KKB Papua Teroris

"NEGARA Lain Tak Bisa Lagi Melindungi," KKB Papua Mulai Oleng Dicap Kelompok Teroris

Terduga teroris juga tidak dapat meminta suaka ke negara lain, menggalang dana, dan meminta dukungan.

Editor: Wiedarto
TRIBUNNEWS.COM/PUSPEN TNI
ILUSTRASI. Kontak tembak kembali terjadi di Intan Jaya, Papua. Kontak tembak terjadi di Kampung Titigi, Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya. Personel Satgas Yonif Raider 400/BR yang sedang patroli untuk menjamin keamanan warga masyarakat, ditembak KKB pada Jumat (6/11/2020) 

SRIPOKU.COM, JAKARTA - Direktur Penegakan Hukum Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol Eddy Hartono mengatakan, ada beberapa pertimbangan mengapa kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua dilabeli teroris.

Di antaranya, meningkatnya eskalasi kekerasan pasca-penembakan terhadap Kepala Badan Intelijen Negara Daerah Papua Mayjen Anumerta I Gusti Danny Karya Nugraha.

Ketika KKB telah dilabeli terorisme, maka Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, katanya, dapat digunakan.

Sebab, KKB biasanya dijatuhi hukum secara individu di pengadilan Nabire, Biak, dan Manokwari, dengan hanya dijerat pasal 104, 106, 107, 160, 170, 187, serta 340 KUHP.

KUHP tidak dapat menjerat KKB yang terorganisir. Kejahatan korporasi hanya dapat dijerat dengan UU 32/2009 tentang Lingkungan Hidup, UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan UU 5/2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

"Keputusan tersebut telah melewati berbagai kajian yang cukup panjang dan berhati-hati," ujar Eddy, dalam diskusi daring bertajuk 'KKB Teroris atau Bukan?’ Kamis (29/4/2021).

Pelabelan teroris terhadap KKB, juga memungkinkan penggunaan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.

“Karena terus terang saja, seperti yang kita ketahui, gerakannya orang-orang yang terlibat di KKB ini sudah cukup luas."

"Baik itu di dalam negeri maupun di luar negeri,” tutur Eddy.

Di sisi lain, UU 9/2013, kata Eddy, dapat memblokir rekening terduga teroris melalui proses peradilan, dengan bukti pengulangan yang cukup.

Dalam konteks ekstradisi, UU 5/2018 memungkinkan terduga teroris tidak dapat berlindung di bawah tindak pidana politik ketika melakukan propaganda.

Terduga teroris juga tidak dapat meminta suaka ke negara lain, menggalang dana, dan meminta dukungan.

“Mereka ke depannya tidak bisa masuk ke negara lain, kalau masuk dalam daftar terduga teroris dan organisasi terorisme."

"Karena apa? Negara lain tidak bisa melindungi lagi dan berkewajiban untuk mengekstradisi ke negaranya,” jelasnya.

Selain itu, UU 5/2018 disebut bakal melindungi HAM, karena jika penegak hukum melakukan penyalahgunaan wewenang (abuse of power), dapat disanksi pidana.

Halaman
123
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved