Saya Naif Ikuti Kehendak Atasan, Pledoi Polisi Berpangkat AKBP Kasus Casis Bintara Polda Sumsel 2016

Sidang perkara dugaan suap casis Bintara Polri Polda Sumsel tahun 2016 atas nama terdakwa AKBP Edya Kurnia kembali digelar.

Editor: Refly Permana
sripoku.com/chairul nisyah
Kuasa Hukum Terdakwa Kasus Suap Casis Secaba Polri Tahun 2016, Supendi SH MH, saat dikonfirmasi, Senin (5/4/2021). 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Sidang perkara dugaan suap casis Bintara Polri Polda Sumsel tahun 2016 atas nama terdakwa AKBP Edya Kurnia kembali digelar.

Sidang digelar secara virtual diketuai hakim Abu Hanifah SH MH di Pengadilan Negeri Tipikor Palembang, Senin (5/4/2021).

Sidang kali ini, terdakwa Edya menyampaikan langsung pembelaannya pada majelis hakim.

Dalam pembelaannya, Edya mengaku jika tidak ada perintah atasannya, tidak mungkin semua ini terjadi.

Biasanya Kami Main ke Sawah, Kenangan Adik Serka Edi Anggota TNI di OKU Timur yang Tewas Ditikam

"Mungkin sidah jadi nasib saya. Seandainya saat itu tidak ada perintah atasan, mungkin semua itu tidak terjadi.

Saya salah dan terlalu naif mengikuti kehendak orang lain. Saya menyesal," ujar Edya pada majelis hakim melalui sambungan telekonfrensi, Senin (5/4/2021).

Dalam pledoi yang disampaikan oleh terdakwa Edya, diketahui fakta baru yakni, ada 13 nama anggota yang terkena kode etik penerimaan casis Bintara Polri Polda Sumsel tahun 2016.

Dari 13 nama, hanya 2 katim yang kasusnya dianggkat, yakni dirinya dan katim kesahatan bernama almarhum dokter Susilo (terpidana dalam kasus sama).

Dan jangan lupa subscribe, like dan share channel Tiktok Sriwijayapost di bawah ini:

Dalam artian dua nama lainnya tidak diangkat kasusnya.

"Dengan kerendahan hati, saya meminta majelis hakim untuk memutus seadil-adilnya dalam perkara ini," ujar terdakwa Edya.

KABAR Buruk Datang dari Mbak You, Orang Ketiga Mencoba Masuk: Aurel Diminta untuk Sabar

Usai persidangan, dikonfirmasi pada kuasa hukum terdakwa, Supendi SH MH mengatakan pihaknya tidak sependapat dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum.

"Menurut kami, klien kami hanya ikut serta saja. Maka kami menilai tuntutan jaksa tidak sesuai pada klien kami," ujar Supendi, Senin (5/4/2021).

Supendi juga menegaskan bahwa dalam kasus ini terdakwa Edya bukanlah pelaku utamanya.

"Klien kami ini hanya menjalankan sesuai perintah atasannya. Bukanlah semata karena keinginan klien kami sendiri," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, JPU Kejari Palembang Dede M Yasin SH MH,menerangkan sebagaimana tuntutan bahwa terdakwa telah terbukti melanggar pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang R.I Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, Selasa (30/3/2021).

"Terdakwa dituntut pidana penjara selama 5 tahun dengan pidana denda Rp 200 juta dengan subsider 5 bulan kurungan," jelasnya.

Serta Jangan lupa Like fanspage Facebook Sriwijaya Post di bawah ini:

Warga Kaget Saat Lampu Padam Hujan Deras TV Berpindah ke Rumah Tetangga, Aksi Pencuri di Muratara

Dede juga menyebutkan terhadap barang bukti uang sejumlah Rp 2 miliar dinyatakan dirampas untuk negara serta memerintahkan agar terdakwa tetap ditahan di Rutan.

Dalam perkara ini, seorang perwira kepolisian bernama AKBP EK, diduga melakukan tindakan grafitikasi, sehingga menjeratnya menjadi tersangka.

Kasi Tindak Pidana Khusus Kejari Palembang, Dede M Yasin, melalui Kasubsi Penuntutan Kejari Palembang, Hendy mengatakan penundaan tersebut dikarenakan tuntutan terhadap terdakwa EK, tuntutan masih akan dirampungkan.

"Ditunda dikarenakan masih merampungkan surat tuntutan.Untuk pembacaan tuntutan tentu kami tidak bisa sembarangan, kami mencoba untuk mematangkan tuntutan kepada terdakwa," jelas Endi saat di Konfirmasi di Kejari Palembang, Senin (15/3/2021).

Ia menjelaskan bahwasanya tuntutan terhadap terdakwa AKBP EK, sendiri dimatangkan oleh pihak JPU Kejari Palembang.

"Namun untuk diketahui di dalam P16 nya, selain nama Jaksa dari Kejari Palembang, juga ada nama jaksa dari kejagung. Maka untuk tuntutan terhadap terdakwa nantinya juga diketahui oleh pihak jaksa kejangung," jelasnya.

Disinggung akan ada penetapan nama tersangka baru dalam perkara ini, hendi mengatakan pihaknya tidak bisa berbicara banyak.

Jangan lupa subscribe, like dan share channel Youtube Sriwijayapost di bawah ini:

Sembilan Kabupaten di Sumsel Prioritas Program Food Estate, Ditargetkan Bisa Produksi 8 Ton Beras

Pasalnya hal tersebut merupakan wewenang dari pihak penyidiknya.

"Karena berkas-berkas perkara ini merupakan dari Polri, JPU hanya menyidangkan berkas yang diajukan atau dilimpahkan oleh penyidik. Terkait nanti adanya calon tersangka baru itu kewenangan penyidik," ujar Hendy.

Sekalipun adanya penetapan dari majelis hakim, atau pengadilan negeri jika nama baru ditetapkan menjadi tersangka, JPU hanya menjalankan penetapannya saja.

Yang mana pada dasarnya jika adanya penetapan tersangka baru, merupakan wewenang dari penyidik, dalam perkara ini yakni Penyidik Polri.

Dikonfirmasi terpisah, Kuasa Hukum terdakwa, Supendi SH MH mengatakan pihaknya hanya menunggu saja.

Sejumlah Tokoh NU Sumsel Dukung Muhaimin Iskandar Maju ke Piplres 2024, Gus Ami tak Diragukan Lagi

"Tuntutan itukan haknya JPU, kami selaku kuasa hukum terdakwa hanya bisa menunggu jadwal sidang selanjutnya, dan dari hasil sidang nantinya baru kami akan menyiapkan apa saja yang diperlukan untuk perkara ini selanjutnya," ujar Supendi.

Diberitakan sebelumnya, Pada sidang yang digelar secara virtual, yang diketuai oleh hakim Abu Hanifah SH MH, Senin (15/2/2021), Jaksa Penuntut Umum menghadirkan 4 orang saksi.

Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

Saksi yang dihadirkan yakni, BM (polri dari mabes polri), AS (polri)

Kemudian AKBP DD (polri), dan MS (Psikologi).

Dalam persidangan tersebut, salah seorang saksi bernama Deni Dharmapala memberikan keternagan dan mnyebut adanya keterlibatan Ibu Kapolda didalam perkara ini.

Dalam keterangannya DD menyampaikan, saat proses penerimaan calon siswa (casis) Bintara Polri tahun ajaran 2016 lalu, ia sempat menerima titipan amplop dari orang terdekat petinggi Polda Sumsel yang diberikan melalui saksi Rf.

"Ada amplop titipan dari Rf. Kata Rf ini dari i.. k...da, tolong diatensi," ujarnya saat memberikan kesaksian kemarin, Senin (15/2/2021).

Mendengar kesaksian tersebut, majelis hakim yang diketuai Abu Hanifah lantas meminta Deni untuk mempertegas kesaksiannya.

"Kamu tahu dari mana kalau itu atensi i... k....da," ujar hakim.

Secara gamblang, DD langsung menjawab bahwa itu adalah perintah langsung dari Rifan.

"Oh Rf yang ajudan ka...da itu ya," ujar hakim yang langsung dibenarkan oleh DD.

Tak cukup disitu, hakim kembali mencecar DD dengan pertanyaan terkait isi amplop yang dititipkan.

ilustrasi
Update 5 April 2021. (https://covid19.go.id/)

DD menerangkan bahwa saat dibuka, ia mendapati ada 30 nama casis tahun angkatan 2016 yang akan dibantu hingga lulus.

DD mengakui, setelah mendapat amplop titipan tersebut, ia langsung menyerahkannya ke AKBP SY yang saat itu menjabat sekretaris panitia pemeriksaan kesehatan seleksi penerimaan casis bintara polri tahun angkatan 2016.

Diketahui saat ini AKBP SY sudah diputus bersalah atas kasus serupa dan divonis menjalani 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta karena terbukti menerima uang suap sebesar Rp.6,5 miliar dalam penerimaan bintara Polri tahun angkatan 2016.

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved