Covid 19

 BPOM Tak Rekomendasikan Vaksin AstraZeneca, Sudah Melalui Kajian

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tidak merekomendasi penggunaan vaksin produk Inggris AstraZeneca dalam program vaksinasi nasional.

Editor: Sutrisman Dinah
KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO
Ilustrasi: Vaksin Covid-19 

SRIPOKU.COM --- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memutuskan, vaksin AstraZeneca tidak direkomendasikan digunakan di Tanah Air.

BPOM sedang melakukan kajian secara komprehensif, dan memutuskan tidak merekomendasi penggunaan vaksin produk Ingggris tersebut. 

Penggunaan kini tengah menjadi sorotan di berbagai negara di Eropa, dan melakukan penangguhan penggunaan vaksin buatan perusahaan farmasi Inggris, AstraZeneca itu setelah terjadinya kasus pembekuan darah bagi penerima vaksin

BPOM kemudian melakukan kajian terkait keamanan vaksin tersebut. Kajian itu belum selesai dilakukan, namun mengedepankan unsur-unsur kehati-hatian.

BPOM saat ini tidak merekomendasikan vaksin itu digunakan untuk program vaksinasi nasional.

Baca juga: Varian Baru Virus Corona B117, Prof Yuwono : Jangan Takut Berlebihan, Ada Kabar Gembira Vaksinasi

Baca juga: Vaksin AstraZeneca Siap Digunakan Desember, Masih Menunggu Persetujuan Regulator

Kepala BPOM Penny K Lukito mengatakan, BPOM belum rampung melakukan kajian analisis bersama Ahli Imunisasi Nasional (ITAGI), Komite Nasional Penilai Obat, dan Komite Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI).

”BPOM melakukan komunikasi dengan WHO dan Badan Otoritas Obat negara lain untuk mendapatkan hasil investigasi dan kajian yang lengkap serta terkini terkait keamanan vaksin Covid-19 AstraZeneca. Selama dalam proses kajian, vaksin Covid-19 AstraZeneca direkomendasikan tidak digunakan," kata Penny, Rabu (17/03/2021).

Namun demikian, menurut Penny, izin penggunaan darurat (EUA) vaksin AstraZeneca yang telah dikeluarkan pada 9 Maret lalu, tidak dicabut.

Ia juga mencontohkan Badan Otoritas Obat global di Inggris, Swedia, Australia, dan Kanada yang tetap menjalankan vaksinasi, walaupun telah menerima informasi kasus serius yang diduga terkait vaksin tersebut.

Baca juga: Mei 2021 Calon Jemaah Haji Sudah Harus Selesai Divaksin Covid-19

"Karena manfaat vaksin lebih besar dari risikonya. Hal ini didasarkan pada bukti ilmiah hasil uji klinik dimana tidak ada indikasi keterkaitan antara vaksin dengan kejadian pembekuan darah," katanya.

Penny menegaskan bahwa 1.113.600 vaksin AstraZeneca yang tiba di Indonesia pada 8 Maret lalu, berbeda dari golongan batch vaksin yang diduga menyebabkan insiden pembekuan darah itu.

Penny menyebut vaksin Covid-19 AstraZeneca dengan nomor batch yang dimaksud, yakni ABV5300, ABV3025, dan ABV2856, tidak masuk ke Indonesia.

Namun demikian, BPOM tetap bekerja atas prinsip kehati-hatian. "Batch produk vaksin covid-19 AstraZeneca yang telah masuk ke Indonesia tersebut berbeda dengan bets produk yang diduga menyebabkan pembekuan darah dan diproduksi di fasilitas produksi yang berbeda," ujarnya.

Kementerian Kesehatan sebelumnya telah memutuskan menunda sementara distribusi dan penggunaan AstraZeneca pada Senin (15/03/2021) lalu.

Sebanyak 1.113.600 vaksin jadi AstraZeneca sudah tiba di Bandara Soekarno-Hatta di Tangerang, Banten, Senin pekan  lalu. Kedatangan vaksin kali itu tercatat sebagai penerimaan vaksin tahap keenam di Indonesia.

Juru bicara vaksinasi Covid-19 KemenkesSiti Nadia Tarmizi mengatakan, langkah penundaan distribusi vaksin AstraZeneca demi kehati-hatian.

Penundaan distribusi bukan semata-mata terkait isu penggumpalan darah sebagai akibat dari penyuntikan vaksin AstraZeneca.

"Karena kita tahu Badan POM bukan hanya mengeluarkan izin penggunaan darurat, tapi juga mengatur tentang indikasi serta rentang waktu yang paling optimal untuk mendapatkan immunogenitas yang terbaik ya," ujar Nadia dalam konferensi pers virtual, Selasa (16/3).

Peninjauan kriteria dan rentang waktu yang dilakukan para ahli juga untuk menentukan kelompok prioritas yang tepat untuk disuntikan vaksin AstraZeneca.

Alasannya masa simpan vaksin ini terbilang singkat yakni hingga akhir Mei 2021.

"Tetunya 1,1 juta dosis vaksin yang sudah kita terima ini harus kita prioritaskan pada tempat-tempat di mana sebelum masa shelf lifenya habis vaksin ini sudah kita gunakan untuk penyuntikan dosis pertama. Kalau memang nanti rentang waktunya itu adalah 9 sampai dengan 12 minggu," lanjut dia.

Meski memiliki waktu simpan terbatas, ia optimistis vaksin AstraZeneca tetap dapat digunakan sebelum masa simpannya berakhir.

"Kami cukup optimistis, karena kalau kita lihat saat ini dosis penyuntikan kita per hari itu sudah mencapai angka 250 ribu sampai dengan 350 ribu. Artinya kalau kita melakukan penyuntikan sebanyak 1,1 juta dosis vaksin," katanya.

"Kalau kita anggap saja, misalnya, kita mampu melaksanakan penyelidikan itu 200 ribu, berarti dalam kurun waktu 6 hari vaksinnya akan habis," ujar Nadia.****

Penulis: tribun network/rin/dod

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved