 5 tahun.
SRIPOKU.COM, PALEMBANG -- Johan Anuar, Wakil Bupati non aktif Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) divonis 8 tahun. Bahkan hak politik bagi Johan Anuar dicabutan selama 5 tahun.
Menurut Pengamat Hukum dari Universitas Muhammadiyah Palembang (UMP) Martini, SH., MH, hukuman tersebut sudah sangat seusai.
"Saat inikan sudah ada pembaharuan revisi, wacananya tanpa remisi. Jadi kalau 8 tahun tanpa remisi itu cukuplah membuat efek jerah bagi para koruptor. Ditambah dicabut hal politiknya," kata Martini saat dikonfirmasi, Selasa (4/5/2021).
Lebih lanjut ia mengatakan, memang pengalaman dulu, misal setelah divonis 8 tahun terus menjalani hukuman, dapat remisi akhirnya cuma 2 tahun.
Baca juga: PECAH Rekor, Dalam 24 Jam Jumlah Kasus Covid-19 di India Tembus ke Angka 20 Juta, Situasi Memburuk
Baca juga: UPDATE Covid-19 di Palembang Hari Ini 16 Kecamatan Zona Merah, Bertambah 72 Orang Kalidoni Terbanyak
Itukan hukumannya lebih rendah dari pada orang melakukan pencabulan atau mencuri ayam. Jadi ketika memang mereka keluar bisa berpolitik kembali.
Nah untuk pembaharuan undangan-undang korupsi saat ini sudah sangat sesuai. Walaupun memang nilainya itu milaran.
Namun daripada dibandingkan undang-undang sebelum adanya pembaharuan tidak berpihak pada rakyat kecil.
"Saya sebagai pengamat hukum, vonis itu sudah memanusiakan manusia. Dalam artian bahwa kalian sebagai manusia yang melangar hukum, ya harus bersikap manusia untuk mempertanggungjawabkan perbuatan hukum kalian," ungkapnya.
Lalu pertanyaanya, apakah itu sudah jadi efek jerah bagi pelaku koruptor? Kalau itu kembali ke masing-masing orang atau pribadi masing-masing.
Ketika memang seseorang merasa ada beban mental atau beban jiwa bagi mereka untuk melakukan korupsi, tentu itu jadi efek jerah.
"Koruptor itu hanya kiasan, bahas awamnya maling. Kalau mereka menyadari bahwa dirinya adalah maling, dan maling uang rakyat mengatas namakan jabatan. Jadi itu tetap maling, menggunakan kekuasaannya untuk memperkaya diri sendiri," katanya.
Masih kata Martin, ketika memang mereka ada beban moral dalam jiwa masing-masing, maka akan berpengaruh untuk jadi efek jerah.
Tapi kalau tidak menyadari bahwa ia seorang maling, maling uang rakyat maka seluruh hal dibuat enteng.
Misal tetap menjalin hukuman dan menggunakan uang yang ada untuk membeli fasilitas yang ada. Atau mereka menggunakan fasilitas-fasilitas lain untuk bisa keluar untuk mengunjungi keluarga.
"Ini sebenarnya sangat memalukan dan merugikan negara. Ketika memang itu uang rakyat saja kita harus mempertanggungjawabkan ketika memang mecuri. Jadi ini suatu kemajuan untuk sumsel terutama OKU untuk memerangi korupsi," katanya.
Martini menjelaskan, kalau hukuman penjara untuk lama tidaknya dilihat dari besaran korupsinya dan yang dikorupsi itu untuk kepentingan umum atau bukan.
Biasanya mulai dari hukuman moral, kalau berdasarkan undang-undang hukumanya dari 2 tahun sampai 20 tahun, tidak ada hukuman mati saja, maksimal 20 tahun.
"Wabub OKU ini kalau saya lihat sepintas memang tidak punya moral. Sebab fasilitas yang diperuntukkan untuk masyarakat fasilitas umum, ketika ada musibah seperti kematian mereka tahu bahwa kabupaten sudah menyediakan fasilitas umum. Maka ketika diketahui ada kecurangan dan ada oknum yang menjadikan itu untuk kepeting pribadi untuk memperkaya diri sendiri," katanya.
Kesimpulannya hal pertama kali yang kita saksikan bersama-sama untuk korupsi dan memihak kepada rakyat pada saat fasilitas kabupaten disalah gunakan okunum. Jadi Bravo, dan sangat hebat, ini warna baru bagi pemerintah OKU pada khususnya. (TS/Lin)