SP3 Kasus BLBI
MAKI Berencana Gugat KPK, Terbitkan SP3 Tersangka Kasus BLBI Sjamsul Nursalim
Masyarakat Anti-korupsi Indonesia memprotes KPK terkait penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) tersangka kasus BLBI Sjamsul Nursalim.
Menurutnya sebagai bagian dari penegak hukum, maka dalam setiap penanganan perkara KPK memastikan akan selalu mematuhi aturan hukum yang berlaku.
"Penghentian penyidikan ini sebagai bagian adanya kepastian hukum dalam proses penegakan hukum sebagaimana amanat Pasal 5 UU KPK, yaitu 'Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya KPK berasaskan pada asas Kepastian Hukum'," katanya.
Sindir Presiden
Mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas, mengomentari penerbitan SP3 terhadap tersangka Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim ini dikaitkan dengan Presiden Joko Widodo.
Busyro Muqoddas adalah salah satu komisioner KPK yang pernah menangani kasus tersebut. Ia merasa terbitnya SP3 ini adalah hasil dari kebijakan Presiden ketika meloloskan revisi Undang-Undang KPK.
"Ucapan sukses besar bagi pemerintah Jokowi yang mengusulkan revisi UU KPK yang disetujui DPR juga parpol-parpol yang bersangkutan. Itulah penerapan kewenangan menerbitkan SP3 oleh KPK Wajah Baru," kata Busyro lewat pesan singkat.
"Namun, harus saya nyatakan dengan tegas lugas bahwa itu bukti nyata tumpul dan tandusnya rasa keadilan rakyat yang dirobek-robek atas nama UU KPK hasil revisi usularevisi UU-KPK.
Busyro mengingatkan, kasus mega korupsi BLBI sudah mulai diurai KPK. Kemudian, dengan seolah menjadi luluh-lantak melalui imbas dominasi oligarki politik melalui undang-undang.
"Bagaimana skandal mega kasus perampokan BLBI yang pelik berliku licin dan panas secara politik penuh intrik itu sudah mulai diurai KPK rezim UU KPK lama, begitu diluluhlantakkan dan punah total dampak langsung dominasi oligarki politik melalui UU," kata Busyro.
Dikatakan, SP3 kasus BLBI ini seperti menyaksikan akrobat politik dalam penegakan hukum. Kondisi ini bukan saja mengingkari jiwa keadilan sosial, melainkan juga menjadi tanda kian redupnya penegakan hukum, politik legislasi.
Menurut Muqoddas, jika memang masih ada kejujuran dalam mengelola bangsa ini, maka ia berserah hanya bisa berharap pada kemungkinan penerbitan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) dari Presiden dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas sejumlah permohonan uji materi revisi UU KPK.
"Di titik inilah kita kiranya cukup melihat legitimasi politik dan moral presiden dan hakim-hakim MK," kata Busyro yang juga Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum ini.****
Penulis: Tribun Network/ham/wly