Kasus Mutilasi
15 TAHUN Berlalu, Sosok Wanita Tanpa Organ Vital Tak Terungkap: Ditemukan Tanpa Busana di Hotel
Sekitar 15 tahun berlalu, Dokter forensik Kombes Dr. dr. Sumy Hastry Purwanti, Sp.F mengaku pelaku mutilasi di Salatiga, masih misteri.
Ia membandingkannya dengan korban jatuhnya pesawat Sukhoi yang jatuh pada 2012 lalu setelah menabrak Gunung Salak, Bogor.
"Bagian depan Sukhoi hancur tetapi belakangnya tidak. Beda lagi dengan AirAsia yang jatuh di laut jawa," beber dokter Hastry.
Masih kata dia, bahkan tim forensik mendapatkan tubuh yang masih utuh dari korban jatuhnya AirAsia.
"AirAsia jatuh, dan pelan-pelan tenggelam. Mereka meninggal karena pelan-pelan tenggelam. Yang menghantam bagian depan, tetapi sebagian gak bisa keluar," kata dia.
"Sedangkan Sriwijaya berkeping-keping," ia menjelaskan.
Dari kasus jatuhnya Sriwijaya Air SJ-182, dokter Hastry belum menemukan body remains yang terluka bakar.
"Tidak meledak di udara. Bagian tubuh bisa berbicara karena crash air laut."
"Orang meninggal punya hak identifikasi yang berujung pada urusan warisan, asuransi dan sebagainya," aku dokter Hastry.
Menurut dia, identifikasi diperlukan terhadap para korban untuk mencari tahu penyebab pasti meninggalnya seseorang dalam kecelakaan pesawat.
"Ya kalau dia beneran pesawat jatuh karena kecelakaan, kalau sabotase kan harus diperiksa," katanya.
Ia mencontohkan jatuhnya pesawat MH17 di Ukraina murni sabotase kena rudal.
Hal itu bisa dibuktikan dari luka-luka korbannya, bahwa pesawat itu memang karena rudal.
"Ternyata pesawat memang jatuh karena rudal, bukan kecelakaan," jelas dokter Hastry.
Ia kembali menegaskan, kehadiran tim forensik ini bisa mengidentifikasi penyebab luka-luka di tubuh korban jatuhnya pesawat.
Dokter Hastry menyinggung bagaimana pesawat Garuda Indonesia yang kecelakaan di Yogyakarta beberapa tahun lalu.
Pesawat maskapai pelat merah itu mengalami hentakan keras di landasannya.