Film Dokumenter Orang Rimba-The Life of Suku Anak Dalam
Pada suatu malam, saat Tengganai menyampaikan pada peneliti bahwa tidak semua kekayaan khasanah pengetahuan adat Orang Rimba itu dapat dituliskan ....
SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Bejelon dalam bahasa Orang Rimba artinya telah berjalan. Dari Kota Palembang, telah dihelat secara perdana Film Dokumenter “Orang Rimba-The Life of Suku Anak Dalam” untuk masyarakat luas melalui channel YouTube yang dapat disaksikan pada tautan s.id/FilmOrangRimba.
Premiere Film Dokumenter Orang Rimba-The Life of Suku Anak Dalam ini dihadirkan bertepatan dengan Hari Film Nasional tertanggal 30 Maret 2021 yang lalu dan telah singgah di Cafe Literasi Rumah Sintas pada hari yang sama dalam acara nonton bareng dan bincang-bincang tentang film tersebut.
Dengan demikian, berarti film dokumenter ini telah bejelon sendiri dalam perannya memberikan pencerahan tentang kandungan khasanah kekayaan pengetahuan adat Orang Rimba/Suku Anak Dalam di Taman Nasional Bukit Duabelas kepada masyarakat luas.
Film Orang Rimba-The Life of Suku Anak Dalam yang berdurasi selama 1 jam 52 menit ini mengisahkan secara mengalir tentang bagaimana corak filsafat hidup dan sosiologi kehidupan Orang Rimba di Taman Nasional Bukit Duabelas.
Pada bagian mula film ini disuguhkan aroma filsafat Orang Rimba di Bukit Duabelas, di mana Tengganai Besemen merefleksikan tentang bagaimana pegangan hidup Orang Rimba dalam keberadaannya, pengetahuannya, nilai hidupnya, dan tujuan hidupnya di Bukit Duabelas.
Kemudian pada alur berikutnya, ditampilkan penerjemahan atas filsafat hidup Orang Rimba tersebut ke dalam sosiologi kehidupan Orang Rimba, mulai dari bagaimana sejarahnya Orang Rimba di Bukit Duabelas, pengelompokan dan hubungan masyarakatnya, kelahirannya, pakaiannya, rumahnya, mata pencahariannya, tentang ritual kematian dan kewarisannya, sistem kekuasaannya, serta kebudayaannya.
Selain mengalirkan pengetahuan adat Orang Rimba yang sifatnya turun temurun, pada film dokumenter ini ditengahkan pula tentang kondisi sosiologis terkini yang dialami masyarakat Orang Rimba di Bukit Duabelas, yakni tentang bagaimana hubungannya dengan pihak luar, perubahan yang terjadi pada mereka, dan tentang permasalahan hidupnya saat ini.
Jiwa yang Bertaut
Kehadiran film dokumenter ini bermula latar belakangnya dari kisah pada saat seorang Muhamad Erwin melangsungkan penelitian disertasinya bersama Tengganai Besemen di Bukit Duabelas pada tahun 2015 sampai 2017.
Pada suatu malam, saat Tengganai menyampaikan pada peneliti bahwa tidak semua kekayaan khasanah pengetahuan adat Orang Rimba itu dapat dituliskan, namun harus diperagakan.
Selain itu, terpikirkan oleh Muhamad Erwin, bahwa kalaupun hasil penelitian disertasi itu kemudian menjadi buku yang dapat terbit secara nasional, namun akan masih sulit untuk meluas diketahui orang banyak, karena kebutuhan untuk membaca buku tersebut biasanya lebih mengarah pada kalangan pendidikan tinggi tertentu.
Dengan pemikiran seperti itu, lalu terpantiklah ide Muhamad Erwin dalam inisiasi bahwa yang begitu efektif untuk menyelamatkan pengetahuan adat Orang Rimba pada sosok Tengganai Besemen adalah dengan mengadakan dokumen pengetahuannya secara visual.
Sepertinya semesta yang menuntun, pada awal 2019 Muhamad Erwin berkenalan dengan seorang Jimi yang merupakan seniman musik sekaligus menekuni pengetahuan tentang audio film dan juga memiliki grup band yang bernama Hutan Tropis dengan mengusung idealisme lingkungan hidup, sosial, dan kemanusiaan.
Dengan kecocokan idealisme di antara kedua sosok tersebut, maka secara kekuatan hikmat tidak sulit di antara keduanya untuk menyejajarkan visi dalam mewujudkan impian Tengganai Besemen tersebut.
Tidak lama berselang, bertambah lagi kekuatan dengan bergabungnya seorang desainer grafis sekaligus berperan sebagai dosen praktisi desain grafis, yakni saudara Gian Pratama.
Berikutnya yang lebih lengkap lagi, yakni dengan bergabungnya pula seorang anak muda, Ahmad Nurfahri Zaldi dan teman-temannya dari mahasiswa Teknologi Multimedia Digital Politeknik Negeri Sriwijaya dalam peran sebagai kameramen.
Setelah lengkap kekuatan dan dengan telah bertautnya jiwa di antara niat tim Orang Rimba Film saat itu dengan karsa Tengganai Besemen, maka berlangsunglah produksi selama tahun 2019.
Jiwa yang Merdeka
Namun kenyataan tidak selancar dari apa yang direncanakan pada mulanya. Memasuki awal tahun 2020 terjadi ketidakjelasan terhadap penyelesaian film dokumenter Orang Rimba ini, dikarenakan telah terjadi ketidakcocokan atas hasrat berkuasa dari salah seorang anggota tim berdasarkan kepentingan pribadi yang tidak sejalan dengan sosok-sosok penting dalam pembuatan film dokumenter ini.
Dengan kembali kepada khitahnya, bahwa film ini adalah untuk menambatkan impian Tengganai Besemen, maka kemudian Muhamad Erwin, Jimi Hutan Tropis, Gian Pratama mengambil alih pengerjaan penyelesaian film ini dengan melepaskan ikatan-ikatan yang membelenggu tersebut secara tegas.
Memasuki bulan Juni 2020, dimulailah pengerjaan film Orang Rimba ini secara merdeka di studio editing AD Recording Studio Palembang.
Dari sejak tanggal 1 Juni 2020 berlangsunglah revisualisasi logo dan poster film, penyuntingan video, sinkronisasi gambar dan suara, penajaman naskah narasi, dan perekaman suara narator. Berlanjut dari Agustus 2020 sampai dengan September 2020 berlangsunglah pewarnaan/colouring video film, grafis, animasi 2 dimensi maupun 3 dimensi terhadap film dokumenter tersebut.
Selanjutnya dari September sampai dengan Oktober 2020, terjadilah pembuatan alih bahasa (subtittle) film tersebut. Seiring dengan berlangsungnya semangat baru yang merdeka dalam berkarya tersebut, seorang Jimi Hutan Tropis secara mengejutkan kembali menghadirkan satu lagi karya lagu yang disematkan pula sebagai soundtrack bagi film Orang Rimba ini dengan judul “Nande” untuk mendampingi soundtrack sebelumnya yang juga diciptakan saudara Jimi, yakni “Menjadi Hidup” dan “Kambing Hitam”.
Akhirnya, proses-proses tersebut dipadukan dalam suatu rendering sebagai pertanda bahwa film dokumenter ini selesai pada Oktober 2020.
Menjadilah yang Hidup
Pada akhir Oktober 2020, tim Orang Rimba Film sepakat dan berangkat mengantarkan karya dokumenter itu ke Taman Nasional Bukit Duabelas untuk ditonton oleh Tengganai Besemen dan Orang Rimba sebagai pihak yang harus pertama kali menontonnya setelah dibuat oleh tim.
Malam hari 31 Oktober 2020, berlangsunglah nonton bareng bersama Orang Rimba di kawasan Kedundung Muda hutan Bukit Duabelas. Setelah ditonton bersama, tim dikejutkan dengan pernyataan Tengganai Besemen sebagai pengulu adat masyarakat Suku Orang Rimba di Taman Nasional Bukit Duabelas, bahwa dari segala yang telah ditampilkan pada Film Dokumenter Orang Rimba-The Life of Suku Anak Dalam itu adalah sesuai dengan fakta yang ada pada masyarakat Orang Rimba di Taman Nasional Bukit Duabelas.
Setelah memperoleh pengesahan, tim menyerahterimakan compact disc dan poster film dokumenter tersebut kepada Tengganai Besemen, di mana pada saat serah terima tersebut Tengganai Besemen berujar kepada tim Orang Rimba diizinkan untuk menyebarluaskannya kepada khalayak pemirsa manapun yang baik.
Pada 2 November 2020, tim meluncur ke Kantor Balai Taman Nasional Bukit Duabelas di Sarolangun untuk menyerahterimakan Film Dokumenter Orang Rimba-The Life of Suku Anak Dalam tersebut kepada Kepala Balai Taman Nasional Bukit Duabelas.
Sesampainya di sana, tim langsung disambut begitu hangat oleh Bapak Haidir, S.Hut., M.Si sebagai Kepala Balai Taman Nasional Bukit Duabelas. Nyatanya kegiatan yang berlangsung di balai taman pada saat itu tidak sekedar menyerahterimakan film, namun tim diajak untuk nonton bareng di Aula Balai Taman Nasional Bukit Duabelas bersama staf jajaran Kantor Balai Taman Nasional Bukit Duabelas.
Pada kesempatan itu, Pak Haidir menyampaikan ungkapan terima kasihnya dan dukungannya atas kehadiran Film Dokumenter Orang Rimba-The Life of Suku Anak Dalam tersebut sebagai suatu karya seni visual yang memang berangkat dari hati.
Bagi Tengganai Besemen, kehadiran film dokumenter ini adalah merupakan suatu bentuk penyelamatan dokumen kekayaan pengetahuan adat masyarakat Suku Anak Dalam di Taman Nasional Bukit Duabelas secara visual dan meluas dengan harapan agar dapat senantiasa dipertahankan oleh anak cucu Orang Rimba pada masa mendatang.
Selain itu, dengan tampilnya film dokumenter ini juga untuk menunjukkan pada dunia bahwa Orang Rimba memiliki kekayaan kearifan adat yang luar biasa sebagai suatu entitas, bukannya seperti cara pandang yang selama ini banyak berkembang dengan menilai bahwa mereka adalah suku yang memiliki makna peyoratif atau merendahkan atas pernyataan karena Orang Rimba itu kubu, berilmu gaib, tidak jelas agamanya, bau dan jorok, bodoh, miskin, ataupun terbelakang.
Sementara bagi tim sebagai anak kandung dari ibu pertiwi, merasa lega dengan telah tayangnya Film Dokumenter Orang Rimba-The Life of Suku Anak Dalam ini untuk umum, karena berarti telah melunasi pertanggungjawaban moral kepada Indonesia dan Tengganai Besemen.
Bejelon-lah Film Dokumenter Orang Rimba-The Life of Suku Anak Dalam, menjadilah yang hidup.
Film Dokumenter Orang Rimba-The Life of Suku Anak Dalam
Oleh DR Muhamad Erwin, S.H., M.Hum
Dosen Politeknik Negeri Sriwijaya dan Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya