ASAL Usul Sejarah Pasar 16 Ilir Palembang, Pasar Kebanggaan Hingga Datangkan Surplus & Pajak Besar

Sejarah panjang peran Pasar 16 Ilir sangat penting bagi penataan dan pemenuhan infrastruktur yang ada di Kota Palembang.

Penulis: maya citra rosa | Editor: adi kurniawan
SRIPOKU.COM/SYAHRUL HIDAYAT
Aktivitas pedagang dan pembeli di kawasan pasar 16 Ilir Palembang 

Laporan wartawan Sripoku.com, Maya Citra Rosa

SRIPOKU.COM, PALEMBANG -- Pada masa Kolonial Hindia Belanda, Pasar 16 Ilir merupakan pasar utama yang memberikan keuntungan atau surplus dan pajak yang besar bagi pemerintahan pada masa sekitar tahun 1906-1920 an.

Dosen Pendidikan Sejarah Unsri sekaligus sekaligus Direktur Pusat Kajian Batanghari Sembilan, Dr Dedi Irwanto MA, menjelaskan, bahwa dalam sejarah panjangnya, peran Pasar 16 Ilir sangat penting bagi penataan dan pemenuhan infrastruktur yang ada di Kota Palembang.

Pasar 16 Ilir Sebelum Kemerdekaan

Pasar 16 Ilir mempunyai nilai sejarah yang panjang sejak kesultanan Palembang sekitar tahun 1552-1821, yang merupakan permukiman pribumi di Tepian Sungai Musi dan beberapa anak sungai seperti Sungai Tengkuruk, Sungai Rendang, Sungai Sekanak dan beberapa sungai lain.

Kemudian, masuk pada zaman Kolonial Belanda, Pasar 16 Ilir mendapatkan perhatian besar sejak ditetapkannya Palembang dengan status Kotapraja yang memiliki otoritas lokal atau ditetapkannya menjadi gemeente pada Tanggal 1 April 1906 oleh Hindia Belanda. 

Baca juga: Termasuk Taurus hingga Scorpio 5 Zodiak Ini Nggak Mudah Berubah Pikiran, atau Punya Pendirian Kuat

Hal tersebut karena pemerintahan Palembang mendapat konsekuensi untuk mencari sumber dana, sehingga salah satunya penataan kota dan pemasukan kas kota dari pajak yang diambil dari pasar-pasar besar yang ada pada masa itu, termasuk pasar 16 Ilir dan pasar terapung.

Palembang yang dipimpin oleh burgemeester atau walikota yang mulai merencanajan perencanaan penataan pasar-pasar lain dengan tujuan untuk menjadi pemasukan kota lewat pajak perdagangan.

"Setelah itu adanya renovasi pasar 16 Ilir yang mana menghubungkan pedagang dan pembeli dari ulu dan ilir. Renovasi pasar lainnya itu pasar sekanak dan Pasar 10 Ulu," ujarnya.

Penataan di Pasar 16 Ilir juga berhubungan dengan perbaikan infrastruktur jalan dan jembatan yang terhubung langsung dengan pemukiman warga.

Menurutnya juga, sejak saat itu juga mulai adanya penimbunan dari sungai ke darat, itu dampak dari perluasan pasar 16 ilir.

"Jalan dibangun diatas timbunan tanah diatas sungai,masa jembatan papan itu masih tahun 1906-1912, setelah sudah pakai beton," ujarnya.

Pada masa itu juga, pemukiman warga dibagi menjadi berdasarkan ras dan agama, seperti orang China pemukimannya dari 7-10 Ulu.

Sedangkan pemukiman orang Arab ada di daerah 13-14 Ulu.

Namun setelah diberlakukannya Palembang sebagai Kota Otonom, orang China mulai menyebar salah satunya Pasar 16 sebagai tujuan.

Uniknya, awalnya para pedagang China menyewa tanah di pasar, tapi kemudian tahun 1913, ternyata tanah yang mereka sewakan dari bangsawan Palembang itu dibeli.

Hal tersebut karena bangsawan banyak yang mengutang dan akhirnya dijual kepada orang China.

"Mereka membuat pemukimannya menjadi toko, masih banyak kalau kita lihat jejak-jejaknya," ujarnya.

Pada tahun 1920 P. E. E. J. le Cocq d'Armandville dilantik menjadi walikota Palembang pertama.

Pasar 16 Ilir terus direnovasi dan sebagian besar pertokoan di Pasar 16 Ilir dibangun dan dimiliki oleh saudagar keturunan Arab dan Syeikh Syehab

Syeikh Syehab ini juga yang menjadi pemborong perumahan Eropa di Talang Semut. 

Pertokoannya di Pasar 16 disewakan kepada pedagang kecil Palembang. 

Kini banyak peninggalan bangunan yang masih terlihat di Pasar 16, masih banyak di temui bangunan berasi tektur Eropa, Timur Tengah dan Cina di lokasi Pasar 16 Ilir

Contoh tekstur bangunan China tersebut yaitu terdapat pada bentuk ventilasi yang lebar karena Palembang memiliki cuaca yang cukup panas, dan jendela yang besar adalah ciri jendela di bangunan tropis tinggalan kebudayaan Indies jaman Belanda.

Pola perdagangan di lokasi itu, setidaknya hingga awal 1900-an, dimulai dari berkumpulnya pedagang cungkukan atau hamparan, yang kemudian berkembang dengan pembangunan petak permanen. 

Los-los mulai dibangun sekitar tahun 1918 dan dipermanenkan sekitar tahun 1939.

"Pemerintah membangun kembali pasar 16 ilir selama 2 tahun dari tahun 1924-1926. Pembangunan itu dipisah pasar lama 16 ilir dan pasar baru," ujarnya.

Jika dulu pasae dibangun juga untuk menjaga kesehatan kota, karena banyaknya orang Eropa yang berkunjung dan berbelanja.

Sehingga dikenal sebagai pasar modern pada masanya karena mirip dengan bangunan yang ada di Hindia Belanda.

"Pada tahun 1931 sejarah memperlihatkan pasar 16 ilir mendatangkan keuntungan sebesar 11 ribu gulden dari pajak dan biaya pasar, itu besar sekali," ujarnya.

Pasar 16 Ilir Setelah Kemerdekaan Indonesia

Setelah Kemerdekaan Indonesia, Pasar 16 Ilir sangat tragis karena menjadi sasaran atau medan pertempuran 5 hari 5 malam yang menjadi tragedi besar di Palembang.

"Pasar 16 ilir hangus, orang cina banyak yang pergi ke Singapura untuk menghindari konflik," ujarnya.

Para pedafang membuat gerakan untuk menuntut pemerintah Belanda mengganti rugi derita mereka selama di Pasar 16 Ilir.

Namun pemerintah menolak, akhirnya pertempuran ini juga berhubungan dengan seorang tokoh AK Gani yang bekerja sama dengan seorang teman Cina yang di Singapura untuk menyelundupkan senjata untuk melawan Belanda.

"AK Gani terkenal menjadi Raja Penyelendup yang bekerja sama dengan pedagang yang ada di Pasar 16 Ilir," ujarnya.

Saat ini, Pemerintah hanya melanjutkan pembangunan pasar 16 Ilir yang sebetulnya sudah kokoh pada masa Belanda.

Menurutnya, justru pembangunan kelanjutan pasar saat ini tidak jauh lebih baik dari masa kolonial.

Justru semakin memprihatinkan karena semakin semeraut dan tidak seperti tujuan pasar pada masa kolonial.

Juga pasar yang dibangun tidak berdasarkan pada sejarah yang pernah ada di masa lalu. Padahal letak pasar sangat berkaitan dengan pemukiman warga.

"Pemerintah justru banyak mengembangkan pasar tidak berdasarkan sejarah yang sudah ada, ini memprihatinkan," ujarnya.

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved